Dolar Jatuh, RI Tetap Resah: Kabar Genting Dalam Negeri Ini Buat Ngeri
Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen pasar hari ini yang berdampak terhadap IHSG, rupiah, dan obligasi. Ambruknya IHSG secara tiba-tiba pada perdagangan kemarin menjadi peringatan keras jika sentimen global yang positif pun belum tentu berdampak baik ke Indonesia.
Buktinya, kabar baik pemangkasan suku bunga The Fe tak cukup mampu mengangkat IHSG kemarin.
Salah satu kabar yang masih membuat market cemas adalah kesepakatan dagang AS dan Indonesia. Dalam beberapa hari terakhir, isu batalnya kesepakatan dagang telah membuat banyak pihak bertanya-tanya dan membuat khawatir.
Berikut sejumlah sentimen pasar hari ini:
OJK Memproses 2 Calon Lembaga Kripto
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) msaat ini sedang memproses dua calon lembaga bursa aset keuangan digital atau aset kripto, dua lembaga calon lembaga kliring, dan dua calon lembaga tempat penyimpanan aset keuangan digital.
Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK), Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (IAKD) merangkap anggota dewan komisioner OJK Hasan Fauzi mengatakan, saat ini calon lembaga tersebut sedang melakukan proses perizinan di OJK.
Hasan menjabarkan, tahapan tersebut meliputi pemeriksaan atas pemenuhan setiap dokumen dan juga pemeriksaan pemenuhan atas seluruh persyaratan yang dikenakan kepada pemenuhan perizinan dimaksud, sebagaimana yang diatur dalam ketentuan peraturan OJK yang terkait.
Pembiayaan Multifinance Makin Loyo, Pinjol Makin Kencang
OJK mencatat pertumbuhan piutang perusahaan pembiayaan semakin menipis. Per Oktober 2025, nominal piutang mencapai Rp 505,3 triliun, hanya naik 0,68% secara tahunan (yoy).
Padahal bulan sebelumnya piutang pembiayaan masih naik 1,07% yoy dan pada periode yang sama tahun lalu naik 8,37% yoy.
Kepala Eksekutif Pengawasan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan OJK Agusman mengatakan bahwa piutang pembiayaan yang bergerak kencang per Oktober 2025 adalah modal kerja, tumbuh 9,4% yoy.
Profil risk perusahaan pembiayaan Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,47% dan nett 0,83%. Adapun pada periode yang sama pinjaman daring (pindar) atau pinjol justru semakin kuat menjelang akhir tahun. Per Oktober 2025, outstanding pembiayaan pindar mencapai Rp 92,92 triliun, naik 23,86% yoy.
Pada bulan sebelumnya, outstanding pembiayaan tumbuh 22,16% yoy. Akan tetapi pertumbuhan pada bulan ke-10 tahun ini lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Klaim Asuransi Akibat Bencana Tembus Rp 1 Triliun
OJK mengungkapkan klaim asuransi bencana di Sumatra nyaris mencapai Rp 1 triliun. Angka ini belum termasuk dengan asuransi jiwa.
Dari data yang ada potensi klaim yang tercatat, kerusakan properti mencapai Rp 492 miliar dan kerusakan kendaraan bermotor Rp 74,5 miliar. Selain itu terdapat pula eksposur asuransi barang milik negara Rp 400 miliar dan asuransi jiwa masih dipantau.
Indeks Dolar Terus Melandai
Indeks dolar AS melemah ke 98,39 pada perdagangan kemarin. Posisi ini adalah yang terendah sejak 17 Oktober 2025 atau hampir dua bulan.
Indeks melandai setelah The Fed memangkas suku bunga acuan sebesar 25 bps pada Rabu.
Pemangkasan suku bunga membuat dolar AS menjadi kurang menarik sehingga investor menjual aset dolarnya dan memindahkannya ke aset non-dolar AS.
Kondisi ini menguntungkan Indonesia karena dana asing yang semula ditempatkan di dolar AS bisa berpindah ke Emerging Market, terutama Indonesia.
Nasib Kesepakatan Dagang AS-Indonesia Diumumkan Hari Ini?
Laporan itu menyebut kesepakatan perdagangan Indonesia dengan AS terancam gagal karena para pejabat AS semakin frustrasi dengan apa yang mereka lihat sebagai pengingkaran Jakarta terhadap ketentuan perjanjian yang dicapai pada bulan Juli.
Baca:
Ini Bocoran Pertemuan Purbaya dan Pengusaha Baja, Alas Kaki & Tekstil
Airlangga menegaskan, nanti malam dirinya sudah terjadwal mengadakan pertemuan secara daring dengan Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat atau United States Trade Representative (USTR).
"Nanti malam (Kamis malam)," kata Airlangga saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis (11/12/2025).
Meski begitu, Airlangga belum mau mengungkapkan isi perundingan yang akan dibahas dalam pertemuan tersebut. Ia hanya memastikan, pemerintah akan mengumumkan hasil pertemuan virtual itu Jumat hari ini.
"Besok aja ya, ada pembicaraan lah," tegas Airlangga.
Sebagaimana diketahui, pada Juli lalu, AS sepakat untuk terus menurunkan pengenaan tarif resiprokal yang tinggi ke Indonesia dari semula 32% menjadi 19% dan berpotensi lebih rendah lagi. Namun, dalam laporan terbaru, AS kini menilai Indonesia mundur dari beberapa komitmen mengikat, terutama terkait perdagangan digital serta hambatan non-tarif di sektor industri dan agrikultur.
Pemerintah Indonesia masih berharap kesepakatan dapat segera selesai dan menguntungkan kedua belah pihak. Apalagi, melalui perundingan perdagangan lanjutan yang di pimpin Kemenko Perekonomian hingga saat ini, pemerintah Indonesia percaya diri, AS bisa sepakat menihilkan tarif bea masuk alias 0% untuk sejumlah komoditas seperti kelapa sawit, kakao, dan karet.
Kementerian Perdagangan (Kemendag) pun sebelumnya juga telah mencoba meredam kekhawatiran publik dan angkat bicara soal situasi gagalnya negosiasi dagang antara AS dan Indonesia. Menteri Perdagangan Budi Santoso mengatakan, hingga kini proses negosiasi masih berjalan.
"Oh, enggak, semua masih proses negosiasi," kata Menteri Perdagangan Budi Santoso saat ditanya soal kabar keretakan tersebut di Djakarta Theatre, Rabu (10/12/2025).
Mendag menegaskan, dari pihak Indonesia, pembicaraan dengan Washington masih berjalan, termasuk rencana kedatangan delegasi AS ke Indonesia.
"Kan itu bagian dari proses negosiasi," lanjut Budi, merujuk ke rencana kunjungan AS sebagai bagian dari pembahasan lebih lanjut.
Defisit Dagang AS Rekor Terendah dalam 4 Tahun Lebih
Amerika Serikat mencatat defisit neraca perdagangan sebesar US$52,8 miliar pada September 2025, yang merupakan level terendah sejak Juni 2020. Angka ini menurun dibandingkan defisit Agustus sebesar US$59,3 miliar dan lebih baik dari perkiraan pasar sebesar US$63,3 miliar.
Ekspor melonjak 3% menjadi US$289,3 miliar, level tertinggi kedua dalam sejarah. Kenaikan terutama didorong oleh emas nonmoneter, produk farmasi, dan jasa keuangan. Namun, penurunan terlihat pada ekspor komputer, perjalanan, dan transportasi.
Sementara itu, impor meningkat lebih lambat, yaitu 0,6% menjadi US$342,1 miliar, terutama disebabkan lonjakan impor produk farmasi serta kenaikan pada emas nonmoneter, aksesori komputer, transportasi, dan jasa keuangan. Penurunan terjadi pada impor komputer, minyak mentah, peralatan listrik, dan perjalanan.
Pada September, defisit perdagangan terbesar tercatat dengan Irlandia (-US$18,2 miliar), disusul Meksiko (-US$17,8 miliar) dan Uni Eropa (-US$17,8 miliar). Defisit dengan China menyempit menjadi US$11,4 miliar, sementara defisit dengan Vietnam relatif stabil di US$14,4 miliar. Defisit dengan Kanada tercatat sebesar US$4,9 miliar.
Klaim Pengangguran AS Melonjak Tajam
Setelah menanti pengumuman The FED kemarin, kabar lain yang juga dinanti akhirnya tiba dari negeri Paman Sam. Jumlah warga Amerika Serikat (AS) yang mengajukan klaim tunjangan pengangguran awal (initial jobless claims) melonjak tajam pada pekan yang berakhir 6 Desember 2025. Data Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan klaim naik 44.000 menjadi 236.000, mematahkan tren penurunan empat minggu beruntun sekaligus melampaui ekspektasi pasar di 220.000. Lonjakan ini menjadi yang terbesar sejak Maret 2020.
Kenaikan signifikan tersebut terjadi tepat setelah pekan libur Thanksgiving, ketika klaim sempat menyentuh level terendah dalam lebih dari tiga tahun. Ekonom mencatat periode hari raya kerap menimbulkan volatilitas musiman pada data tenaga kerja, sehingga fluktuasi tajam seperti ini dianggap lazim menjelang penutupan tahun.
Meski klaim awal melonjak, klaim lanjutan (continuing claims) justru turun signifikan menjadi 1,838 juta pada pekan yang berakhir 29 November 2025. Angka ini lebih rendah dari revisi sebelumnya di 1,937 juta dan jauh di bawah perkiraan pasar yang memperkirakan 1,950 juta. Turunnya klaim lanjutan sering dianggap sebagai indikator stabilnya perekrutan, meski beberapa analis mengingatkan penurunan juga bisa terjadi karena habisnya masa manfaat tunjangan yang umumnya 26 minggu.
Fokus kini beralih ke laporan ketenagakerjaan AS untuk November yang akan dirilis Selasa mendatang, setelah tertunda karena penutupan pemerintahan selama 43 hari. Laporan tersebut akan mencakup data payrolls Oktober yang sebelumnya belum dirilis. Namun, tingkat pengangguran Oktober tidak akan tersedia karena survei rumah tangga tidak dapat dilakukan selama shutdown.
(emb/emb)