MARKET DATA
Newsletter

Dolar Jatuh, RI Tetap Resah: Kabar Genting Dalam Negeri Ini Buat Ngeri

Emanuella Bungasmara Ega Tirta,  CNBC Indonesia
12 December 2025 06:12
USA-ECONOMY/DOW JONES (COLUMN)
Foto: Pixabay

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street ditutup beragam pada perdagangan Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia.

Indeks Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 kembali mencetak rekor tertinggi setelah pemangkasan suku bunga The Fed. Laporan kinerja mengecewakan dari Oracle membuat investor keluar dari saham-saham teknologi yang tengah melambung dan beralih ke saham-saham yang diuntungkan oleh pertumbuhan ekonomi AS.

Indeks Dow yang berisi 30 saham naik 646,26 poin, atau 1,34%, dan ditutup pada level 48.704,01, sebuah rekor penutupan baru. Dow Jones juga mencetak rekor intraday berkat kenaikan saham Visa setelah perusahaan tersebut mendapat peningkatan peringkat dari Bank of America.

Indeks S&P 500 menguat 0.21% dan berakhir di 6.901,00, juga rekor penutupan baru. Namun, Nasdaq Composite melemah 0,25% dan ditutup di 23.593,86.

Saham Oracle anjlok hampir 11% setelah perusahaan komputasi awan tersebut melaporkan pendapatan kuartalan yang mengecewakan dan menaikkan proyeksi belanja, memicu kekhawatiran atas beban utang perusahaan.

Laporan tersebut memperkeruh perdebatan mengenai seberapa cepat perusahaan teknologi dapat memperoleh imbal hasil dari investasi kecerdasan buatan mereka, sehingga mendorong rotasi sektor.

Saham-saham terkait AI lainnya juga melemah, termasuk Nvidia dan Broadcom, yang masing-masing turun lebih dari 1%. Sementara itu, saham-saham siklikal seperti Home Depot justru menguat.

"Pasar memang cukup khawatir dengan Oracle dan, secara lebih luas, dengan perdagangan saham terkait AI, karena ada komitmen bernilai triliunan dolar di luar sana," ujar Steve Sosnick, kepala strategi di Interactive Brokers, kepada CNBC International.

Sentimen negatif terhadap sektor teknologi menahan momentum yang terbentuk pada sesi sebelumnya, ketika S&P 500 hampir mencetak rekor baru setelah The Fed mengumumkan pemangkasan suku bunga untuk ketiga kalinya tahun ini.

Perusahaan kecil cenderung lebih diuntungkan dari penurunan suku bunga dibanding perusahaan besar karena biaya pinjaman mereka lebih sensitif terhadap suku bunga pasar.

Pada tahap ini, menurut Sosnick, reli pasar yang disebut "Santa Claus rally" "tampaknya sudah ditakdirkan" dan bisa mendorong S&P 500 menembus level 7.000. Namun, ia memperkirakan ada tekanan pada pasar tahun depan, dengan target harga S&P 500 akhir tahun 2026 di level 6.500. Ia menunjuk hambatan terkait AI, pergantian ketua Fed, dan pemilu paruh waktu AS sebagai faktor risiko.

"Pada akhirnya saya harus tetap berhati-hati, karena jika euforia di perdagangan saham AI mulai mereda, maka akan ada banyak beban yang harus ditanggung sektor lainnya," ujar Sosnick kepada CNBC.

"Setelah tiga tahun pasar bullish yang sangat besar, saya pikir ada beberapa risiko yang masih diremehkan."imbuhnya.

(emb/emb)


Most Popular
Features