MARKET DATA
Newsletter

'Bantuan' dari AS Bisa Buat IHSG Makin Merajalela, Rupiah Gimana?

Elvan Widyatama,  CNBC Indonesia
05 December 2025 06:20
Foto Kolase Rupiah dan Saham.
Foto: Infografis/ Analis Optimis Bluechips Mentereng di 2025, ini Target Harganya/Aristya Rahadian K
  • Pasar keuangan keuangan dalam negeri bergerak tidak sewarna pada perdagangan kemarin. IHSG melaju kencang, rupiah melemah, sementara itu yield obligasi pemerintah turun
  • Wall Street nyaris tidak bergerak karena market wait and see
  • Pelaku pasar hari ini akan menanti rilis data ekonomi dalam maupun luar negeri, terutama data dari Amerika Serikat

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kembali bergerak tak seragam pada perdagangan kemarin, Kamis (3/12/2025). Pasar saham mampu tampil cemerlang hingga ditutup pada level tertinggi alias All Time High (ATH), namun rupiah harus kembali tertekan dan yield obligasi RI turun.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan mampu bergerak positif pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (5/12/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi sentimen pasar hari ini dapat dibaca pada halaman 3 artikel ini. Investor juga dapat melihat agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menguat pada perdagangan kemarin. IHSG ditutup naik 0,33% atau 28,41 poin ke level 8.640,20 yang sekaligus menjadi level penutupan tertinggi atau ATH setelah seharian bergerak di zona hijau. Indeks dibuka di 8.646,65, sempat menyentuh level 8.650,30, dan terkoreksi ke level 8.606,90 sebelum kembali menguat jelang penutupan.

Aktivitas pasar terbilang cukup ramai, dengan total transaksi Rp21,19 triliun dengan 51,36 miliar saham diperdagangkan dalam 2,79 juta kali transaksi. Dari keseluruhan emiten, 358 saham menguat, 302 melemah, dan 140 stagnan. Kapitalisasi pasar tercatat naik ke Rp15.887 triliun.

Investor asing tercatat kembali meramaikan IHSG dengan tercatat net buy hingga Rp1,70 triliun.

Dari 11 sektor, hanya dua sektor yang melemah, yakni sektor utilitas yang melemah 1,74% dan bahan baku terkoreksi 0,36%.

Sementara sembilan sektor lainnya kompak menguat. Sektor teknologi memimpin penguatan dengan kenaikan 1,68%, disusul energi 1,25%, kesehatan 0,73%, industri 0,70% dan sektor konsumer non-siklikal terapresiasi 0,56%.

Di jajaran emiten penggerak IHSG, PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) menjadi penggerak utama dengan kontribusi 7,23 indeks poin, diikuti PT United Tractors Tbk (UNTR) sebesar 6,10 indeks poin, dan PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) yang berkontribusi 5,51 indeks poin pada penguatan IHSG kemarin.

Sebaliknya, tekanan koreksi terbesar datang dari PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang menahan lajut penguatan IHSG sebesar 7,25 indeks poin, diikuti PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar 7,09 indeks poin dan PT Capital Financial Indonesia Tbk (CASA) sebesar 4,10 poin.

Beralih ke nilai tukar, rupiah Garuda harus mengakui kekuatan dolar Amerika Serikat (AS) di perdagangan kemarin dengan melemah 0,15% atau terkoreksi ke level Rp16.640/US$. Rupiah sejatinya sudah mengalami pelemahan sejak dibuka pada perdagangan pagi tadi di level Rp16.620/US$ atau melemah tipis 0,03%.

Sepanjang perdagangan, rupiah bergerak di rentang level Rp16.620 - Rp16.653/US$.

Pelemahan rupiah kemarin terjadi seiring rebound dolar AS di pasar global, meskipun secara tren dolar masih berada dalam tekanan. Mata uang greenback masih dalam tren pelemahan setelah serangkaian data ekonomi yang kurang menggembirakan memperkuat ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pekan depan.

Greenback juga mendapatkan tekanan dari meningkatnya spekulasi politik moneter di Washington. Investor kini menimbang peluang penunjukan Kevin Hassett, penasihat ekonomi Gedung Putih, sebagai Ketua The Fed menggantikan Jerome Powell pada Mei mendatang. Hassett diperkirakan akan mendorong pelonggaran kebijakan lebih cepat.

Presiden AS Donald Trump mengatakan bahwa ia akan mengumumkan kandidat pengganti Powell awal tahun depan. Namun proses seleksi yang diperpanjang ini meningkatkan ketidakpastian di pasar, terlebih karena sejumlah analis menilai bahwa penunjukan Hassett dapat menekan dolar.

Rebound dolar kemarin memberikan tekanan tambahan bagi rupiah, meskipun secara garis besar greenback masih dalam tren pelemahan.

Sementara itu, dari pasar obligasi, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun pada perdagangan kemarin, Kamis (4/12/2025) tercatat turun signifikan ke level 6,190% atau turun 1,75%.

Sebagai catatan, imbal hasil atau yield obligasi yang turun menandakan bahwa para pelaku pasar sedang membeli surat berharga negara (SBN). Sebaliknya, imbal hasil yang menguat mengindikasikan pelaku pasar kembali menjual SBN.

Dari pasar Amerika Serikat (AS0, bursa Wall Street nyars bergerak beragam pada perdagangan Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia.

Saham bergerak beragam karena investor bersiap menghadapi keputusan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) minggu depan.

Indeks Nasdaq menguat 0,22% ke 23.505, 14sementara indeks S&P naik 0,11% ke 6.857,12. Indeks Dow Jones melandai 0,07% ke 47.850,04

Hasil (yield) obligasi pemerintah AS naik, sementara bitcoin kembali melemah sekitar 1%. Bitcoin sempat turun di bawah U$85.000 pada Senin, menyentuh level terendah sejak Maret. Namun, bitcoin bangkit pada Selasa pagi dan terus diperdagangkan di atas level US$90.000 sepanjang minggu, memberi sedikit harapan bagi investor kripto yang tertekan.

 

Investor turut mencermati laporan dari perusahaan perekrutan Challenger, Gray & Christmas yang menunjukkan bahwa pemangkasan tenaga kerja yang diumumkan oleh perusahaan-perusahaan AS pada November semakin mendekati 1 juta untuk tahun ini, seiring restrukturisasi korporasi, kecerdasan buatan, dan tarif impor yang memangkas jumlah tenaga kerja.

Pada Rabu, data dari ADP mengungkap penurunan mengejutkan pada payroll sektor swasta.

Semakin banyak tanda bahwa pasar tenaga kerja mulai melemah membuat Wall Street yakin bahwa The Fed akan memangkas suku bunga sebesar seperempat poin persentase pada pertemuan 10 Desember, yang menjadi pertemuan terakhir tahun ini. Pasar memperhitungkan peluang pemangkasan sebesar 87% pada Rabu depan , jauh lebih tinggi dibandingkan beberapa minggu lalu.

"Pasar sudah berkinerja baik sepanjang tahun ini, dengan penguatan pada paruh akhir November, dan menurut saya tidak mengejutkan jika pasar bergerak sideways dari sini," kata Tim Holland, Chief Investment Officer di Orion, kepada CNBC International.

Investor sebagian besar mengabaikan data klaim tunjangan pengangguran mingguan terbaru yang menunjukkan aplikasi baru untuk asuransi pengangguran berada pada level terendah sejak September 2022.

Klaim pengangguran untuk pekan yang berakhir 29 November mencapai 191.000 secara musiman, turun 27.000 dari periode sebelumnya dan di bawah konsensus Dow Jones yang memperkirakan 220.000.

"Setiap data yang menunjukkan bahwa ekonomi tidak jatuh bebas membuat pasar bernapas lega. Walaupun data klaim awal hari ini sedikit terdistorsi oleh libur Thanksgiving, saya pikir pasar menyambutnya dengan baik," tambah Holland.

Rilis ekonomi penting lainnya minggu ini akan keluar pada Jumat ketika Departemen Perdagangan menerbitkan data September yang tertunda mengenai belanja dan pendapatan konsumen serta indeks belanja konsumsi personal (PCE), ukuran inflasi utama yang digunakan The Fed. Universitas Michigan juga akan merilis survei konsumennya untuk Desember pada Jumat.

Salesforce menjadi pemenang utama pada sesi Kamis, naik lebih dari 3% setelah perusahaan perangkat lunak tersebut memberikan proyeksi pendapatan yang lebih kuat dari perkiraan. Five Below juga menguat setelah laba peritel diskon itu melampaui estimasi Wall Street.

Saham mencatat sesi positif pada perdagangan sebelumnya, meskipun saham-saham yang terkait artificial intelligence masih bergejolak. Sektor teknologi menjadi penekan terbesar di antara sektor-sektor S&P 500, terseret oleh penurunan Microsoft, Nvidia, dan Broadcom.

Pada perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (5/12/2025) pelaku pasar akan mencermati berbagai rilis data dan perkembangan ekonomi global khususnya dari AS.  Memburuknya data dari AS, terutama pengangguran bisa menopang IHSG hari ini. Dengan angka pengangguran yang naik maka kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed bisa semakin dekat.

Dari dalam negeri, fokus utama tertuju pada Bank Indonesia (BI) yang hari ini akan merilis dua indikator penting. Cadangan devisa dan uang primer periode November 2025. Kedua data ini menjadi acuan untuk membaca ketahanan likuiditas serta stabilitas eksternal Indonesia menjelang akhir tahun.

Berikut rangkuman sejumlah sentimen dari dalam maupun luar negeri yang akan turut mempengaruhi pergerakan IHSG, rupiah, hingga pasar obligasi pada hari ini:

Cadangan Devisa RI November

Pasar menantikan update terbaru cadangan devisa (cadev) Indonesia untuk November, terutama setelah posisi Oktober 2025 mencatat kenaikan solid menjadi US$149,9 miliar, naik dari US$148,7 miliar pada September.

Kenaikan tersebut didorong oleh penerbitan global bond pemerintah serta meningkatnya penerimaan pajak dan jasa, di tengah langkah stabilisasi pasar valas yang terus dilakukan BI menghadapi ketidakpastian global.

Dengan posisi Oktober yang setara 6,2 bulan impor, atau 6,0 bulan impor plus pembayaran utang luar negeri pemerintah, Indonesia masih berada jauh di atas standar kecukupan internasional yang hanya sekitar tiga bulan impor.

BI menegaskan bahwa cadangan devisa yang kuat tetap menjadi kunci untuk menjaga ketahanan sektor eksternal sekaligus mendukung stabilitas makroekonomi.

Uang Primer (M0) November

Selain cadev, pasar juga mencermati rilis uang primer (M0) adjusted untuk November, yang akan dipublikasikan BI hari ini.

Pada Oktober 2025, M0 adjusted tumbuh 14,4% yoy, melambat dibandingkan 18,6% yoy pada September, sehingga total posisi M0 adjusted mencapai Rp2.117,6 triliun.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa perlambatan tersebut dipengaruhi moderasi pertumbuhan giro bank umum di BI adjusted yang naik 27,1% yoy, serta pertumbuhan uang kartal beredar yang tercatat 13,4% yoy.

BI juga menekankan bahwa penggunaan metode M0 adjusted bertujuan mengisolasi dampak kebijakan insentif likuiditas, sehingga tren pertumbuhan uang primer dapat mencerminkan kondisi likuiditas pasar secara lebih akurat. Penyesuaian metodologi ini mulai berlaku sejak Januari 2025.

AS Rilis Inflasi PCE Oktober, Pasar Global Bersiap

Pasar global hari ini juga akan menantikan rilis data Personal Consumption Expenditures (PCE) Index Amerika Serikat periode Oktober. Indikator inflasi favorit bank sentral AS (The Fed) yang akan menjadi acuan utama dalam menentukan arah kebijakan suku bunganya.

Menurut sejumlah lembaga, inflasi PCE diperkirakan naik 2,8% yoy per Oktober atau meningkat dari 2,7% yoy pada September dan berpotensi menjadi level tertinggi sejak April 2024.

Sementara itu, PCE inti yang tidak memasukkan harga pangan dan energi diproyeksikan tumbuh 2,9% yoy, sama seperti bulan sebelumnya.

Jika realisasi sesuai ekspektasi, maka ini akan menandai 55 bulan berturut-turut inflasi inti PCE berada di atas target 2% yang ditetapkan The Fed.

Inflasi Amerika Serikat memang sempat turun tajam setelah puncak pandemi pada 2022, namun tekanan kembali meningkat sepanjang 2025. Salah satunya dipicu kebijakan tarif impor Presiden Donald Trump, yang direspons pelaku usaha dengan menaikkan harga jual kepada konsumen.

Rilis kali ini sempat tertunda akibat penutupan pemerintahan AS atau government shutdown. Jika benar PCE mencapai 2,8% yoy, maka laju inflasinya akan setara dengan Consumer Price Index (CPI) untuk September, yang biasanya bergerak searah meski tidak selalu identik.

Klaim Awal Pengangguran AS Turun Tajam Tapi Jumlah PHK Bulanan Naik

Data tenaga kerja di AS menunjukkan dua sisi yang berbeda. AS mengumumkan laporan terbaru klaim awal pengangguran yang dirilis Departemen Tenaga Kerja AS pada Kamis (4/12/2025).

Data menunjukkan bahwa klaim awal tunjangan pengangguran turun signifikan sebesar 27.000 pada pekan yang berakhir 29 November, menjadi 191.000, jauh lebih rendah dibandingkan ekspektasi pasar. Penurunan ini memperlihatkan bahwa pasar tenaga kerja AS masih menunjukkan ketahanan, meskipun indikator ekonomi lainnya mulai melambat.

Rata-rata klaim empat mingguan, indikator yang lebih menggambarkan tren ketenagakerjaan juga turun 9.500 ke level 214.750.

Untuk klaim lanjutan, tingkat pengangguran terasuransi pada pekan yang berakhir 22 November tercatat stabil di 1,3%. Jumlah klaim lanjutan turun 4.000 menjadi 1.939.000, sementara rata-rata empat mingguan turun 6.250 menjadi 1.945.250.

Data ini memberikan sinyal bahwa pasar tenaga kerja AS masih cukup solid, meskipun ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed terus meningkat. Ketahanan pasar tenaga kerja kerap menjadi bahan pertimbangan penting bagi bank sentral dalam menentukan arah kebijakan moneter ke depan.

Sebaliknya, perusahaan-perusahaan di AS mengumumkan 71.321 pemutusan hubungan kerja (PHK) pada November 2025, jumlah tertinggi untuk bulan tersebut sejak 2022, dibandingkan 57.727 pada tahun sebelumnya. Ini menandai kedelapan kalinya tahun ini angka PHK lebih tinggi dibanding bulan yang sama tahun lalu.

Namun, jumlah PHK turun dari 153.074 pada Oktober, yang merupakan angka tertinggi untuk bulan Oktober sejak 2003.

Sektor dengan PHK terbanyak adalah telekomunikasi (15.139) dan teknologi (12.377)

Alasan utama PHK adalah restrukturisasi, yang mencapai 20.217 kasus.

Sepanjang Januari-November, perusahaan AS telah mengumumkan 1.170.821 PHK, tertinggi sejak 2020 dan meningkat 54% dibanding 11 bulan pertama tahun 2024.

Sementara itu, perusahaan AS mengumumkan rencana perekrutan hanya 9.074 posisi pada November 2025, jumlah terendah dalam tiga bulan terakhir.

JP Morgan Prediksi IHSG Tembus 10.000 pada 2026

Sentimen positif turut datang dari proyeksi institusi global terhadap pasar saham Tanah Air.

JP Morgan Indonesia dalam laporan Indonesia Equity 2026 Outlook memproyeksikan bahwa IHSG berpotensi menembus level 10.000 pada tahun 2026, didukung prospek ekonomi yang lebih kuat setelah melewati tahun transisi politik pada 2025.

Executive Director JP Morgan, Henry Wibowo, menjelaskan bahwa pihaknya memperkirakan belanja pemerintah akan meningkat signifikan pada 2026. Baik melalui anggaran fiskal maupun melalui dukungan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara).

Peningkatan belanja tersebut dinilai akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan memperkuat konsumsi domestik, seiring perbaikan kondisi makro global dan meredanya ketegangan geopolitik.

Dalam skenario optimistis (bull case), JP Morgan membidik IHSG dapat mencapai 10.000, sementara dalam skenario pesimistis (bear case), indeks diperkirakan berada di kisaran 7.800.

Henry juga menyampaikan bahwa pelonggaran kebijakan moneter diprediksi berlanjut tahun depan.
"Kami terus mengharapkan tren pelonggaran moneter akan berlanjut, karena kami memperkirakan penurunan suku bunga acuan BI sebesar 50bps tahun depan dengan prospek likuiditas sistem yang membaik," ujarnya.

Selain itu, JP Morgan memperkirakan arus masuk ekuitas dari investor institusi akan meningkat pada 2026, termasuk potensi alokasi lebih besar dari dana pensiun dan dana tenaga kerja milik negara. Kehadiran Danantara dinilai memiliki peluang besar menjadi "value enhancer" bagi pasar keuangan Indonesia pada tahun depan.

Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Menteri Pertanian akan melepas bantuan kemanusiaan untuk korban bencana di Pulau Sumatra di Mako Kolinlamil, Kota Jakarta Utara

  • Konferensi pers terkait perkembangan implementasi Just Energy Transition Partnership (JETP) di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kota Jakarta Pusat. Narasumber: Menko Perekonomian

  • Paparan Publik Tahunan PT VKTR Teknologi Mobilitas Tbk

  • Media Gathering Shopee 12.12 Birthday Sale di Aroem Mahakam Resto, Kota Jakarta Selatan

  • Cadangan Devisa Indonesia periode November
  • Uang Primer (M0) Indonesia November
  • Pidato Fed Bowman
  • Indeks Pengeluaran Pribadi (PCE) AS September
  •  Michigan Konsumen Sentimen

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBCINDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.



Most Popular