
Sejarah Setahun Era Soekarno-Prabowo: Timor Timur Lepas-Membelah Papua

4. Abdurrahman Wahid: Hapus Dwi Fungsi ABRI & Bentuk DEN (1999-2000)
Abdurrahman Wahid atau Gus Dur resmi dilantik sebagai Presiden ke-4 Republik Indonesia pada 20 Oktober 1999. Langkah-langkah Gus Dur pada masa awal pemerintahannya (1999-2000) sangat berpengaruh dalam menegakkan demokrasi dan menjaga keutuhan bangsa pasca-Reformasi.
Salah satu kebijakan penting Gus Dur adalah memisahkan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Dia ingin membentuk militer yang profesional, yang hanya berfokus pada bidang pertahanan negara. TNI tak lagi memiliki tanggung jawab di bidang keamanan dalam negeri dan sepenuhnya diambilalih Polri.
![]() Gus Dur |
Langkah reformasi itu tak berhenti di sana. Gus Dur juga berani membubarkan dua kementerian besar warisan Orde Baru, yakni Departemen Sosial (Depsos) dan Departemen Penerangan (Deppen).
Dalam The Authorized Biography of Abdurrahman Wahid (2002), Greg Barton menulis alasan utama pembubaran Depsos adalah maraknya "korupsi dan praktik-praktik pemerasan" di dalamnya.
Pembubaran Departemen Penerangan dilakukan karena lembaga itu dianggap tak lagi relevan dengan semangat demokrasi pasca-1998. Selama masa Orde Baru, Deppen dikenal sebagai alat represi negara yang kerap membredel media kritis.
Tak berhenti di ranah birokrasi, Gus Dur juga menorehkan langkah bersejarah dengan mencabut Instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun 1967 tentang agama, kepercayaan, dan adat istiadat Tionghoa. Kebijakan ini membuka kembali ruang bagi masyarakat Tionghoa untuk mengekspresikan budaya mereka secara terbuka setelah puluhan tahun ditekan.
Di bidang ekonomi, Gus Dur membentuk Dewan Ekonomi Nasional (DEN). DEN merupakan lembaga penasihat ekonomi untuk mempercepat pemulihan pasca-krisis dan mempersiapkan Indonesia menghadapi arus globalisasi. Emil Salim ditunjuk sebagai ketua, didampingi Subiakto Tjakrawerdaya sebagai wakil ketua dan Sri Mulyani Indrawati sebagai sekretaris.
Sejumlah ekonom ternama seperti Boediono, Anggito Abimanyu, H.S. Dillon, hingga pengusaha besar seperti T.P. Rachmat dan Alim Markus turut memperkuat dewan ini.
Pemerintahan Gus Dur pada dasarnya melanjutkan pondasi yang telah dibangun oleh Presiden Habibie dalam upaya menstabilkan ekonomi dan memperkuat demokrasi. Namun, Gus Dur menekankan perlunya pendekatan yang lebih menyeluruh. Strategi pembangunan yang dia canangkan mencakup lima pokok kebijakan utama:
-
Membangun sistem politik yang demokratis serta menjaga kesatuan dan persatuan bangsa.
-
Mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih.
-
Mempercepat pemulihan ekonomi dan membangun landasan pembangunan berkelanjutan yang berkeadilan.
-
Meningkatkan kesejahteraan rakyat dan ketahanan budaya nasional.
-
Memperkuat pembangunan daerah.
Langkah-langkah itu menunjukkan visi Gus Dur sebagai pemimpin yang ingin membawa Indonesia keluar dari masa transisi penuh gejolak, menuju negara yang demokratis, inklusif, dan berkeadilan sosial. Sayang, Gus Dur tak berhasil memimpin RI selama lima tahun. Pada 2001, dia dimakzulkan dan tugasnya digantikan oleh Wakil Presiden Megawati.
5. Megawati Soekarnoputri (2000-2001)
Megawati Soekarnoputri dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia kelima pada 23 Juli 2001, menggantikan Abdurrahman Wahid yang diberhentikan dari jabatannya oleh MPR.
Tak lama setelah dilantik, pada 9 Agustus 2001, Megawati mengumumkan susunan Kabinet Gotong Royong di Istana Negara, Jakarta. Dalam pidato pengumumannya, ia menegaskan komitmennya untuk menegakkan supremasi hukum dan menindak tegas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang masih mengakar kuat di berbagai sektor pemerintahan.
![]() Massa buruh menggelar aksi demonstrasi di depan gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis, (22/5/2025). Aksi tersebut menuntut kasus dugaan suap Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) diusut tuntas. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
Salah satu langkah penting di masa pemerintahannya adalah memulai langkah untuk melahirkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga akhirnya resmi berdiri pada Desember 2002. Lembaga ini lahir dari tekad untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan akuntabel.
Namun, Megawati juga menghadapi tantangan ekonomi yang berat. Kondisi keuangan negara masih tertekan akibat krisis ekonomi akhir 1990-an. Untuk menutup defisit dan memperkuat APBN, pemerintah menerapkan kebijakan privatisasi sejumlah BUMN dan penjualan aset negara.
Langkah itu antara lain dilakukan dengan melego saham BUMN, menjual aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), dan mengalihkan kepemilikan beberapa aset strategis kepada pihak asing.
Kebijakan tersebut menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Sebagian pihak menilai langkah itu sebagai cara realistis untuk menyelamatkan keuangan negara, sementara sebagian lainnya mengkritik penjualan aset strategis kepada asing sebagai bentuk "menjual kedaulatan ekonomi".
(mfa/mfa)