
Banjir Kabar Baik Gak Ngaruh! Selama BREN Masuk FCA, IHSG Bakal Suram?

IHSG jatuh dalam pada perdagasngan kemarin dan membuat posisinya tetap berada di bawah garis Moving Average 200. Pada pekan ini IHSG akan menguji support 6.900-6.910. Jika kembali breakdown, support selanjutnya adalah 6.800-6.810.
IHSG sebenarnya diselimuti oleh berbagai sentimen positif, hanya saja bobot saham Prajogo Pangestu yang besar mampu menutupi segala optimisme pasar.
![]() IHSG |
Dua saham Prajogo Pangestu menjadi penekan IHSG di akhir perdagangan, dengan saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi yang paling besar yakni mencapai 31,6 indeks poin. Selain BREN, ada saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang juga membebani IHSG hingga 29,9 indeks poin.
Saham BREN kembali membebani IHSG, seperti yang terjadi pada akhir Mei lalu. Bahkan, saham BREN kembali mencetak auto reject bawah (ARB), turun 10%, sejak awal sesi I hari ini.
Diketahui dalam beberapa hari terakhir, BREN sudah mencetak ARB sebanyak empat kali. Padahal pada Selasa kemarin, BREN sempat melesat dan mencetak auto reject atas (ARA).
BREN yang masih menggunakan mekanisme perdagangan full call auction (FCA) lagi-lagi membebani IHSG, mengingkat kapitalisasi pasar BREN masih cukup besar yakni mencapai Rp 993,36 triliun, sehingga pergerakannya juga mempengaruhi IHSG.
Padahal pasar sedang dibanjiri sentimen positif, yakni optimisme pasar terhadap pemangkasan suku bunga The Fed.
Mengutip perangkat FedWatch, probabilitas The Fed mempertahankan suku bunga pada pertemuan bulan ini sebesar 99,9%.
Para pelaku pasar melihat kemungkinan penurunan suku bunga tahun ini terjadi dua kali, yakni pada pertemuan September dan Desember.
Pada pertemuan 18 September 2024, pasar melihat kemungkinan The Fed menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin. Sehingga target suku bunga menjadi 5,00%-5,25%. Kemudian, The Fed akan sekali lagi menurunkan suku bunga sebesar 25 basis poin menjadi 4,75%-5,00% pada pertemuan 18 Desember 2024.
Harapan ini didukung oleh sejumlah data tenaga kerja dan performa manufaktur Amerika Serikat yang terlihat lesu.
Data terbaru, laporan Ketenagakerjaan ADP menunjukkan bahwa data penggajian swasta meningkat sebesar 152.000 pekerjaan pada bulan lalu, paling sedikit sejak bulan Januari dan jauh di bawah rata-rata 194.000 pada tahun lalu.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan lapangan kerja swasta meningkat sebesar 175.000 pada bulan lalu.
Kenaikan ini terjadi selama dua bulan berturut-turut oleh perusahaan-perusahaan terbesar, dengan jumlah pekerja yang menerima 500 atau lebih pekerja bertambah 98.000 orang, jumlah yang hampir sama dengan bulan sebelumnya.
Perusahaan-perusahaan menengah yang mempekerjakan antara 50 dan 499 pekerja menambah 79.000 pekerjaan dibandingkan dengan 59.000 pada April.
Sementara itu, perusahaan-perusahaan yang mempekerjakan kurang dari 50 pekerja memangkas 10.000 pekerjanya, yang merupakan pengurangan pekerja pertama di sektor yang diawasi ketat sejak bulan November, dan perusahaan manufaktur mengurangi 20.000 pekerja, yang terbesar sejak bulan Juli.
Laporan tersebut merupakan indikasi terbaru bahwa pertumbuhan lapangan kerja sedang moderat, namun pasar kerja belum sepenuhnya melemah akibat kenaikan suku bunga sebesar 525 basis poin dari Federal Reserve sejak Maret 2022, meskipun data lain menunjukkan pasar kerja mulai memasuki masa pertumbuhan. keseimbangan yang lebih baik.
ADP melaporkan pertumbuhan upah yang moderat bagi mereka yang berganti pekerjaan pada bulan kedua menjadi 7,8% tahun-ke-tahun, dan kenaikan gaji bagi mereka yang tetap bekerja tidak berubah selama tiga bulan berturut-turut sebesar 5%. Industri pendidikan, rekreasi, dan perhotelan mengalami peningkatan di atas rata-rata bagi mereka yang tetap bekerja, yakni sebesar 5,5%.
Para pejabat Fed terus mencermati pertumbuhan upah karena inflasi jasa, yang terbukti lebih sulit dikendalikan dalam upaya bank sentral untuk mengembalikan inflasi secara keseluruhan ke target 2%, sangat dipengaruhi oleh biaya upah perusahaan.
The Fed akan mengadakan pertemuan minggu depan pada tanggal 11-12 Juni dan diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pinjaman semalam tetap stabil di kisaran target 5,25% hingga 5,50% sejak bulan Juli. Para pembuat kebijakan juga akan memperbarui proyeksi mereka terhadap pertumbuhan ekonomi, pengangguran dan inflasi dan akan menentukan tingkat suku bunga kebijakan yang mereka anggap tepat untuk jangka pendek dan jangka panjang.
Selain kabar baik dari Amerika Serikat, sentimen positif datang dari negara dengan pengaruh perdagangan erat terhadap Indonesia, yakni China.
Ekspor Tiongkok kemungkinan besar tumbuh lebih cepat dan untuk bulan kedua di bulan Mei berkat membaiknya permintaan luar negeri, sehingga memberikan kenyamanan bagi para pejabat saat mereka menghadapi berbagai tantangan di dalam negeri untuk menopang pemulihan ekonomi yang tidak merata.
Data perdagangan untuk bulan Mei diperkirakan menunjukkan pengiriman keluar tumbuh sebesar 6,0% secara tahunan, menurut perkiraan median dari 32 ekonom dalam jajak pendapat Reuters pada hari Rabu, naik dari kenaikan 1,5% yang tercatat pada bulan April.
Impor kemungkinan tumbuh 4,2% pada bulan lalu, lebih lambat dibandingkan kenaikan 8,4% pada bulan April. Data akan dirilis pada hari Jumat.
Selama beberapa bulan terakhir, serangkaian data menunjukkan berbagai bagian perekonomian senilai $18,6 triliun pulih dengan kecepatan yang berbeda-beda.
Dana Moneter Internasional (IMF) pada pekan lalu merevisi perkiraan pertumbuhan Tiongkok sebesar 0,4 poin persentase menjadi 5% pada tahun 2024 dan 4,5% pada tahun 2025, namun memperingatkan bahwa sektor properti tetap menjadi risiko pertumbuhan utama.
Sentimen lainnya dari dalam negeri adalah pembahasan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok Pokok Kebijakan Fiskal (KEMPPKF) 2025 yang merupakan rancangan awal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN ini akan dijalankan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, target penerimaan negara tumbuh 12,14-12,36% dari produk domestik bruto (PDB). Langkah yang akan ditempuh antara lain efektivitas reformasi perpajakan.
Berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, defisit APBN era transisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Prabowo Subianto dirancang sebesar 2,45% - 2,82% dari PDB atau mencapai Rp 600 Triliun sehingga menjadi defisit APBN tertinggi dimasa transisi.
(ras/ras)