Sidang MK Memanas, Asing Kabur & The Fed Masih Galak, RI Bisa Apa?
- Pasar keuangan Tanah Air kemarin kembali merana, di mana rupiah makin mendekati level psikologis Rp 16.000/US$.
- Wall Street secara mayoritas ditutup melemah, karena data lapangan kerja kembali memanas, membuat investor kembali skeptis terkait pemangkasan suku bunga AS.
- Data inflasi PCE, klaim pengangguran mingguan AS, dan pidato beberapa pejabat The Fed akan dipantau oleh pasar pada hari ini.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kembali merana pada perdagangan Rabu (3/4/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kembali terkoreksi tetapi imbal hasil obligasi pemerintah RI kembali melandai.
Pasar keuangan Indonesia diperlkirakanĀ masih akan menghadapi guncangan pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup merosot 0,97% ke posisi 7.166,84. IHSG kembali ke level psikologis 7.100, setelah pada Selasa lalu berhasil memangkas koreksinya dan bertahan di level psikologis 7.200.
Nilai transaksi IHSG pada kemarin mencapai sekitar Rp 13 triliun dengan melibatkan18miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1 juta kali. Sebanyak194 saham terapresiasi,397saham terdepresiasi, dan 194 saham cenderung stagnan.
Investor asing kembali mencatatkan penjualan bersih (net sell) kemarin, bahkan nilainya semakin bertambah yakni hingga mencapai Rp 1,8 triliun di pasar reguler.
Secara sektoral, sektor teknologi menjadi pemberat terbesar IHSG pada akhir perdagangan kemarin, yakni mencapai 1,48%.
Sedangkan bursa Asia-Pasifik kemarin kompak berjatuhan dan tak ada yang menguat satupun, dengan KOSPI Korea Selatan yang paling parah koreksinya kemarin yakni mencapai 1,67%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin kembali ditutup terkoreksi di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 15.915/US$ di pasar spot, melemah 0,13% di hadapan dolar AS. Rupiah semakin mendekati posisi Rp 16.000/US$.
Adapun di Asia, secara mayoritas melemah. Hanya won Korea Selatan yang berhasil menguat kemarin yakni mencapai 0,11%.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Rabu kemarin.
Adapun di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin harganya kembali menguat, terlihat dari imbal hasil (yield) yang kembali menurun.
Melansir data dari Refinitiv, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun 0,2 basis poin (bp) menjadi 6,694%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield turun, maka tandanya investor sedang mengoleksi SBN.
Rupiah yang masih lesu turut membebani IHSG kemarin. Padahal pada perdagangan Selasa lalu, IHSG sudah berhasil menguat, meski masih berada di level psikologis 7.200.
Jika pada perdagangan Kamis hari ini IHSG terkoreksi lagi, maka ada kemungkinan indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut terkoreksi ke level psikologis 7.000.
Rupiah yang melemah terjadi meski indeks dolar AS cenderung melandai. Indeks dolar AS turun ke posisi sekitar 104, di mana sebelumnya melandai, indeks dolar sempat menyentuh level 105.
Tekanan terhadap rupiah terjadi baik dari eksternal maupun internal.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto menjelaskan salah satu faktor yang membuat rupiah melemah yakni menurunnya optimisme pelaku pasar perihal pemangkasan suku bunga AS tahun ini.
Hal ini terjadi akibat kuatnya data ekonomi AS belakangan ini, khususnya dari inflasi AS yang mengalami kenaikan menjadi 3,2% (year-on-year/yoy) hingga data ketenagakerjaan yang masih cukup kuat ditandai dengan unemployment rate yang masih berada di angka 3,9%.
Selain faktor eksternal, pelemahan rupiah juga disebabkan oleh kondisi dalam negeri. Di antaranya adalah tingginya permintaan dolar AS menjelang lebaran, outflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) hingga inflasi yang kembali naik.
"Sementara dari domestik ada permintaan US$ terkait repatriasi dan masih outflow-nya asing di pasar SBN. Rilis data inflasi Indonesia kemarin yg di atas ekspektasi, yg banyak disebabkan oleh volatile food, ikut mendorong pelemahan rupiah," imbuhnya.
(chd/chd)