Gak Usah Bingung! Ini Penyebab Saham Perbankan Raksasa RI Rontok

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
03 April 2024 17:20
kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian
Foto: kolase foto/ BCA, BRI, Mandiri, BNI / Aristya Rahadian

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham-saham perbankan kompak rontok lagi.  Penurunan saham-saham perbankan tercatat sejak awal April 2024 setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan siaran pers SP-41/OJK/GKPB/III/2024 mengenai berakhirnya stimulus restrukturisasi kredit perbankan dalam rangka penanganan pandemic Covid-19.

Ambruknya saham perbankan juga disebabkan besarnya aliran dana asing keluar atau capital outflow di sektor tersebut.

Pelemahan saham perbankan juga disebabkan oleh besarnya modal asing yang keluar atau capital outflow. Dalam sepekan, BCA dan BRI tercatat net foreign sell lebih dari Rp1 triliun. Hal ini menunjukkan adanya aksi taking profit dari investor asing setelah profit dari capital gain sekaligus dividen yang telah dirilis.

Penurunan beberapa saham perbankan membawa pengaruh signifikan dengan melemahnya pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Tercatat sejak awal April 2024 IHSG mencatatkan penurunan hingga 1,50% hingga perdagangan intraday hari ini Rabu (3/4/2024) di level 7.179,73.

Catatan Bank Indonesia berdasarkan data transaksi 25 - 27 Maret 2024 menunjukkan investor asing tercatat melakukan aksi jual neto sebesar Rp 1,59 triliun di pasar saham.

Tercatat investor asing dalam sepekan juga telah mulai melepas saham-saham perbankan setelah mendapatkan dividen dan harga saham-saham perbankan telah mencapai all time high.

Seperti diketahui, saham-saham bank mencetak rekor tertinggi pada Februari hingga awal Maret 2024. saham BRI atau BBRI ditutup melesat dan kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa barunya pada perdagangan Jumat (8/3/2024).

Hingga akhir perdagangan, saham BBRI melonjak 2,01% ke posisi harga Rp 6.350/unit. Pada posisi BBRI per akhir perdagangan pada 8 Maret menjadi rekor tertinggi barunya (all time high/ATH). Adapun terakhir BBRI mencetak ATH yakni pada perdagangan 20 Februari lalu di Rp 6.300/unit.

Melesatnya saham BBRI hingga kembali mencetak ATH barunya lagi terjadi menjelang pembagian dividen untuk tahun buku 2023. Adapun periode cum date dari dividen BBRI adalah pada 13 Maret mendatang.

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) terpantau  menyentuh rekor tertinggi setelah stock split pada perdagangan Kamis (14/3/2024) di posisi Rp 10.325 per lembar. Saham terbang menjelang RUPS pada tanggal tersebut.

Sementara itu, OJK resmi mengakhiri kebijakan stimulus restrukturisasi kredit perbankan untuk dampak Covid-19 pada 31 Maret 2024. Berakhirnya kebijakan tersebut konsisten dengan pencabutan status pandemi Covid-19 oleh pemerintah pada Juni 2023, serta mempertimbangkan perekonomian Indonesia yang telah pulih dari dampak pandemi, termasuk kondisi sektor riil.

Restrukturisasi kredit yang diterbitkan sejak awal 2020 telah banyak dimanfaatkan oleh debitur terutama pelaku UMKM. Stimulus restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan counter cyclical dan merupakan kebijakan yang sangat penting (landmark policy) dalam menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum untuk melewati periode pandemi.

OJK menilai kondisi perbankan Indonesia saat ini memiliki daya tahan yang kuat (resilient) dalam menghadapi dinamika perekonomian dengan didukung oleh tingkat permodalan yang kuat, likuiditas yang memadai, dan manajemen risiko yang baik.

Berbagai indikator pada Januari 2024 menunjukkan perbankan Indonesia dalam kondisi yang baik, tercermin dari rasio kecukupan modal (CAR) di level 27,54%.

Kondisi likuiditas yang ditunjukkan oleh Liquidity Coverage Ratio (LCR) sebesar 231,14% dan Alat Likuid/Non Core Deposit (AL/NCD) sebesar 123,42% serta tingkat rentabilitas yang memadai.

Hal ini diharapkan dapat menjadi bantalan mitigasi risiko yang solid di tengah kondisi perekonomian global yang masih tidak menentu. Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga di bawah threshold 5 persen yaitu NPL Gross sebesar 2,35% dan NPL Nett sebesar 0,79%.

Kebijakan stimulus OJK yang merupakan kebijakan sangat penting (landmark policy) dalam menjaga ketahanan sektor perbankan selama masa pandemi, berakhir sesuai dengan masa berlakunya. Kontribusi ini merupakan kisah keberhasilan (success story) kontribusi signifikan sektor perbankan menopang perekonomian nasional melewati periode pandemi.

Untuk memastikan kelancaran normalisasi kebijakan tersebut, Bank tetap dapat melanjutkan restrukturisasi kredit Covid-19 yang sudah berjalan. Sedangkan permintaan restrukturisasi kredit baru dapat dilakukan dengan mengacu pada kebijakan normal yang berlaku yaitu POJK No. 40/2019 tentang Kualitas Aset.

Di satu sisi, berakhirnya restrukturisasi ini menunjukkan kondisi perbankan Indonesia yang semakin sehat. Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran NPL akan meningkat karena sudah tidak ada kelonggaran. Terlebih, suku bunga saat ini masih relatif tinggi dan belum ada tanda-tanda pemangkasan.

CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation