Investor Berdebar Tunggu Sabda Powell, IHSG Bisa Jungkat Jungkit
- Pekan ini akan ada testimoni Powell yang dinantikan oleh para pelaku pasar terutama mengenai kebijakan suku bunga dan kapan pemotongan suku bunga dimulai
- China akan merilis data inflasi dan neraca dagang yang menjadi sinyal bagi para pelaku pasar untuk melihat pertumbuhan ekonomi
- Musim RUPST tiba, investor akan mendapatkan kepastian pembagian dividen
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia cenderung tertekan sepanjang pekan kemarin. Meskipun pasar saham ditutup di zona hijau, tapi penguatannya terbatas. Sementara mata uang garuda takluk oleh dolar Amerika Serikat.
Berbagai sentimen pekan ini bisa dibaca di halaman ketiga. Mulai dari sentimen dalam negeri maupun luar negeri yang dapat menjadi penggerak bagi pasar keuangan RI baik pasar saham maupun rupiah.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup turun tipis 0,06% ke posisi 7.311,91 pada perdagangan Jumat (1/3/2024). Secara mingguan kinerja IHSG naik 0,23%.
Mengutip data Bursa Efek Indonesia, sepanjang pekan lalu dana asing keluar cukup deras dari pasar saham. Tercatat senilai Rp3,03 triliun sepanjang minggu dana asing hengkang.
Saham milik taipan Prajogo Pangestu PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi yang teratas mendongkrak IHSG atau top leaders dengan kenaikan 12,73% sepanjang pekan dan berkontribusi sebesar 27,13 poin.
Sementara PT Chandra ASri Pacifik Tbk (TPIA), saham Prajogo lainnya, bercokol di peringkat tiga top leaders IHSG selama sepekan dengan kenaikan 4,01% dan menyumbang 5,73 poin untuk IHSG.
Di sisi lain, PT Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) menjadi saham yang membebani laju IHSG alias top laggards. Saham GOTO terkoreksi 12,66% sepanjang pekan atau membebani 21,21 poin untuk IHSG.
Penguatan IHSG dibayangi oleh sentimen pasar yang membaik paska rilis data inflasi belanja personal (personal consumption expenditure/PCE) Amerika Serikat (AS) periode Januari 2024 yang sesuai dengan ekspektasi pasar sebelumnya.
Biro Analisis Ekonomi Departemen Perdagangan AS melaporkan inflasi PCE pada Januari lalu naik tercatat 2,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) dan mencapai 0,3% secara bulanan (month-to-month/mtm). Angka bulanan lebih tinggi dari periode Desember 2023 yang tumbuh 0,1%, namun secara tahunan lebih rendah dari Desember 2023 yang tumbuh 2,6%.
Angka ini juga sudah sesuai dengan ekspektasi pasar, yang memperkirakan inflasi PCE tumbuh 0,3% (mtm) dan 2,4% (yoy).
Data inflasi PCE yang sudah sesuai prediksi membuat pasar dapat sedikit bernafas lega, meski dinilai masih cukup panas.
Akan tetapi, data inflasi Indonesia yang mengalami kenaikan di atas ekspektasi pasar yakni sebesar 2,75% (year-on-year/yoy) membebani pasar. Sebagai informasi, angka inflasi tersebut masih dalam rentang target pemerintah yakni 1,5-3,5%.
BPS mengemukakan inflasi pada Februari ini disebabkan oleh kelompok bahan makanan, beras, cabai merah, daging ayam, tomat, dan bawang putih, serta gula pasir. Di luar makanan dan minuman, BPS mencatat emas perhiasan, angkutan udara dan kontrak rumah rumah turut memberikan andil signifikan.
Inflasi pangan yang tinggi akan mampu menggerus daya beli sehingga akan mempengaruhi tingkat konsumsi masyarakat. Ujung-ujungnya akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dampak lain adalah potensi peningkatan angka kemiskinan di Indonesia.
Sehingga inflasi pangan yang melonjak menjadi salah satu alasan para pelaku pasar 'mengerem' aksi beli di pasar saham Indonesia.
Sementara itu mata uang Garuda terpantau melemah sepanjang pekan kemarin. Rupiah melemah 0,67% secara mingguan dan ditutup di Rp15.695/US$.
Rupiah ambruk terutama dipicu oleh besarnya arus capital outflow.
Merujuk data Bank Indonesia berdasarkan transaksi 26-29 Februari 2024, investor asing mencatat jual neto Rp2,00 triliun terdiri dari jual neto Rp0,82 triliun di pasar Surat Berharga Negara, jual neto Rp2,64 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp1,46 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Investor asing memilih meninggalkan pasar keuangan Indonesia karena belum ada tanda-tanda pemangkasan suku bunga di AS. Dari dalam negeri, kondisi twin deficit membuat Indonesia menjadi kurang menarik.
Indonesia membukukan twin deficit dari transaksi berjalan dan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Indonesia mencatatkan defisit Transaksi Berjalan hingga US$1,3 miliar pada kuartal IV-2023 sementara secara keseluruhan tahun 2023 defisitnya mencapai US$1,6 Miliar atau 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Di sisi lain APBN 2023 defisit sebesar Rp347,6 triliun atau 1,65% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Dari eksternal, tekanan datang dari melemahnya ekonomi China dan sejumlah negara maju serta perkembangan di AS.
Guncangan eksternal terjadi di tengah pelemahan ekonomi global yang diperkirakan terjadi pada 2024 khususnya dari beberapa negara maju di dunia.
Sementara itu, bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) belum juga menunjukkan tanda akan memangkas suku bunga.
(ras/ras)