
Tukang Cukur Argentina: Tarif Naik 100 x, Makan Masih Susah

- Risiko krisis semakin menjadi-jadi saat ini di tengah suku bunga mayoritas negara di dunia yang enggan turun.
- AS membuat banyak negara lain mengikuti jejaknya. Namun inflasi yang menggila membuat suku bunga harus naik.
- Lonjakan inflasi di Argentina memakan banyak korban dari tukang cukur sampai perbankan
Jakarta, CNBC Indonesia - Lonjakan inflasi di Argentina membuat banyak orang harus memutar otak untuk menekan dampaknya. Tak hanya bank sentral, lonjakan inflasi juga membuat tukang cukur harus menanggung beban.
Sebuah tulisan tangan dalam sebuah buku menceritakan puluhan tahun kehidupan kerja seorang tukang cukur di Buenos Aires. Namun hal ini juga menceritakan kisah lain, yang paling penting bagi Argentina yakni kisah inflasi sebesar 19.900% dan dampaknya yang melumpuhkan.
Di tempat pangkas rambut kecilnya dengan lantai kayu berpasir dan jendela kaca yang menghadap ke jalan di luarnya, Ruben Galante selama empat dekade telah menyaksikan presiden datang dan pergi, berbagai krisis ekonomi, dan kenaikan harga yang cepat.
Pria berusia 67 tahun ini telah mencatat setiap potongan rambut selama lebih dari 20 tahun, sebuah sejarah pribadi yang jarang terjadi mengenai pasang surut inflasi selama periode data resmi yang tidak merata dan terkadang tidak dapat diandalkan.
Buku catatan Galante yang berjajar warna-warni, yang disimpan di rak kecil di sudut tokonya, menunjukkan bahwa antara tahun 1991 dan 2023, harga potong rambut naik dari 15 peso menjadi 3.000 peso.
Bila dirupiahkan maka angkanya melonjak dari Rp 1.345 kini terbang menjadi Rp 134.582 seperti saat ini.
Menurut buku catatan Galante, pada masa jabatan Presiden Alberto Fernandez yang beraliran kiri-tengah saat ini, terjadi kenaikan harga yang paling cepat dibandingkan pemerintahan mana pun selama tiga dekade tersebut sekitar 757% sejak ia menjabat pada bulan Desember 2019.
"Ini adalah krisis yang sangat panjang dan terus bertambah buruk, hal ini membuat kita menjadi miskin" kata Galante kepada Reuters di tokonya yang dikutip dari Reuters.
Inflasi sejauh ini merupakan kekhawatiran utama para pemilih menjelang pemilihan umum pada 22 Oktober. Angka 124% per tahun - tingkat tertinggi sejak 1991 - mendorong munculnya tokoh radikal sayap kanan, Javier Milei, yang ingin menghapus mata uang peso Argentina.
Beberapa ekonom memperkirakan inflasi pada akhir tahun bisa mendekati 200%. Ketika harga-harga melonjak, Argentina mengalami krisis biaya hidup yang parah dan menyebabkan empat dari 10 orang berada dalam kemiskinan.
Galante mengkhawatirkan anak-anaknya yang sudah dewasa, seorang putra di Buenos Aires dan seorang putri yang pindah ke luar negeri, yang merupakan bagian dari pemikiran anak-anak muda Argentina yang mencari peluang lebih baik.
"Anak saya punya akademi musik dan dia selalu bekerja keras dan dia masih belum bisa membeli properti, dia tidak bisa membeli mobil," katanya. "Dia bekerja sangat keras tetapi uangnya tidak bertahan lama."
Sebagai seorang tukang cukur muda, Galante yang berusia 26 tahun pertama kali menyewa tokonya di lingkungan Belgrano yang rindang pada tahun 1982, tahun terakhir kediktatoran militer. Tiga tahun kemudian dia membeli toko itu dengan bantuan bank.
Tahun-tahun awal merupakan masa peralihan dari krisis politik dan ekonomi ketika negara ini kembali ke sistem demokrasi, namun kemudian mengalami hiperinflasi pada akhir tahun 1980an, ketika harga-harga yang sangat tinggi dapat berubah beberapa kali dalam sehari.
Hal ini terhenti pada tahun 1991 ketika pemerintahan Carlos Menem mematok peso satu lawan satu dengan dolar. Galante ingat menetapkan harganya sebesar 15 peso, yang akan ia pertahankan selama lebih dari satu dekade.
Saat berusia dua puluh tahun di ibu kota kosmopolitan Amerika Selatan, Galante, merasa nyaman. Harga 15 peso sama dengan $15 dengan patokan mata uang. Argentina, yang seabad lalu merupakan kekuatan ekonomi global, masih menjadi salah satu negara terkaya di kawasan ini.
Dia ingat pernah mengunjungi kafe di sebelahnya untuk minum kopi beberapa kali sehari, bepergian, makan di luar, dan mengisi kembali peralatan pangkas rambutnya secara teratur. Kini dia jauh lebih berhati-hati.
Pendapatan per potong rambut Galante telah turun dalam dolar menjadi sekitar $4 atau sekitar Rp 62.740 (RP 15.685/U$!)sekarang dengan nilai tukar paralel yang digunakan sebagian besar orang Argentina.
"Daya beli saya pada tahun-tahun itu, yaitu 15 peso, jauh lebih tinggi dibandingkan saat ini," katanya, seraya menambahkan bahwa penghasilannya dari sekali potong rambut kini bahkan tidak mampu membeli pizza mozzarella. "Sebelum kamu bisa mendapatkan lima."
Kemerosotan ekonomi selama bertahun-tahun telah menggerogoti pendapatan dan tabungan masyarakat Argentina. Kelompok terkaya mencoba menyimpan dana di luar negeri dalam dolar untuk menghindari inflasi dan devaluasi mata uang.
Bank Sentral Argentina kembali mengerek tingkat suku bunga acuannya menjadi 118% pada Kamis pekan lalu (5/10/2023). Meski suku bunga sudah terbang, bank sentral Argentina dipekirakan masih akan mengerek suku bunga karena inflasi yang terus melonjak.
Langkah kebijakan pengetatan moneter yang agresif diambil bank sentral, seiring dengan kesulitan yang dihadapi pemerintah Agrentina dalam mengatasi inflasi. Pada Oktober 2023, inflasi Argentina masih menembus level 118%, level tertinggi dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.
Pada Januari 2022 saja, suku bunga Argentina sudah berada di level 40%, seiring berjalannya waktu alih-alih menunjukan penurunan nyatanya inflasi semakin menggila dan kebijakan suku bunganya juga mengekor.
Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), Argentina menjadi negara ketiga dengan kenaikan inflasi paling tinggi di dunia. Argentina hanya berada di belakang Venezuela dan Zimbabwe.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(aum/aum)