Newsletter

Pertama dalam Sejarah! RI Akan Dagang Karbon Mulai Hari Ini

Aulia Mutiara, CNBC Indonesia
26 September 2023 06:00
PLN
Foto: dok PLN

Hari ini akan menjadi momen sejarah dalam penanganan perubahan iklim serta pasar keuangan Indonesia, Bursa Karbon RI akan resmi beroperasi pada hari ini. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan beberapa pejabat negara rencananya akan resmi membuka perdagangan hari pertama bursa karbon Indonesia pada pukul 09:00 WIB hari ini. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menerbitkan Nomor 12/SEOJK.04/2023 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Perdagangan Karbon Melalui Bursa Karbon (SEOJK 12/2023) sebagai aturan teknis dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2023.

Melalui Bursa Karbon tersebut, Indonesia mampu mengambil peran lebih besar dalam upaya pengendalian dampak perubahan iklim secara global.

Platform perdagangan karbon yang sudah mulai dipersiapkan sejak tahun 2022 ini akan memainkan peran penting mengingat Indonesia merupakan negara yang hampir 70%  pemenuhan pengurangan emisi karbonnya berbasis pada sektor alam.

OJK akan menetapkan allowance atau kredit karbon di mana alokasi kuota emisi karbon  yang ditetapkan tahunan pada awal periode  bagi setiap peserta pasar. Satu kredit karbon setara dengan pengurangan atau penurunan emisi sebesar satu ton karbon dioksida.

Peserta bursa diwajibkan melaporkan emisi yang dihasilkan secara berkala dan mereka yang melebihi batas emisinya bisa membeli kuota tambahan dari peserta lain yang berhasil menghasilkan emisi lebih sedikit.

Hampir semua kegiatan manusia akan menghasilkan karbon dioksida, gas yang berkontribusi kepada efek rumah kaca yang meningkatkan panas di bumi dan mengakibatkan perubahan iklim. 

Menurut OJK ada beberapa skema dalam bursa karbon, apa saja?

Dalam penyelenggaraan bursa karbon di Indonesia, akan ada dua jenis produk yang diperdagangkan. Keduanya adalah Persetujuan Teknis Batas atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) serta Sertifikasi Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPE-GRK).

Sebelum peluncuran dilakukan, saat ini OJK dan semua jajaran terkait tengah mempersiapkan untuk peningkatan kapasitas hingga pemahaman terhadap ekosistem perdagangan karbon yang cenderung baru di Indonesia.

Perubahan iklim yang terjadi akan memberikan dampak buruk terhadap ekosistem kehidupan, keragaman hayati (biodiversity) hingga keberlangsungan hidup manusia dan produksi makanan. Kenaikan suhu di permukaan bumi akan menimbulkan berbagai bencana seperti kebakaran lahan, kekeringan, hingga mencarinya es di kutub.

Untuk itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa atau United Nations melalui United Nations Framework Conventions of Climate Change telah menyeragamkan aksi dari seluruh negara di dunia dengan membuat sebuah perjanjian untuk menekan produksi emisi karbon. Perjanjian ini ditanda-tangani oleh 195 negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), termasuk Indonesia, di Kota Paris, Prancis pada tanggal 23 April Tahun 2016 lalu.

Perjanjian inilah yang kemudian dikenal dengan istilah Paris Agreement. Perjanjian ini meminta agar setiap negara anggota PBB untuk mengurangi produksi emisi gas rumah kaca.

Hingga kini, pemerintah Indonesia terus melakukan upaya untuk memenuhi komitmen nasionalnya soal perubahan iklim. Babak baru tampak akan dimulai setelah bursa karbon bukan hanya ucapan belaka. Kini sudah ada di depan mata.

Selain bursa karbon, OJK juga terus mendorong taksonomi hijau Indonesia (THI). OJK mengingatkan, pembiayaan ke depannya harus difokuskan pada entitas yang mengimplementasikan kebijakan yang memenuhi tujuan Sustainable Development Goals (SDGs).

Untuk mencapai tujuan keberlanjutan tersebut, OJK juga telah meluncurkan beberapa insentif di bidang penerbitan obligasi hijau dan pembiayaan untuk ekosistem kendaraan listrik dan terus melakukan kolaborasi internasional antara pemangku kepentingan.

Dengan ini investor patut melihat pergerakan saham emiten di bidang energi baru dan terbarukan (EBT). Setidaknya ada enam saham yang bergerak di bidang EBT diantaranya MUTU, KEEN, PGEO, ARKO, MEDC, dan BRPT.

Biaya Perdagangan Karbon

Terkait biaya, dalam Surat Edaran 00013/BEI/09-2023 tentang biaya Pengguna Jasa Bursa Karbon, BEI menyatakan tidak akan memungut biaya pendaftaran unit karbon.

Namun, perusahaan yang akan menjadi operator bursa karbon itu akan memungut 0,11% dari setiap nilai transaksi jual-beli oleh Pengguna Jasa Karbon pada pasar regular dan dan negosiasi.

Sementara untuk pasar lelang dan non regular pengguna jasa karbon akan dipungut 0,22% dari setiap nilai transaksi jual maupun beli.

BEI akan memberikan insentif biaya transaksi kepada Pengguna Jasa Bursa Karbon dengan memangkas 50 persen dari biaya tersebut. Diskon ini berlaku hingga 31 Oktober 2023.

Dengan begitu, biaya transaksi untuk pasar regular dan negosiasi hanya dipungut 0,05% dari nilai transaksi. Sementara itu untuk pasar lelang dan non-regular dipungut sebesar 0,11%.

Selain itu, BEI juga memungut Rp25 ribu per penarikan dana dari rekening pengguna jasa bursa karbon. Selain itu, BEI juga membuka pelatihan bagi pengguna Jasa Bursa Karbon, dengan memungut tambahan biaya Rp1 juta per orang.

Berkaca Pada China dan Perjalanan Panjangnya Meluncurkan Bursa Karbon

Perjalanan China membangun bursa karbonnya tentu tidak mudah, negeri tirai bambu ini terus melakukan evaluasi dan perubahan. Kalau dilihat ke belakang, pada Desember 2017, pemerintah China merilis Rencana Pembangunan Pasar Perdagangan Emisi Karbon Nasional (Industri Pembangkit Listrik), yang memulai sistem perdagangan emisi karbon nasional.

Kemudian, negara penghasil emisi terbesar di dunia ini telah meluncurkan sistem perdagangan emisi terbesar di dunia, yang akan memainkan peran penting dalam mencapai puncak dan mengurangi emisi karbon Tiongkok.

China secara resmi meluncurkan uji coba perdagangan karbon di tujuh provinsi dan kota pada tahun 2013. China tampak tidak melakukan ini dengan setengah-setengah. Sistem perdagangan emisi nasional (ETS), yang diluncurkan pada 16 Juli 2021, sejauh ini hanya mencakup satu sektor: pembangkit listrik.

Namun, 2.162 perusahaan yang termasuk di dalamnya menghasilkan sekitar 4,5 miliar ton emisi CO2 setiap tahunnya. Bandingkan dengan batas emisi EU ETS pada tahun 2021 sebesar 1,6 miliar ton CO2.

ETS merupakan bagian dari rencana Cina untuk menggunakan "mekanisme pasar" dalam mencapai puncak emisi karbonnya pada 2030 yang sejalan dan target emisi karbon nol bersih pada 2060 yang dijanjikan Presiden Xi Jingping.

(aum/aum)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular