Newsletter

Huru-Hara di AS Bertambah Lagi, IHSG & Rupiah Bisa Bergejolak

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
22 September 2023 06:00
Presiden Joe Biden berbicara di Pangkalan Gabungan Elmendorf-Richardson untuk memperingati peringatan serangan teroris 11 September, Senin, 11 September 2023, di Anchorage, Alaska.
Foto: Rangkaian bendera Amerika Serikat dipasang di Washington D.C., menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih, Joe Biden dan Kamala Harris. (AP/Alex Brandon)

Pada perdagangan terakhir pekan ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen dan risiko baik dari dalam ataupun luar negeri. Salah satu sentimen terbesar akan datang dari Amerika Serikat (AS). 
Ambruknya Wall Street serta tumbangnya saham teknologi bisa menularkan sentimen negatif ke pasar keuangan Tanah Air. Gejolak baru dari pemerintahan AS juga bisa menekan rupiah dan SBN. Selain itu, masih panasnya pasar tenaga kerja AS harus menjadi perhatian pasar.

Sentimen yang perlu diwaspadai adalah potensi gagalnya rancangan undang-undang (RUU) untuk mencegah pemerintah AS melakukan penutupan (shutdown) menambah kekhawatiran pelaku pasar setelah mereka dibuat kecewa oleh sikap The Fed.

Para pemimpin Partai Republik di DPR AS kemarin membuat majelis tersebut memasuki masa reses, yang kemungkinan besar menghilangkan harapan untuk meloloskan RUU untuk mendanai pemerintah dalam beberapa hari mendatang.

Perubahan jadwal tersebut merupakan kegagalan yang memalukan bagi Ketua DPR Kevin McCarthy, seorang warga California yang perlu menyatukan kaukus Partai Republik yang terpecah untuk menghindari shutdown pada akhir bulan ini.

"Kami ingin menghindari penutupan ini sebisa kami," kata Senator Markwayne Mullin, mengatakan kepada CNBC International, Kamis (21/9/2023) waktu AS.

Namun yang utama, kekecewaan pasar masih terjadi setelah The Fed mengindikasikan belum akan merubah sikap hawkish-nya selama inflasi belum mencapai target yang ditetapkan dan data-data pendukung masih cukup kuat.

The Fed memang sudah menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% sesuai ekspektasi pasar. Namun, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.

Hasil rapat Federal Open Market Committee (FOMC) juga mengindikasikan jika kebijakan moneter yang ketat akan tetap berlanjut hingga 2024 dan akan memangkas suku bunga lebih sedikit dari indikasi sebelumnya.

Dokumen dot plot The Fed menunjukkan suku bunga akan ada di kisaran 5,5-5,75% pada tahun ini. Artinya, ada indikasi jika The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 25 bp lagi hingga akhir tahun.

The Fed menjelaskan jika mereka akan memutuskan kebijakan ke depan secara hati-hati berdasarkan data yang berkembang serta mempertimbangkan outlook serta risikonya. Keputusan The Fed ini mengecewakan pasar yang sudah berekspektasi jika The Fed akan memangkas suku bunga secara signifikan pada tahun depan.

Data terbaru dari pasar tenaga kerja AS menunjukkan ekonomi AS masih panas. Jumlah pegawai AS yang mengajukan klaim pengangguran berkurang 20.000 orang menjadi 201.000 pada pekan yang berakhir pada 16 September. Jumlah tersebut adalah yang terendah sejak pekan terakhir Januari 203.

Klaim pengangguran yang rendah menjadi sinyal jika pasar tenaga kerja AS masih panas sehingga inflasi AS sulit ditekan. Kabar ini tentu saja membuat dunia kecewa karena bisa menjadi pertimbangan The Fed untuk tetap hawkish lebih lama.

Selain The Fed, bank sentral lain seperti bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) juga mengumumkan kebijakan suku bunganya kemarin. Sama seperti The Fed, BoE memutuskan untuk menahan suku bunga acuannya di level 5,25%. Padahal pasar sebelumnya memperkirakan BoE akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 bp menjadi 5,5%.

Namun, ada perbedaan suara saat pertemuan BoE berlangsung. Komite Kebijakan Moneter (KKM) BoE memberikan suara 5-4 mendukung mempertahankan suku bunga. Gubernur Bailey, pembuat kebijakan Broadbent, Dhingra, Pill dan Ramsden memberi suara untuk mempertahankannya, sementara Cunliffe, Greene, Haskel dan Mann ingin menaikkan suku bunga menjadi 5,5%.

Ditahannya suku bunga BoE terjadi setelah inflasi Inggris mulai melandai, meski angkanya masih cukup tinggi dan tentunya masih jauh dari target BoE di kisaran 2%.

Sebelumnya pada Rabu lalu, inflasi konsumen (consumer price index/CPI) Inggris secara tak terduga melandai menjadi 6,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus lalu, dari sebelumnya sebesar 6,8% pada Juli lalu.

Angka inflasi Inggris terbaru ini lebih rendah dari perkiraan pasar yang naik menjadi 7%, berdasarkan survei Reuters.

Khususnya CPI inti, yang tidak termasuk harga pangan, energi, alkohol dan tembakau yang berfluktuasi mencapai 6,2% (yoy) pada Agustus, turun dari sebelumnya 6,9% pada Juli lalu.

Sementara dari dalam negeri, BI juga memutuskan untuk kembali menahan suku bunga acuannya di level 5,75%. Hal ini sudah sesuai dengan ekspektasi pasar dan konsensus yang dihimpun dari CNBC Indonesia.

Selain BI dan The Fed serta BOE,  terdapat bank sentral Swedia, Brasil, Swiss dan Turki juga menentukan kebijakan suku bunga kemarin. Bank sentral Swedia dan Turki mengerek suku bunga sementara Swiss memilih menahan. Sementara itu, bank sentral Brasil memangkas suku bunga sebesar 50 bp menjadi 12,75%.

Bank sentral Turki kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 500 bp menjadi 30%, sesuai dengan prediksi pasar. Sedangkan bank sentral Brasil memangkas suku bunga sebesar 50 bp menjadi 12,75%.

Bank sentral Arab Saudi, yang rencananya diumumkan kemarin kemudian ditunda hingga pemberitahuan lebih lanjut.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular