
Rontok Berjamaah, Suku Bunga Fed Buat Rupiah - Minyak Tumbang

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% sesuai ekspektasi pasar. Namun, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetap hawkish dan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.
Pernyataan The Fed yang masih akan hawkish ke depan sontak membuat pasar kecewa. Tak hanya bursa saham, keputusan The Fed disambut negatif bursa komoditas. Harga komoditas mulai dari minyak mentah hingga emas ambrol. Begitu pula dengan bursa saham.
Kebijakan The Fed yang masih bisa hawkish akan berimplikasi pada banyak hal. Di antaranya adalah meningkatnya ketidakpastian global, capital outflow di Emerging Market, penguatan dolar, melemahnya ekonomi AS dan global, serta melandainya permintaan akan komoditas.
Berikut lima korban dari masih garangnya The Fed.
1. Bursa Saham Global Termasuk IHSG
Pada awal perdagangan pasar saham RI (IHSG) anjlok 0,13% di level 7.002,71 pada perdagangan hari ini, Kamis (21/9/2023), pukul 09.15 WIB. Penurunan didorong oleh lemahnya sektor teknologi, keuangan dan energi.
Bukan hanya IHSG yang terkoreksi pada awal perdagangan, Bursa Asia-Pasifik juga dibuka di zona merah pada perdagangan Kamis (21/9/2023), di mana investor di kawasan tersebut juga merespons sikap bank sentral Amerika Serikat (AS) setelah mengumumkan kebijakan suku bunga terbarunya.
Per pukul 08:31 WIB, indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,86%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,64%, Shanghai Composite China terpangkas 0,23%, Straits Times Singapura melandai 0,87%, ASX 200 Australia terdepresiasi 0,71%, dan KOSPI ambles 1,22%.
Sebelumnya, bursa Wall Street ditutup terkoreksi pada perdagangan Rabu kemarin. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,22% ke posisi 34.440,879, S&P 500 merosot 0,94% ke 4.402,2, dan Nasdaq Composite ambruk 1,53% menjadi 13.469,13.
Penurunan sektor teknologi RI didorong oleh penurunan saham-saham teknologi AS yang ditutup anjllok pada perdagangan S&P 500.
Saham-saham teknologi terkoreksi parah, dengan saham informasi teknologi dan layanan komunikasi merupakan dua sektor dengan kinerja terburuk di S&P 500. Saham Microsoft ambruk lebih dari 2%, sedangkan saham Nvidia dan Alphabet (Google) anjlok lebih dari 3%. Ketiganya menjadi 'beban' indeks Nasdaq.
2. Mata Uang Termasuk Rupiah
Nilai tukar rupiah melemah 0,16% di posisi 15.399/US$1 hingga pukul 09.20 WIB. Pelemahan ini melanjutkan pelemahan lima hari beruntun.
Mayoritas mata uang Asia juga bertekuk lutut terhadap dolar AS. Ringgit Malaysia ambles 0,15%, dolar Singapura menyusut 0,19%, baht Thailand jeblok 0,30%, rupee India jatuh 0,33% dan yuan China melemah 0,18%.
Hanya yen Jepang yang menguat 0,05% pada pagi hari ini.
3. Emas
Harga emas langsung jeblok setelah pengumuman The Fed. Harga emas di pasar spot pada perdagangan Rabu (20/9/2023), ditutup di posisi US$ 1.929,68 per troy ons. Harga emas melemah 0,07%. Posisi tersebut adalah yang terendah dalam empat hari perdagangan terakhir.
Pelemahan kemarin juga memperpanjang tren negitif emas yang melemah 0,11% pada hari sebelumnya. Dalam dua hari terakhir, harga emas melemah 0,17%.
Analis independen Tai Wong menjelaskan pelemahan emas disebabkan oleh signal The Fed yang masih akan hawkish ke depan..
"Pergerakan emas didorong oleh dot plot The Fed yang lebih hawkish daripada yang diperkirakan. Harga sanga logam mulia lebih berpotensi naik jika saja The Fed dovish," tutur Tai Wong, dikutip dari Reuters.
Dalam setahun terakhir, harga emas sangat dipengaruhi oleh keputusan The Fed. Harga emas akan langsung ambruk begitu The Fed mengisyaratkan hawkish.
Kebijakan ketat The Fed akan melambungkan dolar AS serta imbal hasil surat utang pemerintah AS.
Penguatan dolar membuat harga emas semakin mahal dibeli sehingga tidak menarik buat investor. Emas juga tidak menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil surat utang AS membuat emas kurang menarik.
Analis dari Standard Chartered, Suki Cooper, menjelaskan emas sulit menguat siginfikan selama pasar belum melihat adanya pemangkasan suku bunga.
"Kalaupun harga emas naik itu akan tidak akan bertahan lama. Momentum kenaikan hanya terjadi jika pasar yakin suku bunga akan melandai," ujar Cooper.
4. Batu bara
Harga batu bara juga jeblok setelah melaju kencang tiga hari. Melansir Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak Oktober pada perdagangan Rabu (20/9/2023) ditutup di posisi US$164,5 per ton. Harga batu bara ambruk 2,23%.
Pelemahan ini memutus tren positif harga pasir hitam yang melaju kencang selama tiga hari perdagangan sebelumnya.
Harga batu bara melemah karena aksi profit taking, masih hawkishnya kebijakan suku bunga di Amerika Serikat (AS) serta proyeksi melemahnya permintaan.
The Fed memang menahan suku bunga di level 5,25-5,5% pada Rabu kemarin.
Namun, The Fed mengisyaratkan adanya kenaikan lagi ke depan. Dengan suku bunga yang masih akan naik maka ekonomi AS dan global bisa tertahan sehingga permintaan komoditas akan menurun.
5. Crude Palm Oil/CPO
Pada perdagangan Rabu (20/9/2023) harga CPO ditutup ambrol 0,77% ke posisi MYR 3.720 per ton. Harga CPO sudah ambruk dalam tiga hari perdagangan pekan ini dengan total pelemahan mencapai 1,72%.
Turunnya harga CPO karena terbebani oleh melemahnya minyak nabati saingannya, meskipun penurunan tersebut dibatasi oleh ekspor yang lebih baik.
Pada perdagangan kemarin, kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian, DBYcv1, turun 0,6%, sedangkan kontrak minyak sawit DCPcv1 naik 0,2%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade BOcv1 naik 0,1%.
Harga minyak nabati ikut terdampak dari keputusan The Fed. Dengan suku bunga yang masih bisa tinggi maka ada kemungkinan eonomi global melambat sehingga permintaan akan minyak nabati turun.
6. Minyak mentah
Pada perdagangan Rabu (20/9/2023), minyak WTI ditutup anjlok 1,01% ke posisi US$90,28 per barel, begitu juga minyak brent ditutup terkoreksi 0,86% ke posisi US$93,53 per barel.
Harga minyak turun sekitar 1% ke level terendah satu minggu pada hari perdagangan Rabu, yang dimana merupakan penutupan terendah bagi Brent sejak 13 September. Masih hawkishnya The Fed dikhawatirkan ikut menekan ekonomi AS yang merupakan konsumen terbesar minyak mentah dunia.
