Newsletter

Pak Jokowi Bakal Dapat Kado Spesial Hari Ini! Pasar RI Happy?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
15 September 2023 06:00
ini Deretan Aksi Jokowi Bikin Dunia Ngamuk
Foto: Infografis/ini Deretan Aksi Jokowi Bikin Dunia Ngamuk/Aristya Rahadian
  • Pelaku pasar makin pede The Fed tahan suku bunga pekan depan, IHSG menghijau, Rupiah menguat, dan Surat Berharga Negara (SBN) kembali dilirik investor.
  • Wall Street kompak ditutup hijau kendati mayoritas data AS yang dirilis semalam tak sesuai ekspektasi.
  • Surplus neraca dagang RI potensi lanjut lagi karena lonjakan harga batubara, ini potensi jadi penopang gerak pasar RI hari ini.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kompak sumringah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menghijau, rupiah ditutup menguat, kemudian Surat Berharga Negara (SBN) mulai dilirik investor lagi.

Pasar keuangan hari ini tampaknya bisa lanjut menguat. Selengkapnya mengenai proyeksi pasar keuangan Indonesia bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG sepanjang hari kemarin, Kamis (14/9/2023) berhasil ditutup menguat 0,34% ke posisi 6959,33. IHSG yang menguat kemarin bertahan cukup lama sejak melesat dari titik terendah pada awal perdagangan di posisi 6929,35.

Penguatan kemarin melanjutkan pergerakan hijau hari sebelumnya, akan tetapi masih nampak sulit untuk menguji level psikologis IHSG di 7000. 

Sepanjang perdagangan kemarin nilai transaksi yang tercatat pada IHSG sebesar Rp13,33 triliun, ini merupakan nilai yang tertinggi sepanjang empat hari perdagangan pekan ini. Asing juga mencatat net buy di seluruh market senilai Rp965,03 miliar kemarin, ini menunjukkan minat asing mulai tertarik masuk lagi ke pasar Tanah Air.

Volume transaksi tercatat sebanyak 35,36 miliar lembar saham yang setara dengan frekuensi 1,18 juta kali. Kemudian pada sepanjang perdagangan kemarin, ada sebanyak 241 saham yang menguat, 282 saham melemah, sementara sisanya 232 saham bergerak stagnan.

Investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp 965,03 miliar pada perdagangan kemarin. Hal ini berbanding terbalik dengan net sell pada hari sebelumnya.

Beralih ke nilai tukar rupiah terpantau juga bergerak ke zona hijau, melansir data Refinitiv mata uang Garuda berhasil ditutup menguat 0,10% ke angka Rp15.350/US$ pada hari Kamis (14/9/2023). Posisi ini mematahkan tren pelemahan rupiah sejak 1 September 2023.

Head of Fixed Income PT Sucorinvest Asset Management, Dimas Yusuf menilai pergerakan Rupiah masih cenderung terjaga di tengah tekanan eksternal. Strategi kebijakan BI dan kondisi fundamental ekonomi yang kuat dirasa cukup menopang stabilitas mata uang Garuda.

"Saya liat Rupiah jauh lebih percaya diri dibandingkan sebelumnya, ini adalah hasil dari beberapa terobosan Bank Indonesia untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah, dan didukung penguatan fundamental kita, ada juga beberapa kebijakan baru untuk retain Devisa Hasil Ekspor (DHE) serta instrumen baru SRBI" ungkap Dimas pada program Money Talks, CNBC Indonesia, Kamis (14/9/2023).

Chief Economist Bank Syariah Indonesia, Banjaran Surya Indrastomo juga menilai langkah BI yang akan meluncurkan instrumen moneter baru yakni Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) merupakan strategi untuk mendukung stabilitas nilai tukar dan mengoptimalkan Surat Berharga Negara (SBN) yang dimiliki BI.

Kemudian beralih lagi pada pergerakan imbal hasil SBN tenor 10 tahun yang menjadi acuan pasar terpantau mulai dilirik investor kembali Nilainya pada akhir perdagangan Kamis (14/9/2023) turun 4 basis poin (bps) menjadi 6,64%.

Hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor mulai kembali lagi ke SBN.

Bursa wall street ditutup kompak menguat disinyalir karena ekspektas the Fed bakal menahan suku bunga pekan depan, kendati sejumlah rilis data malam ini tak sesuai ekspektasi.

Indeks Dow Jones ditutup menguat 0,96% atau 331,58 poin ke 34.907,11. Indeks Nasdaq menanjak 0,81% atau 112,47 poin ke 13.926,05 sementara indeks S&P 500 terapresiasi 0,84% atau 37,66 poin ke 4.505,1.

Menguatnya bursa AS salah saunya ditopang oleh aksi Initial Public Offerring (IPO) Arm. Perusahaan yang dimiliki Softbank tersebut terbang 24,7% setelah melantai do bursa AS.

"Kesuksesan IPO Arm membawa pelaku pasar untuk tetap percaya diri. Tentu saja IPI Arm bukan yang terbaik dalam sejarah tetapi hargaenya sangat baik sehingga pasar tertarik. Ini membuat pelaku pasar percaya bahwa peluang dan optimism akhirnya kembali lagi ke sini," tutur Art Hogan, chief market strategist dari B. Riley Financial, dikutip dari CNBC International.

Bursa AS yang menghijau merupakan respon pasar yang menilai kebijakan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) bakal menahan suku bunga.pada pertemuan pekan depan.

Salah satu alasannya adalah inflasi inti AS (Core CPI) yang rilis kemarin untuk periode Agustus 2023 sudah sesuai ekspektasi. Tak hanya itu, Core PPI untuk periode yang sama rilis malam ini hasilnya sesuai ekspektasi tumbuh 2,2% secara tahunan (year-on-year/yoy)

Inflasi inti menjadi satu pertimbangan paling penting bagi the Fed karena merupakan ukuran yang paling murni dibandingkan inflasi secara umum.

Selain itu, proyeksi AS mengalami resesi juga sudah semakin turun, bahkan beberapa pengamat mempertimbangkan kondisi AS bisa menghindari resesi di tengah era suku bunga tinggi.

Melansir dari poling Reuters menunjukkan peluang resesi AS pada 2023 semakin melandai. AS diperkirakan hanya akan menghadapi mild recession. Menurut Reuters, peluang AS terjadi resesi 2023 yang diukur pada Oktober tahun lalu berada di angka 70%, tetapi pada Agustus tahun ini proyeksi nya hanya 40%.

Dengan alasan kondisi resesi yang bisa ditekan tidak terlalu serta inflasi inti yang melandai sesuai ekspektasi, maka pasar menilai the Fed sudah memungkinkan untuk mulai menahan suku bunga pada pertemuan pekan depan.

Hal ini juga semakin didukung dengan perhitungan peluang the Fed menahan suku bunga mencapai 97%, menurut CME Fedwatch Tool.

Kendati demikian, dinamika pasar juga masih potensi bergerak volatile mengingat sejumlah data AS yang rilis malam ini tak begitu sesuai ekspektasi.

Data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 9 September 2023 naik ke 220.000 dibandingkan minggu sebelumnya sebesar 217.000. Nilai tersebut masih berada di bawah ekspektasi pasar yang proyeksi bisa naik ke 225.000.

Kemudian ada data penjualan ritel AS untuk periode Agustus 2023 tumbuh 0,6% secara bulanan (month on month/MoM) dibandingkan sebelumnya sebesar 0,5% MoM. Sayangnya, pertumbuhan penjualan ritel yang lebih tinggi secara bulanan tak terlalu tercermin dalam basis tahunan (year-on-year/yoy) yang malah turun jadi 2,5% yoy dibandingkan sebelumnya 2,6% yoy.

Sementara itu data inflasi untuk produsen atau producer price index (PPI) periode Agustus 2023 hasilnya tumbuh 1,6% yoy, lebih panas dibandingkan konsensus sebesar 1,2% dan bulan sebelumnya sebesar 0,8%.

Bursa saham AS juga diwarnai keputusan bank sentral Eropa (ECB) yang menaikkan suku bunga lagi untuk yang kesepuluh kalinya dalam tahun ini. ECB menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,0%.

Pasar keuangan mulai dari bursa saham, nilai tukar rupiah, hingga Surat Berharga Negara (SBN) hari ini tampaknya bisa melanjutkan gairah perdagangan hari kemarin.

Bursa Wall Steret yang kompak menguat juga  bisa menjadi satu katalis positif yang diharapkan bisa menular ke pasar Tanah Air.

Semakin mendekati pekan ketiga bulan ini yang merupakan minggu paling panas karena akan ada pertemuan The Fed pada 19-20 September, akan tetapi pelaku pasar sudah mulai optimis bank sentral AS bakal menahan suku bunga pada pertemuan kali ini.

Hal ini karena ada sejumlah alasan yang dinilai cukup kuat untuk mempertahankan suku bunga. Pertama dari nilai inflasi inti (Core CPI) periode Agustus 2023 yang sudah melandai sesuai ekspektasi di 4,3% yoy dari sebelumnya 4,7% yoy. Selain itu, semalam data Core PPI pada periode yang sama juga turun sesuai ekspektasi ke 2,2% yoy dibanding bulan sebelumnya sebesar 2,4%.

Inflasi inti dinilai lebih murni dibandingkan inflasi pada umum-nya, oleh karena itu ini menjadi hal paling fundamental bagi kebijakan the Fed nantinya yang dinilai mulai melunak.

Terutama pada Core CPI yang berada di 4,3% yoy sudah di bawah suku bunga acuan the Fed di sekitar 5,25% - 5,50%. Pasar mulai menilai suku bunga saat ini sudah cukup memadai untuk mempertahankan inflasi inti melandai.

Tak hanya itu, persoalan resesi AS yang sempat santer terdengar pada tahun lalu sudah mulai dilupakan pasar. Melansir poling Reuters juga menunjukkan peluang terjadi resesi AS pada tahun ini sempat diukur pada Oktober 2023 mencapai 70%, tetapi sekarang nilainya sudah semakin melandai, terakhir pada Agustus 2023 peluang AS bisa resesi di kisaran 40%.

Pasar memperkirakan resesi yang potensi terjadi di AS akan lebih ringan dari yang diperkirakan sebelumnya.

Dengan, resesi ringan ditambah inflasi inti yang semakin melandai, suku bunga the Fed potensi semakin optimis ditahan. Hal ini juga didukung dengan perhitungan peluang the Fed menahan suku bunga mencapai 97%, menurut CME Fedwatch Tool.

Oleh karena itu, respon investor saat ini sudah mulai optimis untuk masuk kembali ke market, hal ini akan berdampak pada capital inflow yang potensi meningkat sehingga gairah pasar diharapkan bisa kembali bullish.

Kendati demikian, ada sejumlah data AS yang hasilnya tak sesuai ekspektasi rilis semalam juga perlu diwaspadai.

Data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 9 September 2023 naik ke 220.000 dibandingkan minggu sebelumnya sebesar 217.000. Nilai tersebut masih berada di bawah ekspektasi pasar yang proyeksi bisa naik ke 225.000.

Kemudian ada data penjualan ritel AS untuk periode Agustus 2023 tumbuh 0,6% secara bulanan (MoM) dibandingkan sebelumnya sebesar 0,5% MoM. Sayangnya, pertumbuhan penjualan ritel yang lebih tinggi secara bulanan tak terlalu tercermin dalam basis tahunan (year-on-year/yoy) yang malah turun jadi 2,5% yoy dibandingkan sebelumnya 2,6% yoy.

Sementara itu data inflasi untuk produsen atau producer price index (PPI) periode Agustus 2023 naik 1,2% (yoy), lebih panas dibandingkan konsensus sebesar 1,2% dan bulan sebelumnya sebesar 0,8%. Hal ini mengikuti inflasi konsumen (CPI) yang juga memanas ke 3,7% (yoy), lebih tinggi dari perkiraan pasar yang proyeksi naik 3,6% yoy.

Pasar juga masih potensi diwarnai hasil keputusan bank sentral Eropa (ECB) semalam yang menaikkan suku bunga lagi. Kenaikan suku bunga ini merupakan yang ke-10 kali di tahun ini, ECB menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,0%.

Bank Sentral Eropa Resmi Naikkan Suku Bunga Lagi

Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) pada 14 September 2023 secara resmi memutuskan menaikkan suku bunga deposit facility rate untuk yang ke-10 kali nya sebesar 25 basis poin (bps) ke posisi 4,0%. Artinya ECB sudah mengerek suku bunga sebesar 450 bps dari -0,50% pada awal 2022 menjadi 4,00% seperti sekarang ini.

ECB menaikkan suku bunga sebagai langkah untuk melawan inflasi yang dinilai masih tinggi untuk jangka waktu yang lama dan masih sulit masuk ke target walau sudah ada tanda penurunan.

Akibatnya, tingkat operasi refinancing utama mencapai angka tertinggi dalam 22 tahun sebesar 4,0%. Menurut proyeksi makro ekonomi staf ECB bulan September untuk Kawasan Euro, rata-rata inflasi diperkirakan mencapai 5,6% pada 2023 dan 3,2% pada 2024, keduanya lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, terutama terjadi karena lonjakan harga harga energi.

Sebaliknya, proyeksi tingkat suku bunga pada tahun 2025 telah dipangkas menjadi 2,1%. Selain itu, terdapat sedikit revisi ke bawah terhadap perkiraan laju inflasi inti, dengan rata-rata sebesar 5,1% pada tahun 2023, 2,9% pada tahun 2024, dan 2,2% pada tahun 2025.

Bank sentral Eropa tersebut juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan PDB secara signifikan, dan kini melakukan antisipasi perekonomian akan tumbuh sebesar 0,7% pada  2023, 1,0% pada 2024, dan 1,5% pada2025.

Kondisi Eropa memang sudah cukup lesu dengan ekonomi nya yang secara resmi sudah masuk resesi sejak kuartal I-2023, hal ini diumumkan kantor statistik Uni Eropa (UE), Eurostat yang menyebut zona Euro resmi memasuki resesi teknis pada kuartal I-2023 setelah ekonomi terkontraksi 0,1% dalam dua kuartal berturut-turut.

Kondisi ekonomi yang lesu juga turut dirasakan China, pasalnya beberapa indikator ekonomi tercatat belum sesuai ekspektasi walau sudah ada perbaikan.

Seperti inflasi untuk periode Agustus 2023, Tiongkok mencatatkan pertumbuhan 0,1% yoy, sudah lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang deflasi -0,3% yoy tetapi masih belum sesuai ekspektasi pasar yang proyeksi bisa tumbuh 0,2% yoy. Inflasi inti juga tak berubah masih di 0,8% yoy dibandingkan bulan lalu.

Berbagai pengamat ekonomi mengatakan perlu adanya dukungan kebijakan untuk menopang sang Naga Asia bisa bangkit lagi, salah satunya ada dengan stimulus.

Prospek Stimulus China

Seperti diketahui, sejumlah stimulus sudah diguyur China sebagai booster Ekonomi. Mulai dari stimulus untuk meningkatkan permintaan sektor properti yang terpantau masih lesu karena skandal Evergrande dan perlambatan ekonomi.

Sektor properti menyumbang sekitar 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB) China sehingga pemangkasan bunga hingga uang muka pembelian rumah bagi warga Tiongkok diharapkan bisa mendongkrak sektor lain

Terbaru, stimulus juga semakin digencarkan dengan aksi bank sentral China (PBOC) yang memangkas jumlah rasio cadangan perbankan (RRR) untuk kedua kalinya pada tahun ini.

PBoC menurunkan rasio cadangan perbankan sebesar 25 bps menjadi 7,4%, penurunan akan berlaku mulai hari ini, Jumat (15/9/2023). Langkah ini dilakukan untuk membantu bank-bank bisa menstimulasi ekonomi yang melambat.

"Pemangkasan ini akan membantu mempertahankan likuiditas yang cukup memadai"di sistem perbankan," ungkap PBoC dalam pernyataan resminya. .

Adapun, pengurangan rasio cadangan perbankan dapat membebaskan 450-500 miliar yuan atau sekitar US$55 miliar-US$69 miliar, menurut Duncan Wrigley, kepala ekonom China di Pantheon Macroeconomics yang dikutip dari Bloomberg pada Kamis (14/9/2023).

Tiongkok adalah motor utama penggerak ekonomi Asia, tujuan ekspor terbesar untuk Indonesia, serta salah satu investor terbesar di Tanah Air. Dengan perbaikan ekonomi China maka dampak positifnya akan menjalar ke berbagai sektor mulai dari pasar keuangan, investasi sektor riil, hingga perdagangan

Batubara Membara, Neraca Dagang RI Potensi Surplus Lagi Jadi 40 Bulan Beruntun

Beralih ke dalam negeri, pada hari ini pukul 09.00 WIB akan rilis data neraca perdagangan periode Agustus 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Surplus neraca perdagangan diperkirakan meningkat pada Agustus 2023 ditopang oleh kenaikan harga batu bara.Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2023 akan mencapai US$ 1,50 miliar.

Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Juli 2023 yang mencapai US$ 1,31 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 40 bulan beruntun di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Terakhir kali Indonesia mencatat defisit adalah pada April 2020 atau lebih dari tiga tahun lalu.

Catatan surplus panjang ini tentu saja menjadi kabar baik mengingat surplus akan membantu kinerja transaksi berjalan dan rupiah. Periode awal Presiden Jokowi juga lebih kerap diwarnai dengan defisit karena impor yang melambung. Karena itulah, catatan surplus 40 bulan beruntun akan  menjadi kado spesial buat pemerintahan Jokowi.
Rekor panjang surplus yang terakhir terjadi pada era Presiden Susilo BambangYudhoyono yakni 42 bulan
dari Oktober 2004 hingga Maret 2008.

Polling CNBC Indonesia juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 21,83% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 9,66% pada Agustus 2023.

Sebagai catatan, nilai ekspor Juli 2023 terkoreksi 18,03% (yoy) tetapi naik 1,36% (month to month/mtm) menjadi US$ 20,88 miliar. Impor terkontraksi 8,32 (yoy) tetapi naik 14,1% (mtm) menjadi US$ 19,57 miliar.

Ekspor diperkirakan jeblok pada Agustus 2023 seiring dengan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang, terutama dari China.
Namun, menguatnya harga batu bara menopang ekspor dan menahan penurunan ekspor lebih dalam.

Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Agustus tercatat US$ 152,98 per ton. Harganya lebih tinggi dibandingkan pada Juli yang tercatat US$ 140,92 per ton ataupun US$ 139,42 per ton pada Juni 2023.

Batu bara menyumbang nilai ekspor sekitar 15% terhadap total ekspor Indonesia sehingga pergerakan harganya akan sangat menentukan posisi surplus neraca dagang Tanah Air.

Agenda Ekonomi :

  • Penjualan Ritel China (09.00 WIB)

  • Tingkat Pengangguran China (09.00 WIB)

  • Neraca Dagang Indonesia (09.00 WIB)

  • CNBC Indonesia Investment Expo 2023 hari kedua

Agenda Perusahaan :

  • Pelaksanaan RUPSLB KMTR

  • Pelaksanaan RUPSLB PANI

  • Pelaksanaan RUPSLB SBAT

  • Cum date dividen TEBE sebesar Rp30 per lembar

Berikut Indikator Ekonomi Terbaru

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected] 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular