Newsletter

Pekan Pembuktian: Adu Kuat Belanja Warga AS, RI Hingga China

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
09 December 2024 06:26
Pola Konsumsi Warga RI Berubah Karena Israel
Foto: Infografis/ Produk FMCG/ Edward Ricardo
  • Pasar keuangan Tanah Air pada pekan lalu terpantau bervariasi, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil sumringah, sedangkan rupiah mulai stabil, dan SBN kembali merana.
  • Wall Street secara mayoritas bergairah, di tengah prospek pemangkasan suku bunga The Fed meski data tenaga kerja makin membaik
  • Pada hari ini, pasar akan memantau data inflasi China dan IKK Indonesia

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air pada pekan lalu terpantau beragam, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cerah bergairah sedangkan rupiah sudah mulai stabil, namun obligasi pemerintah Indonesia terpantau merana.

Pada pekan lalu, IHSG melesat 3,77% secara point-to-point (ptp). Sementara pada perdagangan Jumat (6/12/2024), IHSG ditutup melesat 0,95% ke posisi 7.382,78.

IHSG pun berhasil menyentuh kembali level psikologis 7.300 dan makin mendekati level psikologis 7.400 pada pekan lalu,

Sepanjang pekan lalu, investor masih mencatatkan penjualan bersih (net sell) sebesar Rp 1,93 triliun di pasar reguler. Namun di pasar tunai dan negosiasi, asing sudah mulai mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 1,28 triliun.

Sedangkan untuk rupiah sepanjang pekan lalu mulai membaik dan cenderung stabil, di mana mata uang Garuda turun tipis 0,03% secara point-to-point pekan lalu.

Pada perdagangan Jumat lalu, rupiah ditutup naik tipis 0,06% di Rp 15.845/US$. Sayangnya, rupiah masih mendekati level psikologis Rp 16.000/US$.

Sementara di pasar SBN, imbal hasil (yield) tenor 10 tahun yang merupakan acuan SBN negara berada sepanjang pekan lalu terpantau naik 7,7 basis poin (bps) menjadi 6,948%, dari sebelumnya pada posisi pekan sebelumnya di 6,871%.

Yield yang naik menandai harga SBN yang sedang turun, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Yield SBN naik juga menandakan bahwa investor cenderung sedang melepas SBN, terutama investor asing.

IHSG yang kembali pulih terjadi di tengah optimisme investor akan hadirnya fenomena window dressing pada Desember 2024.

Pasar modal biasanya akan memasuki musim window dressing jelang akhir tahun. Secara garis besar, window dressing merupakan strategi yang digunakan oleh suatu perusahaan dan manajer investasi untuk menarik investor, yakni dengan cara mempercantik laporan atau kinerja keuangan dan portofolio bisnis yang dimilikinya.

Bahkan secara historis, IHSG seringkali mencatatkan kinerja positif pada Desember. Apalagi yang ditunggu oleh pasar yakni bangkitnya saham perbankan raksasa, setelah beberapa hari terakhir merana.

Saham perbankan menjadi salah satu sektor yang akan tertopang oleh fenomena window dressing, karena tiap tahunnya, perbankan akan mempercantik kinerja akhir tahunnya. Ditambah, valuasi perbankan raksasa yang masih cukup murah juga menambah saham tersebut makin menarik.

Efek dari strategi tersebut biasanya tidak hanya berlangsung pada akhir kuartal tiap tahun-nya. Akan tetapi bisa berlanjut ke bulan bulan setelah-nya yang juga dikenal sebagai January Effect, dengan catatan kondisi makro ekonomi juga semakin mendukung.

Di lain sisi, rupiah juga sudah mulai stabil meski masih mendekati level psikologis Rp 16.000/US$. Prospek pemangkasan suku bunga juga menjadi penopang IHSG dan rupiah pada pekan lalu.

Beralih ke AS, bursa saham Wall Street sepanjang pekan lalu secara mayoritas bergairah, di mana hanya indeks Dow Jones yang terpantau lesu pada pekan lalu.

Secara point-to-point pada pekan lalu, indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) melemah 0,63%. Namun indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite terpantau bergairah pekan lalu. S&P 500 menguat 0,83%, sedangkan Nasdaq melonjak 3,34%.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, indeks Dow Jones melemah 0,28%. Sedangkan S&P 500 menguat 0,25% dan Nasdaq melesat 0,81%.

S&P 500 dan Nasdaq cerah bergairah karena data pekerjaan AS memicu ekspektasi pasar akan pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) pada pertemuan bulan ini.

Laporan Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan pertumbuhan pekerjaan melonjak pada November lalu, tetapi peningkatan angka pengangguran menjadi 4,2% menunjukkan pasar tenaga kerja mereda.

Data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS yang dirilis Jumat lalu menunjukkan nonfarm payrolls (NFP) meningkat sebesar 227.000 pada November, setelah revisi kenaikan menjadi 36.000 di bulan Oktober.

Karena data belakangan ini berfluktuasi, para ekonom kini fokus pada rata-rata pertumbuhan payroll selama tiga bulan terakhir yang mencapai 173.000.

Tingkat pengangguran sedikit meningkat, sementara pertumbuhan upah melampaui ekspektasi.

Angka-angka ini, setelah disesuaikan dengan dampak mogok kerja di Boeing Co dan badai, mendukung pandangan The Fed bahwa pasar tenaga kerja tetap solid, meskipun tidak lagi menjadi sumber utama inflasi.

Meskipun tekanan harga tetap tinggi dalam beberapa bulan terakhir, The Fed telah mulai menurunkan suku bunga untuk mendorong ekonomi dan menjaga stabilitas lapangan kerja.

Ketua The Fed, Jerome Powell menyatakan bahwa keputusan bank sentral untuk memulai penurunan suku bunga dengan langkah setengah poin pada September dirancang untuk memberikan "sinyal kuat" tentang niat The Fed mendukung pasar tenaga kerja.

Pada pertemuan November, kebijakan kembali ke pengurangan suku bunga seperempat poin, dan beberapa pejabat mengindikasikan mungkin akan segera ada jeda dalam pemotongan, mengingat ketahanan ekonomi.

Kabar ini membuat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (US Treasury) melandai, dan dolar AS pun ikutan melemah. Pelaku pasar kini meningkatkan spekulasi adanya pemotongan suku bunga oleh The Fed pada akhir bulan ini.

Pejabat The Fed juga akan memantau data terbaru terkait harga konsumen dan produsen, serta penjualan ritel, sebelum pertemuan terakhir mereka tahun ini pada 17-18 Desember 2024.

Sejumlah sentimen dari dalam dan luar negeri akan mempengaruhi pasar keuangan domestik pada hari ini hingga beberapa hari ke depan pada pekan ini, mulai dari rilis data inflasi China hingga inflasi Amerika Serikat (AS).
Hari ini, Senin (9/12/2024), Bank Indonesia juga akan merilis data Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) untuk November. Data inflasi AS, China, dan IKK Indonesia sama-sama akan mencerminkan kekuatan konsumsi di masing-masing negara.

Pada hari ini, China akan merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK). Konsensus memperkirakan bahwa China akan mengalami inflasi secara tahunan sebesar 0,5% secara tahunan (year-on-year/yoy).

Jika hal tersebut benar terjadi, maka sentimen positif akan terjadi dan memberikan angin segar juga kepada Indonesia karena artinya roda perekonomian China mulai pulih dan Indonesia akan terdampak positif mengingat China merupakan mitra dagang utama Indonesia.

Pada hari ini, Bank Indonesia (BI) akan merilis data Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) November 2024. Indeks ini akan merepresentasikan optimisme konsumsi masyarakat di Indonesia. Apabila hasilnya meningkat, maka daya beli dan kepercayaan konsumsi masyarakat dinilai positif namun apabila kembali menurun, maka yang terjadi adalah sebaliknya.

Kemudian esok harinya yakni Selasa mendatang, BI kembali akan merilis data penjualan ritel untuk periode Oktober 2024.

Sebelumnya, penjualan ritel di Indonesia tumbuh sebesar 4,8% secara tahunan (yoy) pada September 2024, melambat dibandingkan dengan kenaikan 5,8% pada bulan sebelumnya.

Ini menandai bulan kelima berturut-turut adanya peningkatan dalam omset ritel, dengan penjualan terutama meningkat untuk makanan (6,9% vs 8,0% pada Agustus), bahan bakar (8,1% vs 4,3%), pakaian (0,5% vs 2,7%), dan suku cadang & aksesori otomotif (3,5% vs 1,4%).

Sementara itu, penjualan mengalami penurunan dengan laju yang lebih cepat untuk barang-barang budaya & rekreasi (-3,1% vs -0,2%), informasi & komunikasi (-12,1% vs -9,8%), dan peralatan rumah tangga (-7,0% vs -5,7%).

Untuk bulan Oktober, diperkirakan penjualan ritel akan naik 1,0%. Secara bulanan, penjualan ritel turun 2,5% pada September, berbalik dari kenaikan 1,7% pada Agustus.

Selanjutnya pada Rabu (11/12/2024), AS akan merilis data IHK dan IHK inti baik secara bulanan maupun tahunan.

Hingga saat ini, IHK secara tahunan diperkirakan akan mengalami peningkatan dari 2,6% yoy pada Oktober menjadi 2,7% yoy pada November 2024.

Jika hal ini benar terjadi, maka probabilitas bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menurunkan suku bunganya di bulan ini akan semakin kecil mengingat angka inflasi yang terus meningkat.

Kemudian pada Kamis (12/12/2024), Departemen Tenaga Kerja AS akan merilis angka klaim pengangguran (awal dan lanjutan).

Sampai saat ini, konsensus memperkirakan angka klaim pengangguran awal tidak akan jauh berbeda dibandingkan periode sebelumnya.

Untuk diketahui, klaim pengangguran awal di AS naik menjadi 224.000 untuk minggu yang berakhir pada 30 November, dari 213.000 pada minggu sebelumnya, melebihi ekspektasi pasar yang sebesar 215.000 dan mencatatkan angka tertinggi dalam enam minggu.

Meskipun ada kenaikan ini, hasil tersebut masih mendukung pandangan bahwa pasar tenaga kerja AS tetap berada pada level yang kuat secara historis meskipun ada siklus pengetatan agresif oleh Federal Reserve dalam beberapa kuartal terakhir, memberikan ruang bagi bank sentral untuk memperlambat laju pelonggaran moneter jika inflasi tetap tinggi.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Rilis data final pertumbuhan ekonomi Jepang kuartal III-2024 (06:50 WIB),
  2. Rilis data inflasi China periode November 2024 (08:30 WIB),
  3. Rilis data indeks keyakinan konsumen Indonesia periode November 2024 (10:00 WIB),

 

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. Ex date dividen interim PT Golden Energy Mines Tbk.
  2. Ex date dividen interim PT Cikarang Listrindo Tbk.

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular