
Pak Jokowi Bakal Dapat Kado Spesial Hari Ini! Pasar RI Happy?

Pasar keuangan mulai dari bursa saham, nilai tukar rupiah, hingga Surat Berharga Negara (SBN) hari ini tampaknya bisa melanjutkan gairah perdagangan hari kemarin.
Bursa Wall Steret yang kompak menguat juga bisa menjadi satu katalis positif yang diharapkan bisa menular ke pasar Tanah Air.
Semakin mendekati pekan ketiga bulan ini yang merupakan minggu paling panas karena akan ada pertemuan The Fed pada 19-20 September, akan tetapi pelaku pasar sudah mulai optimis bank sentral AS bakal menahan suku bunga pada pertemuan kali ini.
Hal ini karena ada sejumlah alasan yang dinilai cukup kuat untuk mempertahankan suku bunga. Pertama dari nilai inflasi inti (Core CPI) periode Agustus 2023 yang sudah melandai sesuai ekspektasi di 4,3% yoy dari sebelumnya 4,7% yoy. Selain itu, semalam data Core PPI pada periode yang sama juga turun sesuai ekspektasi ke 2,2% yoy dibanding bulan sebelumnya sebesar 2,4%.
Inflasi inti dinilai lebih murni dibandingkan inflasi pada umum-nya, oleh karena itu ini menjadi hal paling fundamental bagi kebijakan the Fed nantinya yang dinilai mulai melunak.
Terutama pada Core CPI yang berada di 4,3% yoy sudah di bawah suku bunga acuan the Fed di sekitar 5,25% - 5,50%. Pasar mulai menilai suku bunga saat ini sudah cukup memadai untuk mempertahankan inflasi inti melandai.
Tak hanya itu, persoalan resesi AS yang sempat santer terdengar pada tahun lalu sudah mulai dilupakan pasar. Melansir poling Reuters juga menunjukkan peluang terjadi resesi AS pada tahun ini sempat diukur pada Oktober 2023 mencapai 70%, tetapi sekarang nilainya sudah semakin melandai, terakhir pada Agustus 2023 peluang AS bisa resesi di kisaran 40%.
Pasar memperkirakan resesi yang potensi terjadi di AS akan lebih ringan dari yang diperkirakan sebelumnya.
Dengan, resesi ringan ditambah inflasi inti yang semakin melandai, suku bunga the Fed potensi semakin optimis ditahan. Hal ini juga didukung dengan perhitungan peluang the Fed menahan suku bunga mencapai 97%, menurut CME Fedwatch Tool.
Oleh karena itu, respon investor saat ini sudah mulai optimis untuk masuk kembali ke market, hal ini akan berdampak pada capital inflow yang potensi meningkat sehingga gairah pasar diharapkan bisa kembali bullish.
Kendati demikian, ada sejumlah data AS yang hasilnya tak sesuai ekspektasi rilis semalam juga perlu diwaspadai.
Data klaim pengangguran AS untuk pekan yang berakhir 9 September 2023 naik ke 220.000 dibandingkan minggu sebelumnya sebesar 217.000. Nilai tersebut masih berada di bawah ekspektasi pasar yang proyeksi bisa naik ke 225.000.
Kemudian ada data penjualan ritel AS untuk periode Agustus 2023 tumbuh 0,6% secara bulanan (MoM) dibandingkan sebelumnya sebesar 0,5% MoM. Sayangnya, pertumbuhan penjualan ritel yang lebih tinggi secara bulanan tak terlalu tercermin dalam basis tahunan (year-on-year/yoy) yang malah turun jadi 2,5% yoy dibandingkan sebelumnya 2,6% yoy.
Sementara itu data inflasi untuk produsen atau producer price index (PPI) periode Agustus 2023 naik 1,2% (yoy), lebih panas dibandingkan konsensus sebesar 1,2% dan bulan sebelumnya sebesar 0,8%. Hal ini mengikuti inflasi konsumen (CPI) yang juga memanas ke 3,7% (yoy), lebih tinggi dari perkiraan pasar yang proyeksi naik 3,6% yoy.
Pasar juga masih potensi diwarnai hasil keputusan bank sentral Eropa (ECB) semalam yang menaikkan suku bunga lagi. Kenaikan suku bunga ini merupakan yang ke-10 kali di tahun ini, ECB menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,0%.
Bank Sentral Eropa Resmi Naikkan Suku Bunga Lagi
Bank Sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) pada 14 September 2023 secara resmi memutuskan menaikkan suku bunga deposit facility rate untuk yang ke-10 kali nya sebesar 25 basis poin (bps) ke posisi 4,0%. Artinya ECB sudah mengerek suku bunga sebesar 450 bps dari -0,50% pada awal 2022 menjadi 4,00% seperti sekarang ini.
ECB menaikkan suku bunga sebagai langkah untuk melawan inflasi yang dinilai masih tinggi untuk jangka waktu yang lama dan masih sulit masuk ke target walau sudah ada tanda penurunan.
Akibatnya, tingkat operasi refinancing utama mencapai angka tertinggi dalam 22 tahun sebesar 4,0%. Menurut proyeksi makro ekonomi staf ECB bulan September untuk Kawasan Euro, rata-rata inflasi diperkirakan mencapai 5,6% pada 2023 dan 3,2% pada 2024, keduanya lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya, terutama terjadi karena lonjakan harga harga energi.
Sebaliknya, proyeksi tingkat suku bunga pada tahun 2025 telah dipangkas menjadi 2,1%. Selain itu, terdapat sedikit revisi ke bawah terhadap perkiraan laju inflasi inti, dengan rata-rata sebesar 5,1% pada tahun 2023, 2,9% pada tahun 2024, dan 2,2% pada tahun 2025.
Bank sentral Eropa tersebut juga telah memangkas proyeksi pertumbuhan PDB secara signifikan, dan kini melakukan antisipasi perekonomian akan tumbuh sebesar 0,7% pada 2023, 1,0% pada 2024, dan 1,5% pada2025.
Kondisi Eropa memang sudah cukup lesu dengan ekonomi nya yang secara resmi sudah masuk resesi sejak kuartal I-2023, hal ini diumumkan kantor statistik Uni Eropa (UE), Eurostat yang menyebut zona Euro resmi memasuki resesi teknis pada kuartal I-2023 setelah ekonomi terkontraksi 0,1% dalam dua kuartal berturut-turut.
Kondisi ekonomi yang lesu juga turut dirasakan China, pasalnya beberapa indikator ekonomi tercatat belum sesuai ekspektasi walau sudah ada perbaikan.
Seperti inflasi untuk periode Agustus 2023, Tiongkok mencatatkan pertumbuhan 0,1% yoy, sudah lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang deflasi -0,3% yoy tetapi masih belum sesuai ekspektasi pasar yang proyeksi bisa tumbuh 0,2% yoy. Inflasi inti juga tak berubah masih di 0,8% yoy dibandingkan bulan lalu.
Berbagai pengamat ekonomi mengatakan perlu adanya dukungan kebijakan untuk menopang sang Naga Asia bisa bangkit lagi, salah satunya ada dengan stimulus.
Prospek Stimulus China
Seperti diketahui, sejumlah stimulus sudah diguyur China sebagai booster Ekonomi. Mulai dari stimulus untuk meningkatkan permintaan sektor properti yang terpantau masih lesu karena skandal Evergrande dan perlambatan ekonomi.
Sektor properti menyumbang sekitar 30% dari Produk Domestik Bruto (PDB) China sehingga pemangkasan bunga hingga uang muka pembelian rumah bagi warga Tiongkok diharapkan bisa mendongkrak sektor lain
Terbaru, stimulus juga semakin digencarkan dengan aksi bank sentral China (PBOC) yang memangkas jumlah rasio cadangan perbankan (RRR) untuk kedua kalinya pada tahun ini.
PBoC menurunkan rasio cadangan perbankan sebesar 25 bps menjadi 7,4%, penurunan akan berlaku mulai hari ini, Jumat (15/9/2023). Langkah ini dilakukan untuk membantu bank-bank bisa menstimulasi ekonomi yang melambat.
"Pemangkasan ini akan membantu mempertahankan likuiditas yang cukup memadai"di sistem perbankan," ungkap PBoC dalam pernyataan resminya. .
Adapun, pengurangan rasio cadangan perbankan dapat membebaskan 450-500 miliar yuan atau sekitar US$55 miliar-US$69 miliar, menurut Duncan Wrigley, kepala ekonom China di Pantheon Macroeconomics yang dikutip dari Bloomberg pada Kamis (14/9/2023).
Tiongkok adalah motor utama penggerak ekonomi Asia, tujuan ekspor terbesar untuk Indonesia, serta salah satu investor terbesar di Tanah Air. Dengan perbaikan ekonomi China maka dampak positifnya akan menjalar ke berbagai sektor mulai dari pasar keuangan, investasi sektor riil, hingga perdagangan
Batubara Membara, Neraca Dagang RI Potensi Surplus Lagi Jadi 40 Bulan Beruntun
Beralih ke dalam negeri, pada hari ini pukul 09.00 WIB akan rilis data neraca perdagangan periode Agustus 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Surplus neraca perdagangan diperkirakan meningkat pada Agustus 2023 ditopang oleh kenaikan harga batu bara.Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus 2023 akan mencapai US$ 1,50 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan Juli 2023 yang mencapai US$ 1,31 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 40 bulan beruntun di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Terakhir kali Indonesia mencatat defisit adalah pada April 2020 atau lebih dari tiga tahun lalu.
Catatan surplus panjang ini tentu saja menjadi kabar baik mengingat surplus akan membantu kinerja transaksi berjalan dan rupiah. Periode awal Presiden Jokowi juga lebih kerap diwarnai dengan defisit karena impor yang melambung. Karena itulah, catatan surplus 40 bulan beruntun akan menjadi kado spesial buat pemerintahan Jokowi.
Rekor panjang surplus yang terakhir terjadi pada era Presiden Susilo BambangYudhoyono yakni 42 bulandari Oktober 2004 hingga Maret 2008.
Polling CNBC Indonesia juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 21,83% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 9,66% pada Agustus 2023.
Sebagai catatan, nilai ekspor Juli 2023 terkoreksi 18,03% (yoy) tetapi naik 1,36% (month to month/mtm) menjadi US$ 20,88 miliar. Impor terkontraksi 8,32 (yoy) tetapi naik 14,1% (mtm) menjadi US$ 19,57 miliar.
Ekspor diperkirakan jeblok pada Agustus 2023 seiring dengan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang, terutama dari China.
Namun, menguatnya harga batu bara menopang ekspor dan menahan penurunan ekspor lebih dalam.
Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Agustus tercatat US$ 152,98 per ton. Harganya lebih tinggi dibandingkan pada Juli yang tercatat US$ 140,92 per ton ataupun US$ 139,42 per ton pada Juni 2023.
Batu bara menyumbang nilai ekspor sekitar 15% terhadap total ekspor Indonesia sehingga pergerakan harganya akan sangat menentukan posisi surplus neraca dagang Tanah Air.
(tsn/tsn)