Suhu Politik RI Mulai Memanas, IHSG & Rupiah Ikut Bergejolak?
- Pasar keuangan Indonesia mencatat kinerja cemerlang pada pekan lalu
- Wall Street mengakhiri perdagangan di zona hijau pada akhir pekan lalu di tengah optimisme pasar mengenai kebijakan The Fed
- Data cadangan devisa, KTT ASEAN, serta suhu politik yang memanas akan membayangi kinerja keuangan RI sepekan ke depan
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia mencatatkan kinerja cemerlang pekan lalu sejalan melemahnya tekanan global.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan bisa melanjutkan kinerja positifnya pada hari ini, di tengah sepinya sentimen kuat. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 dan 4 artikel ini.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang pekan lalu terpantau melesat hingga 1,1%. Penguatan ini memperpanjang tren positif menjadi dua pekan beruntun.
Pada perdagangan Jumat (1/9/2023), IHSG juga ditutup menguat 0,35% ke posisi 6.977,654.
Sepanjang pekan lalu, IHSG konsisten bergerak di level psikologis 6.900. Bahkan, IHSG sempat menyentuh level psikologis 7.000 pada perdagangan sesi I Rabu pekan lalu.
IHSG hanya mencatatkan koreksi sekali saja, yakni pada perdagangan Kamis karena adanya aksi profit taking investor.
Nilai transaksi IHSG mencapai Rp 46,1 triliun dengan volume 100,3 miliar saham pada pekan lalu. Sayangnya, investor asing tercatat masih melakukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp 2,1 triliun di seluruh pasar sepanjang pekan lalu.
IHSG yang cukup menggembirakan pada pekan lalu ditopang oleh sikap optimisme pasar akan prospek berakhirnya era suku bunga tinggi. Selain itu, data tenaga kerja di Amerika Serikat (AS) yang mulai mendingin juga menjadi penopang bursa saham global.
Saat ini ekonomi AS mengalami kelesuan dalam beberapa hal. Terbaru, data payrolls ADP menunjukkan pengusaha swasta menambah 177.000 pekerjaan pada Agustus. Jumlah tersebut jauh di bawah angka revisi pada Juli yaitu 371.000. Itu juga meleset dari perkiraan Dow Jones sebesar 200.000.
Di lain sisi, proyeksi pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal II-2023 direvisi menjadi 2,1% (yoy) dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,4%.
Sedangkan jumlah lapangan pekerjaan baru JOLTS turun 338.000 menjadi 8,83 juta pada Juli 2023. Jumlah tersebut adalah yang terendah sejak Maret 2021 dan di bawah ekspektasi pasar sebesar 9,47 juta.
Tingkat pengangguran AS juga melesat ke 3,8% pada Agustus, dari 3,5% pada Juli.
Namun hal berbeda dari laporan inflasi Personal Consumer Expenditure (PCE) yang mengalami kenaikan menjadi 3,3% (yoy) pada Juli 2023, dari 3% pada Juni.
Kenaikan PCE ini tentu saja membuat pelaku pasar khawatir. Dengan PCE yang naik maka ada kemungkinan laju inflasi AS masih kencang ke depan. Alhasil, masih ada kekhawatiran bahwa The Fed sulit melunak.
Dari dalam negeri, faktor positif kinerja IHSG adalah inflasi Indonesia yang melandai.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahunan pada Agustus 2023 mencapai 3,27%. Inflasi ini lebih tinggi dibandingkan inflasi Juli 2023 sebesar 3,08%.
Namun, secara bulanan (month to month/mtm), Indeks Harga Konsumen (IHK) turun atau deflasi sebesar 0,02% pada Agustus.
IHSG tidak menguat sendirian karena hampir semua bursa Asia juga ditutup di zona hijau.
Kabar positif juga dilaporkan rupiah. Mata uang Garuda memang ditutup melemah 0,07% ke posisi Rp 15.235 pada Jumat pekan lalu. Namun, secara keseluruhan, rupiah menguat 0,36% pada pekan lalu.
Penguatan tersebut mengakhiri kinerja negatif rupiah yang sudah berlangsung selama enam pekan beruntun. Sepanjang pekan lalu, rupiah hanya melemah sekali yakni pada Jumat dan selebihnya melaju kencang.
Dari pasar Surat Berharga Negara (SBN), imbal hasil atau yield SBN menurun cukup tajam yakni menjadi 4,17% pada Jumat (1/9/2023).
Posisi tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada Jumat pekan sebelumnya (25/8/2023) yang tercatat 4,24%.
Imbal hasil berbanding terbalik dengan harga. Imbal hasil yang menurun menandakan harga SBN yang tengah naik karena diburu investor.
(mae/mae)