Fundamental Pundit

Sempat Jadi Idola, Sekarang Valuasi Saham ALDO Mahal!

Tri Putra, CNBC Indonesia
23 May 2023 16:05
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (10/5/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Sempat melonjak 172%, saham ALDO kini terpuruk ke Rp615/saham
  • Valuasi saham juga mahal (overvalued) seiring kinerja keuangan yang jeblok
  • Prospek bisnis terbilang baik dan perusahaan perlu memanfaatkan hal tersebut untuk kembali ke jalan profitabilitas yang positif

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten packaging kertas PT Alkindo Naratama Tbk (ALDO) sempat menjadi idola investor selama awal 2021 hingga awal 2022. Namun, saat ini saham ALDO terbenam dan memiliki valuasi yang mahal.

Pada 19 Januari 2022, harga saham menembus Rp1.485/saham. Apabila dihitung sejak 30 Desember 2021 hingga ke tanggal tersebut, kenaikan saham ALDO mencapai 172%.

Seolah menjadi puncak, semenjak itu saham ALDO malah 'nyungsep'. Per 22 Mei 2023, saham ALDO diperdagangkan di harga Rp615/saham. Artinya, dibandingkan dengan awal 2022 sudah turun tajam hingga 58,59%.

Penurunan harga saham yang tajam juga beriringan dengan kinerja keuangan yang jeblok.

Pada kuartal I 2023, pendapatan bersih Alkindo turun 4,18% secara tahunan (yoy) menjadi Rp390,32 miliar. Hal ini seiring turunnya harga bahan baku OCC (kertas daur ulang) yang berdampak pada turunnya harga kertas cokelat yang diproduksi Alkindo.

Penjualan kertas masih menjadi segmen andalan perusahaan dengan sumbangsih sebesar Rp191,22 miliar dari total penjualan kuartal I 2023. Kemudian, disusul oleh kertas konversi Rp112,41 miliar, polimer Rp42,88 miliar, dan kimia Rp43,81 miliar.

Seiring dengan itu laba bersih Alkindo anjlok 94,89% yoy dari Rp24,97 miliar pada kuartal I 2022 menjadi hanya Rp1,27 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Rasio profitabilitas Alkindo juga tidak mengesankan.

Marjin laba kotor (GPM) tercatat sebesar 12,96%, kendati tidak begitu mini tetapi masih di bawah industri 25%.

Demikian pula, marjin laba usaha (OPM) Alkindo yang cuma 1,83%, di bawah peers macam SPMA (11,53%), AKPI (3,03%) dan rerata industri (11%).

Marjin laba bersih (NPM) ALDO yang hanya 0,68%, kalah jauh dari SPMA yang mencapai 14,52% dan AKPI 3,40%. NPM ALDO juga di bawah industri yang sebesar 5,67%.

Hal tersebut pada gilirannya tampak pada metrik profitabilitas penting lainnya, yakni return on equity (ROE) dan return on assets (ROA) ALDO yang di bawah 1%, kalah dengan rasio SPMA, AKPI dan rerata industri (ROE: 5,77% dan 2,83%).

Sementara, total aset perusahaan tetap tumbuh dari Rp1,57 triliun pada 31 Desember 2022 menjadi Rp1,64 triliun pada 31 Maret 2023.

Total liabilitas perusahaan tercatat sebesar Rp869,86 miliar pada 31 Maret 2023, sedikit lebih besar dibandingkan total ekuitas perusahaan Rp765,20 miliar pada periode yang sama. Rasio pengungkit (gearing ratio) ALDO tercatat sebesar 1,05, terbilang cukup tinggi.

Valuasi ALDO

Dengan kinerja keuangan yang jeblok, valuasi ALDO juga kemahalan (overvalued).

Ini terlihat dari rasio harga saham dibandingkan laba (price-to earnings ratio/PER) yang mencapai 158,79 kali. Angka tersebut jauh di atas SPMA yang hanya 4,35 kali dan AKPI 10,84 kali serta rerata industri 3,87 kali.

Rasio price to book value (PBV) ALDO yang mencapai 1,07 kali juga di atas kompetitor macam SWAT (0,66 kali), SPMA (0,63 kali) dan AKPI (0,37%). Kendati, rasio tersebut masih sedikit di bawah industri 1,16 kali.

Dengan menggabungkan dua metrik tersebut dan proyeksi kas masa depan perusahaan, nilai wajar saham ALDO berada di Rp300/saham atau ada risiko penurunan 44,12% dibandingkan harga per 22 Mei 2023.

Bisnis Alkindo

Alkindo didirikan sejak tahun 1989. Pada awalnya, Alkindo adalah perusahaan konversi kertas khususnya dalam memproduksi papertube untuk keperluan industri tekstil.
Kemudian, selama 30 tahun, perusahaan terus berkembang dengan memproduksi produk lain seperti paper core, hexcell, edge protector, dan produk terbaru pada 2020-2021 yaitu paper box dan paper bag yang menerapkan prinsip ramah lingkungan "eco-friendly packaging".

Alkindo memiliki 3 entitas anak, yakni PT Swisstex Naratama Indonesia yang bergerak di bidang distributor bahan kimia tekstil, PT Alfa Polimer Indonesia di bidang manufaktur polimer berbasis air, dan PT Eco Paper Indonesia di bidang manufaktur kertas coklat.

PT Golden Arista International adalah pemegang saham utama dan pengendali. Sedangkan, Komisaris Utama ALDO Lili Mulyadi Sutanto dan Direktur Utama ALDO Herwanto Sutanto adalah pemilik PT Golden Arista international yang merupakan Pemilik Manfaat dari Perseroan.

Pada tahun 1989, Bapak Lili, Bapak Herwanto, dan rekannya memutuskan untuk mendirikan PT Alkindo Naratama. Pada awalnya, perusahaan ini fokus memproduksi bobbin untuk memenuhi permintaan perusahaan benang di Bandung, yang pada saat itu merupakan pusat industri tekstil.

Bobbin yang diproduksi adalah papertube yang digunakan untuk menggulung benang tipe DTY (Draw Textured Yarn) dan POY (Partially Oriented Yarn). Papertube ini terbuat dari kertas core board hasil daur ulang kertas bekas. Seiring dengan kemajuan teknologi mesin tekstil dan benang, permintaan papertube dengan spesifikasi yang beragam juga meningkat, mulai dari ketebalan, warna, hingga ketahanan terhadap kecepatan putaran.

Perusahaan kemudian memutuskan untuk menambah lini produk dalam bisnisnya. Pada tahun 2007, PT Alkindo Naratama mulai memproduksi honeycomb, papercore, edge protector, dan variasi produk lainnya yang terbuat dari kombinasi honeycomb dan edge protector.

Pada awalnya, perusahaan hanya memiliki satu pabrik di Kawasan Industri Cimareme dengan luas tanah 1,96 hektar dan luas bangunan 1,67 hektar yang digunakan untuk memproduksi papertube.

Namun, karena keterbatasan lahan terutama untuk pengembangan produk honeycomb, papercore, dan edge protector, pada tahun 2010 dibangun pabrik baru di dekat pabrik pertama.

Pabrik baru ini memiliki luas tanah 4,31 hektar dengan luas bangunan 1,63 hektar. Pabrik ini secara khusus digunakan untuk memproduksi honeycomb, papercore, edge protector, dan variasi produk lainnya.

Pada 2020, PT Alkindo Naratama memperluas lini produk dengan memperkenalkan paper box, sebuah kotak yang dapat digunakan sebagai wadah makanan, obat, kosmetik, dan lain-lain. Paper box ini terbuat dari kertas coklat yang memiliki harga lebih terjangkau, desain yang menarik, dan ramah lingkungan.

Tahun berikutnya, pada 2021, untuk memenuhi permintaan pasar akan kemasan yang ramah lingkungan, perusahaan juga meluncurkan paper bag, yaitu tas kertas yang dapat digunakan sebagai alternatif pengganti kantong plastik. Paper bag ini terbuat dari kertas coklat dengan harga yang lebih terjangkau, desain yang menarik, dan juga ramah lingkungan.

Selanjutnya, pada 2022, PT Alkindo Naratama memperluas variasi produknya dengan meluncurkan Hexa Wrap, sebuah pembungkus pelindung dengan tekstur honey comb atau sarang lebah.

Hexa Wrap dapat digunakan sebagai pengganti plastik bubble wrap yang biasa digunakan untuk melindungi barang dari benturan selama pengiriman.

Tujuan dari Hexa Wrap adalah untuk mengurangi kerusakan barang yang mungkin terjadi dalam pengiriman, sehingga lebih efektif dalam melindungi barang dan memiliki dampak lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan bubble wrap plastik.

Prospek Bisnis

Secara umum, dengan pertumbuhan ekonomi yang masih positif pada 2023, prospek bisnis Alkindo masih terbilang baik

Bank Indonesia (BI), misalnya, memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2023 akan berada di kisaran 4,5-5,3%.

Proyeksi tersebut didukung oleh konsumsi swasta, investasi, dan kinerja ekspor yang tetap positif. Hal ini memberikan harapan baik bagi perekonomian Indonesia di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Dengan adanya konsumsi lokal yang besar dan prospek pertumbuhan ekonomi yang positif, ini menjadi peluang bisnis yang baik bagi perusahaan.
Dalam konteks bisnis, keadaan geografis Indonesia sebagai negara kepulauan juga memiliki keuntungan tersendiri, terutama bagi sektor transportasi, logistik, manufaktur kemasan, dan lain-lain.

Dalam negara kepulauan seperti Indonesia, pengiriman barang antar pulau memerlukan kemasan yang baik, seperti kemasan dus.

Penggunaan dus sebagai kemasan dalam pengiriman merupakan praktik yang umum di Indonesia, baik dalam pengiriman antar bisnis, antar individu, maupun antara bisnis dan individu.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, menurut penjelasan manajemen, memutuskan untuk memberikan fokus yang lebih pada peningkatan penjualan produk yang mendukung industri FMCG (Fast Moving Consumer Goods) dan juga mendukung kegiatan bisnis online. Ini bisa menjadi pendorong pertumbuhan perusahaan ke depan.

Salah satu sektor dalam FMCG adalah sektor makanan ringan.

Sektor makanan kemasan masih menunjukkan pertumbuhan yang relatif baik. Setiap tahun, variasi makanan kemasan semakin beragam.

Alkindo memasok Papercore ke industri kemasan fleksibel, seperti yang digunakan oleh industri makanan ringan (snack).

Perseroan juga melihat peluang yang besar dan masih akan terus berkembang dalam sektor ini. Hingga saat ini, penjualan produk Papercore telah mengalami pertumbuhan yang baik.
Perseroan memiliki produk yang digunakan oleh perusahaan yang mendukung sektor FMCG. Papercore merupakan produk unggulan Perseroan yang dipasarkan kepada perusahaan kertas coklat dan perusahaan kemasan fleksibel.

Kedua jenis perusahaan ini menggunakan Papercore sebagai komponen utama berbentuk tabung untuk menggulung produk kertas dan kemasan fleksibel.

Singkatnya, dengan prospek bisnis yang terbilang baik, Alkindo mungkin bisa kembali di jalan profitabilitas yang tepat di masa depan. Namun, untuk saat ini, menahan diri untuk membeli saham ALDO yang mahal merupakan hal yang bijak.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research, divisi penelitian CNBC Indonesia. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau aset sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(pap/pap)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation