
Siklus Bisnis BRAM Menuju Sunset, Laba Bersih Anjlok 47%!

- PT Indo Kordsa Tbk (BRAM) membukukan penurunan laba bersih 47,69% menjadi Rp 68 miliar pada kuartal-I 2023 secara kuartal tahunan (yoy).
- Penurunan laba bersih disebabkan pendapatan menurun tidak diimbangi efisiensi beban pokok pendapatan (Cost of Goods Sold/COGS) mengindikasikan siklus bisnis industri kain ban (Tire Cord Fabric/TCF) menjelang akhir.
- Lonjakan pembagian dividen tahun 2018 disebabkan oleh peningkatan payout ratio yang signifikan, bukan kinerja. Hal ini mengindikasikan bisnis perseroan sudah cukup mature.
Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja kuartal-I 2023 PT Indo Kordsa Tbk (BRAM) mengalami penurunan dari topline hingga bottom line. Pendapatan BRAM menurun 21,2% menjadi Rp 979 miliar secara tahunan.
Penurunan pendapatan tidak diiringi dengan efisiensi dari beban pokok pendapatan (COGS) yang hanya menurun 13%.
Penurunan COGS BRAM merupakan kontributor pengurang terbesar dari pendapatan menyebabkan bottom line atau laba bersih perusahaan menurun 47% menjadi Rp 68 miliar.
Selain itu, penurunan pendapatan perusahaan disebabkan oleh seluruh segmen pendapatan mengalami penurunan. Kain ban (tire cord fabric/TCF) sebagai sumber pendapatan terbesar berkontribusi lebih dari 70%.
Segmen TCF mengalami penurunan 20%, menjadi Rp 938 miliar. Penurunan pendapatan berpotensi disebabkan oleh dua faktor, antara penurunan harga jual (average selling price/ASP) atau volume penjualan.
Bisnis
Shareholders | Shares | % Ownerships |
KORDSA TEKNIK TEKSTIL A.S. | 277.19 M | 61.59% |
ENDANG LESTARI PUJIASTUTI | 74.57 M | 16.57% |
MASYARAKAT | 73.06 M | 16.23% |
PT RISJADSON SURYATAMA | 25.23 M | 5.61% |
PT Indo kordsa Tbk. merupakan perusahaan bergerak sebagai manufaktur otomotif, khususnya di sektor ban. Emiten ini merupakan bagian dari konglomerasi multinasional, Sabanci Group, yang berbasis di Turki.
Kordsa Tekstik AS sebagai induk BRAM merupakan pemain global dalam penguatan ban dan konstruksi serta pasar teknologi komposit.
Induk BRAM juga memproduksi penguat berkekuatan tinggi seperti kawat baja yang digunakan untuk ban otomotif, seperti mobil, motor, truk, dan bus.
Sabanci Group membeli menjadi pengendali BRAM pada 2006 melalui Kordsa Tekstil AS sebesar 59,3% dan kepemilikan terus bertambah hingga 61,59%. Kemudian, BRAM berganti nama dari awalnya PT Branta Mulia Tbk, menjadi PT Indo Kordsa Tbk.
Segmen Bisnis
Kegiatan operasional BRAM terbagi menjadi tiga yaitu kain ban atau kain ban/TCF, benang nylon, dan benang polyester.
Kapasitas produksi pabrik benang polyester mencapai 46 kilo ton pertahun dan benang nylon 24 kilo ton per tahun. Sementara itu, kapasitas produksi kain ban yaitu 60 kilo ton per tahun.
Bahan benang ban merupakan sumber pendapatan perusahaan yang terbesar. Kuartal-I 2023, persentase pendapatan bahan benang ban mencapai 78%. Namun, segmen tersebut mengalami penurunan 20%.
Sebagai segmen dengan kontribusi tertinggi, penurunan pendapatan segmen kain ban menjadi penyebab bottom line atau laba bersih BRAM menurun 47%, menjadi Rp 68 miliar secara kuartal tahunan.
Selain itu, pendapatan segmen benang nylon dan polyester juga mengalami penurunan yang menunjukkan siklus industri dari bahan baku ban mulai mengalami downtrend.
Dividen
BRAM mengalami peningkatan dividen yang dibagikan (dividend payout ratio/DPR) dari sebelumnya dikisaran 22-31% dari laba bersih menjadi di atas 40%. Bahkan, BRAM sempat membagikan dividen melebihi nilai EPS, atau DPR >100%.
Pembagian dividen dengan nilai yang cukup tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan sudah saturated dalam mengembangkan bisnisnya dan memutuskan untuk membagikannya pada pemegang saham dalam bentuk dividen.
Valuasi
BRAM | GJTL | |
PE (Annualized) | 12.76 | 2.61 |
PBV | 1.08 | 0.37 |
GPM | 13.38% | 19.82% |
NPM | 6.98% | 5.98% |
DER | 0.31 | 1.59 |
QUICK RATIO | 1.53 | 1.09 |
CURRENT RATIO | 2.52 | 1.64 |
Secara valuasi, emiten BRAM terhitung lebih premium dibanding PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL). Hal tersebut disebabkan oleh laba bersih kuartal-I 2023 GJTL mengalami lonjakan signifikan, tidak seperti BRAM.
Salah satu faktor perbedaan arah dari laba bersih GJTL dan BRAM adalah GJTL merambah segmen bisnis hingga hilir menjual ban kepada pelanggan. Kelebihan tersebut menjadi keuntungan GJTL didukung oleh demand kendaraan yang juga mengalami lonjakan.
Secara PBV, GJTL juga memiliki nilai yang rendah disebabkan modal yang jauh lebih besar dibanding BRAM.
Namun, BRAM lebih baik dari segi kesehatan finansial, sehingga dapat membukukan NPM lebih tinggi, meskipun GPM BRAM lebih rendah. Faktor NPM BRAM lebih tinggi adalah rendahnya beban bunga dibanding GJTL.
Layak Jadi Investasi?
BRAM pada tahun 2022 memang menunjukkan kinerja yang sangat baik terlihat dari bottom line yang menunjukkan tertinggi sepanjang sejarah. Namun, BRAM mulai menunjukkan penurunan kinerja pada kuartal-I 2023 yang menurun 55%.
Penurunan tersebut disebabkan oleh topline perusahaan yang tidak mampu diimbangi dengan efisiensi COGS. Penurunan ini menjadi penanda siklus kejayaan dari bisnis BRAM sudah menunjukkan penghujung akhir.
Hal ini ditunjukkan dari penurunan pendapatan dari seluruh segmen usaha perseroan. Penurunan pendapatan mengindikasikan bahwa antara volume atau harga jual perseroan menurun.
Selain itu, BRAM mulai membagikan dividen tinggi sejak tahun 2018. Tingginya dividen yang dibagikan disebabkan oleh nilai payout ratio yang juga mengalami peningkatan.
Peningkatan payout ratio dividen mengindikasikan bahwa perusahaan tidak lagi mengelola kas nya untuk pengembangan bisnis, tetapi lebih fokus untuk digunakan untuk pembagian dividen. Hal ini menandakan bisnis perseroan sudah saturated atau sulit untuk bertumbuh lagi.
Bisnis BRAM juga cenderung divaluasi lebih mahal jika dibandingkan dengan kompetitornya GJTL. Padahal, kompetitornya memiliki bisnis yang lebih menarik dengan segmen usaha hingga hilir.
Keunggulan BRAM dibanding kompetitornya berada pada kesehatan finansial perusahaan dengan utang yang rendah. Hal tersebut membuat beban keuangan BRAM rendah dan lebih tidak berisiko gagal bayar utang.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)
