Fundamental Pundit

Harga Bahan Baku Jadi Beban, Saham Kalbe Farma Juga Mahal!

Research - Tri Putra, CNBC Indonesia
31 March 2023 12:30
kalbe farma Foto: ist
  • Ada tekanan di marjin laba kotor (GPM) dan marjin laba bersih (NPM) seiring naiknya bahan baku
  • Saham KLBF masih diperdagangkan di atas valuasi historis
  • Menunggu kinerja ke depan KLBF sebelum melihat kembali valuasi saham yang cocok.

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) sering dibilang sebagai saham defensif. Namun, mengoleksi saham tersebut ketika valuasi sedang lebih mahal bukan strategi yang bagus.

Mengacu pada data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham perusahaan produsen obat batuk Komix tersebut tumbuh 3,83%, mengungguli Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,61% sejak awal tahun (YtD).

Namun, kinerja keuangan KLBF selama 2022 mengalami sedikit gangguan.

Kalau disimak, top line, yakni pendapatan bersih, Kalbe Farma memang tumbuh 10,18 persen secara tahunan (YoY) menjadi Rp28,93 triliun.

Sementara, beban pokok juga naik 15,0% YoY menjadi Rp17,23 triliun selama 2022.

Seiring dengan itu, laba kotor produsen obat maag Promag itu naik 3,7% YoY dari Rp11,28 triliun pada 2021 menjadi Rp11,70 triliun pada periode yang sama 2022.
Hanya saja seiring dampak business mix dan kenaikan harga bahan baku, marjin laba kotor (GPM) Kalbe tertekan dari 43,0% pada 2021 menjadi 40,5%.

Sedangkan, dari sisi bottom line, perusahaan juga berhasil membukukan kenaikan laba bersih 6,24%YoY menjadi Rp3,38 triliun sepanjang tahun lalu.

Walaupun, marjin laba bersih (NPM) perusahaan turun dari 12,1% menjadi 11,7%. Ini mengindikasikan efisiensi perusahaan sedikit terhambat seiring, seperti disebut di atas, adanya kenaikan harga bahan baku dan business mix.

Kabar baiknya, KLBF memiliki rasio gearing (terkait kemampuan membayar utang) yang sehat, di angka 5,2% di kisaran performa historis, dan net cash yang kokoh untuk menopang ekspansi.

Posisi net cash perusahaan sebesar Rp2,83 triliun per akhir 2022, lebih rendah dari posisi 2022 (Rp5,65 triliun), tetapi masih di atas 2019 (Rp2,22 triliun) dan 2018 (Rp2,79 triliun).

Lebih lanjut, apabila dibandingkan dengan peers (perusahaan sejenis) di BEI, GPM KLBF masih terbilang baik, sebesar 40,5%, kendati masih kalah dengan produsen Tolak Angin PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) yang mencapai 55,95%.

Sama seperti GPM, NPM KLBF juga secara umum masih positif, walaupun lagi-lagi masih di bawah SIDO (28,58%).

Dari segi rasio profitabilitas, imbal hasil ekuitas (ROE) dan imbal hasil aset (ROA) KLBF juga di atas rerata industri, masing-masing 9,83% dan 6,28%. Meskipun, seperti disebut di atas, SIDO masih mengungguli KLBF soal ROE dan ROA.

Soal Valuasi


Beralih ke soal valuasi, kapitalisasi pasar (market cap) KLBF memang besar, di antara kompetitornya, Rp101,72 triliun per penutupan perdagangan 30 Maret 2023.
Bagi sebagian orang, kinerja keuangan yang solid secara historis dan ukuran perusahaan yang jumbo menjustifikasi valuasi KLBF yang premium.

Sebut saja, metrik multiples populer, price to earnings ratio (PER, P/E ratio), yang membandingkan harga saham dengan EPS, mencapai 30,69 kali. Angka tersebut di atas industri 13,71 kali dan bahkan di atas SIDO muncul yang memiliki rasio profitabilitas lebih tinggi di atas (22,81 kali).

Sementara, rasio price to book value (PBV), membandingkan harga saham dengan nilai buku perusahaan, KLBF sebesar 5,22 kali di atas industri 2,67 kali, kendati lebih rendah daripada SIDO (7,19 kali).

Namun, apabila menilik secara historis berdasarkan PER band dan PBV band, saham KLBF diperdagangkan dengan valuasi lebih mahal saat ini.
PER KLBF saat ini berada di atas +1 PE standard deviation (29,27 kali) dan di atas rerata 5 tahun (26,58 kali).

Demikian pula, rasio PBV KLBF di atas +1 PE standard deviation (4,97 kali) dan rerata 5 tahun (4,41 kali).

Berkaca pada metrik itu, menunggu harga KLBF kembali ke mean historisnya memberikan keamanan berinvestasi dibandingkan berspekulasi di harga saat ini. Apalagi, kinerja perusahaan sedang mengalami sedikit guncangan, seperti disebut di atas.

Bisnis Kalbe

Didirikan sejak 1966, Kalbe saat ini memiliki 4 segmen, yakni obat resep, produk kesehatan, nutrisi, dan distribusi dan logistik.

Menariknya, bisnis distribusi & logistik perusahaan, melalui anak usahanya PT Enseval Putera Megatrading Tbk (EPMT), menyumbang 37% dari total penjualan 2022, di atas produk kesehatan konsumer (14%), nutrisi (27%) dan obat resep (22%).

Emiten yang melantai di bursa sejak 1991 tersebut saat ini mengekspor 6% dari total penjualan, dengan negara tujuan Nigeria, Afrika Selatan, Uni Emirat Arab, Sri Langka, Myanmar, Vietnam, Kamboja, Filipina, Singapura, hingga Malaysia.

Seiring dengan itu, saat ini Kalbe menjadi perusahaan farmasi terbuka terbesar di Asia Tenggara, dengan segmen obat resep dan produk kesehatan OTC menempati posisi pertama di RI

Prospek Bisnis

Untuk outlook 2023, pertumbuhan penjualan bersih KLBF diproyeksikan sebesar 13-15%, laba per saham EPS 13-15%, dan dividend payout ratio (DPR) 45-55%.
Pertumbuhan laba dua digit tersebut menjadi target seiring perusahaan akan menaikkan 3-6% YoY harga jual rerata (ASP) dari semua produk di seluruh segmen pada 2023.

Kondisi makro di era normalisasi pandemi Covid-19 berpotensi mendukung kinerja Kalbe selama 2023, seiring meningkatnya anggaran kesehatan dan perlindungan asuransi kesehatan nasional yang tumbuh.

Anggaran kesehatan mencapai Rp169,8 triliun pada 2023, tumbuh 30,2% dibandingkan dengan 2022.

Sementara, total peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) saat ini sudah mencapai 86,1% dari total populasi RI.

Selain itu, sejumlah regulasi pemerintah yang cenderung, contohnya percepatan peningkatan produk dalam negeri dalam pelaksanaan pengadaan barang pemerintah, menguntungkan industri farmasi.

Singkatnya, investor perlu melihat apakah kondisi makro dan regulasi tersebut dan target perusahaan akan bisa tercapai untuk kemudian kembali mencermati valuasi perusahaan, kapan waktu yang tepat untuk berinvestasi di KLBF.

Ini karena, seperti disebut di atas, KLBF masih diperdagangkan di atas rerata valuasi historisnya.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)

[Gambas:Video CNBC]