
Emiten OASA Artis Cinta Laura, Valuasi Mahal & Merugi Terus!

- Sejak 2017 OASA masih membukukan kerugian, baru di tahun buku 2021 berhasil membukukan laba. Namun pada kuartal III 2022 kembali membukukan kerugian.
- Kerugian terjadi karena penurunan pendapatan hingga 76% dan naiknya beban penjualan, umum dan administrasi dimana termasuk beban gaji dan jasa profesional.
- OASA siap garap proyek energi terbarukan mulai dari proyek pengolahan sampah (PSEL) di Cakung Jakarta, proyek bio energi, proyek bio industri, sampai proyek pengolahan limbah di Ibukota Nusantara (IKN).
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga saham salah satu emiten Artis Cinta Laura, PT Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) terpantau terus menurun setelah right issue. Cinta Laura merupakan salah satu komisaris OASA, dan pada awal Maret lalu membeli 30 juta sahamnya senilai Rp 3,42 miliar.
Dalam rights issue, OASA akan menerbitkan sebanyak 4,3 miliar saham biasa dengan nilai nominal Rp100 per saham. Dalam aksi korporasi ini, OASA mendapatkan dana segar sekitar Rp430,32 miliar.
Dana hasil right issue akan digunakan untuk setoran modal pada PT Indoplas Makmur Lestari (IML) yang selanjutnya akan digunakan oleh PT Indoplas Makmur Lestari untuk melakukan peningkatan setoran modal pada PT Indoplas Karya Energi (IKE).
Dimana sebesar Rp89 miliar untuk akuisisi 99,99% saham PT Indoplas Makmur Lestari (IML) dan selanjutnya PT Indoplas Makmur Lestari (IML) akan melakukan peningkatan setoran modal sebesar Rp69 miliar kepada PT Indoplas Karya Energi (IKE).
Namun melihat dari sisi hasil laporan keuangan pada kuartal III 2022 OASA masih membukukan kerugian dikarenakan penurunan tajam pada pendapatan hingga 76%. Terjadinya peningkatan pada beban gaji dan jasa profesional yang menggerus laba OASA sehingga masih membukukan kerugian.
Diketahui OASA sudah listing di Bursa Efek Indonesia sejak 18 Juli 2016 dengan harga IPO Rp190.
Apakah hasil akuisisi yang dilakukan OASA dapat menunjang kinerja Perseroan? Mari simak.
Pertumbuhan laba tahunan
Jika melihat dalam laporan keuangan OASA sejak 2017 hingga 2020, OASA masih membukukan kerugian. Laba baru terlihat dalam laporan keuangan 2021. Pendapatan terus mengalami penurunan sejak 2017 hingga 2020, dan kenaikan baru terjadi pada 2021.
Pertumbuhan laba secara kuartal III
Pada kuartal III-2022, OASA masih membukukan kerugian sebesar Rp5 miliar. Kerugian tersebut terjadi karena menurunnya pendapatan hingga 76% dari Rp3,3 miliar pada tahun 2021 menjadi Rp800 juta pada tahun 2022.
Selain menurunnya pendapatan, terjadi kenaikan pada beban penjualan, umum dan administrasi yang cukup signifikan mencapai 738%, dimana pada tahun 2021 sebesar Rp1,37 miliar menjadi Rp11,54 miliar.
Jika melihat dalam catatan kaki pada laporan keuangan OASA September 2022 dalam rincian beban penjualan, umum dan administrasi, kenaikan terjadi adanya penambahan pada biaya perjalanan dinas dan transportasi, gaji dan tunjangan, jasa profesional, imbalan kerja dan beban lain-lain.
Dalam hal ini perlu menjadi perhatian Perseroan agar dapat mengefisiensikan biaya terutama pada beban gaji dan tunjangan serta jasa profesional yang naik begitu signifikan tapi tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan.
Valuasi
Secara harga kewajaran, OASA dijual dengan harga super premium dimana PBV nya 17,41 atau investor harus membayar 17 kali lebih mahal dari harga kewajarannya. Gross Profit Margin (GPM) OASA cukup baik berada di angka yang tinggi di 31,11% dalam menghasilkan margin dari selisih pendapatan dengan beban pokok pendapatan.
Namun dalam menghasilkan laba bersih atau Net Profit Margin (NPM) OASA begitu sangat buruk di -622,80%. NPM OASA negatif dikarenakan Perseroan masih membukukan kerugian.
Negatif juga terlihat pada Return On Equity (ROE) pada OASA di -15,75%. Hal ini dimana perusahaan tersebut tidak mampu menghasilkan profit sesuai ekspektasi. Perseroan dianggap tidak mampu dalam mengelola modal untuk menghasilkan laba.
Selain itu, negatif juga terlihat pada Return On Asset (ROA) OASA di -14,84%. Dimana total aktiva yang dipergunakan, justru memberikan kerugian. Perseroan dianggap tidak mampu dalam memanfaatkan aset untuk menghasilkan laba.
Debt to Equity Ratio (DER) OASA berada di angka yang cukup sehat di 6,11%. Yang berarti total modal masih jauh lebih besar dibandingkan total hutangnya. Sehingga dalam kemampuan membayar kewajiban terhadap modalnya masih cukup baik.
Cash Ratio (CR) OASA berada di angka 72,39%. Dalam hal ini likuiditas OASA masih terbilang kurang baik berada di bawah 100%. Dalam kemampuan membayar kewajiban lancar terhadap aset lancar atau kasnya masih kurang baik.
Kompetitor
Jika melihat dari PBV ketiga emiten di atas sudah overvalued alias mahal. Dari segi sektoral atau Price Earning Ratio (PER) bisa dikatakan murah jika berada di bawah PER 15. Sehingga dari ketiga emiten di atas TOWR yang paling murah.
Dalam menghasilkan laba bersih TOWR dan TBIG lebih baik dibandingkan OASA karena bernilai positif. Yang menandakan bahwa TOWR dan TBIG berhasil membukukan laba sedangkan untuk OASA berada di -622,80% karena Perseroan masih membukukan kerugian.
Bisnis
PT. Maharaksa Biru Energi Tbk (OASA) sebelumnya PT. Protech Mitra Perkasa Tbk bergerak dalam bidang Perdagangan, Pengembangan dan Pelayanan, khususnya mekanik dan teknik sipil listrik. Perusahaan ini didirikan pada tahun 2006. Melengkapi bisnis perdagangan dan konstruksi, pada tahun 2013, perusahaan memperluas layanannya dengan menyediakan layanan yang dikelola untuk Telco Towers melalui anak perusahaannya, Telesys Indonesia.
Prospek Bisnis
OASA siap garap proyek energi terbarukan mulai dari proyek pengolahan sampah (PSEL) di Cakung Jakarta, proyek bio energi, proyek bio industri, sampai proyek pengolahan limbah di Ibukota Nusantara (IKN).
Melalui anak usahanya, PT Indoplas Makmur Lestari dan PT Indoplas Karya Energi akan membangun, mengolah, dan mengelola sampah serta limbah menjadi energi listrik di sejumlah wilayah di Indonesia.
Indoplas Makmur Lestari sudah memiliki proyek yaitu pengelolaan sampah Jakarta bekerja sama dengan PT Wijaya Karya dan Jakarta Propertindo (Jakpro) mengelola 2.000 ton sampah per hari untuk menjadi energi listrik.
Proyek ini akan dibangun selama 36 bulan ditargetkan rampung pada 2025 dan akan beroperasi penuh setelah komisioning 6 bulan pada 2026. Adapun proyek ini mempunyai konsesi selama 30 tahun.
Proyek ini sebagai langkah awal dari penerapan cetak biru (blue print) dengan ruang lingkup usaha yang disesuaikan dan diperluas ke arah energi baru terbarukan, industri hijau, industri bio chemicals, digital, information technology, industri biomassa, dengan mengedepankan perhatian pada aspek Environment, Social and Governance (ESG).
Proyek FPSA ini akan menelan investasi hingga mencapai Rp 7 triliun. Pendanaan proyek ini akan bersumber dari kombinasi antara ekuitas dan pinjaman.
Diharapkan ekspansi bisnis ini dapat menunjang kinerja dari OASA.
Layak koleksi atau tidak?
Diketahui pada laporan keuangan kuartal III 2022 OASA masih membukukan kerugian yang berasal dari penurunan pendapatan yang cukup tajam hingga 76%. Selain itu tingginya beban gaji tunjangan dan jasa profesional yang tidak seimbang dengan pendapatannya, ini masih menjadi pertanyaan para investor, untuk membayar siapa sajakah dengan meningkatnya beban gaji dan jasa profesional.
Ini patut dipertanyakan juga, apakah worth it dengan tingginya beban pada gaji dan jasa profesional tapi belum mampu meningkatkan pada pendapatan.
Selain itu juga investor bisa menunggu hasil ekspansi bisnis OASA pada energi terbarukan yang diharapkan dapat menopang kinerja dari OASA.
Untuk saat ini OASA belum cukup menarik, sampai Investor menunggu hasil dari laporan keuangan kurtal IV 2022 apakah berhasil membukukan laba atau kembali membukukan kerugian.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)