Fundamental Pundit

MPPA 6 Tahun Merugi Terus, Masih Ada Yang Mau Beli Sahamnya?

Research - Susi Setiawati, CNBC Indonesia
09 March 2023 13:40
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto) Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • MPPA mengalami kerugian enam tahun berturut-turut sejak 2017 hingga 2022.
  • Tergerusnya kembali laba MPPA dikarenakan masih tingginya beban-beban. Sehingga MPPA perlu melakukan efisiensi biaya.
  • MPPA menjalin kerja sama dengan Perum Bulog terkait pendistribusian cadangan beras pemerintah.

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) kembali membukukan kerugian pada laporan keuangan per 31 Desember 2022. Dimana rugi tahun berjalan MPPA naik dari per Desember 2021 Rp337,5 milyar menjadi Rp429,6 milyar per Desember 2022.

Tingginya biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh MPPA masih menjadi salah satu penyebab MPPA kembali membukukan kerugian.

Penurunan kinerja MPPA tentunya berefek pada penurunan harga saham MPPA.

Diketahui pada penutupan perdagangan 8/3/2023 harga saham MPPA mendarat di Rp117 atau turun 4,10%. Diketahui MPPA sendiri sudah listing di Bursa Efek Indonesia sejak 21 Desember 1992 dengan harga IPO Rp7.150. Yang dimana harga saham MPPA sejak listing hingga saat ini sudah turun sekitar 98%.

Mari analisa penyebab kerugian MPPA secara mendalam.

Analisa Laporan Keuangan

Dalam pertumbuhan laba MPPA dari tahun 2016 hingga tahun 2022 memang terjadi penurunan kinerja. MPPA membukukan kerugian selama enam tahun berturut-turut. Dimana mulai tahun 2017 MPPA mulai membukukan kerugian pada laba bersih tahun berjalan sebesar Rp1,2 triliun. MPPA pun kembali membukukan rugi hingga tutup buku tahun 2022 dimana mencatat kerugian Rp430 milyar.

Investor bisa melihat dari hasil laporan keuangan terakhir MPPA per 31 Desember 2022. Apa yang membuat MPPA terus menerus menggerus laba.

labarugiFoto: Laporan Keuangan MPPA

Dalam laporan laba rugi MPPA per 31 Desember 2022, penjualan bersih dari MPPA meningkat 5,44% dari periode Desember 2021 sebesar Rp6,6 triliun menjadi Rp7 triliun pada Desember 2022. Secara margin juga meningkat meskipun kecil di angka 0,28%. Dimana margin pada Desember 2021 sebesar 17,98% dan Desember 2022 sebesar 18,27%.

Tergerusnya kembali laba MPPA dikarenakan masih tingginya beban-beban. Dimana terjadi kenaikan pada beban penjualan, beban umum dan administrasi dan Lain-lain - bersih yang meningkat cukup tajam. Sehingga MPPA kembali membukukan kerugian tahun berjalan sebesar Rp429,6 miliar.

Jika investor melihat pada catatan kaki laporan keuangan MPPA, rincian meningkatnya penjualan bersih berasal dari penjualan langsung dan penjualan konsinyansi hingga penjualan kotor meningkat dari Rp7 triliun pada Desember 2021 menjadi Rp7,4 triliun pada Desember 2022. Dan pengurangan biaya konsinyasi sebesar Rp396,9 milyar pada Desember 2022 sehingga penjualan bersih per Desember 2022 sebesar Rp7 triliun. Dimana penjualan konsinyasi adalah kondisi dimana pihak yang menerima barang titipan bertindak sebagai pihak yang menjualkan barang dagang untuk pemilik barang yang.

Dalam laporan keuangan MPPA pada modal saham, diketahui PT Multipolar Tbk (MLPL) masih memegang saham MPPA sebanyak 3,3 miliar lembar saham atau setara dengan kepemilikan 39%. Untuk BNYM memegang sebanyak 623 juta lembar saham atau kepemilikan 7,4%. Dan PT Goto Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) memegang sebanyak 507 juta lembar saham atau kepemilikan 5,9%.

Dimana MLPL dan GOTO memiliki saham MPPA berasal dari standby buyer right issue MPPA.

Laporan Keuangan MPPAFoto: Laporan Keuangan MPPA

Di saat laba MPPA terus menurun, justru MPPA tidak menambah hutang. Dalam laporan keuangan per 31 Desember 2022 terlihat terjadi penurunan hutang jangka pendek dan panjang. Dimana hutang jangka pendek per Desember 2021 sebesar Rp2,44 triliun menjadi Rp2,29 triliun pada Desember 2022.

Penurunan hutang jangka pendek terjadi akibat dari berkurangnya pinjaman bank, utang usaha dan liabilitas imbalan kerja jangka pendek.

Untuk hutang jangka panjang juga terjadi penurunan dari Rp1,6 triliun pada Desember 2021 menjadi Rp1,3 triliun pada Desember 2022.

Penurunan hutang jangka panjang diakibatkan turunnya liabilitas sewa jangka panjang dan liabilitas imbalan kerja jangka panjang.

Sehingga hutang MPPA berkurang dari Rp4 triliun pada Desember 2021 menjadi Rp3,6 triliun pada Desember 2022.

Dimana pada Desember 2021 MPPA melakukan right issue dengan penerbitan saham sebanyak 1,17 miliar lembar saham. Dimana harga pelaksanannya Rp760 per lembar saham, dengan nominal Rp50. Untuk dana yang diraup oleh MPPA sebanyak Rp890 milyar.

Dimana dengan rasio 7:45 yang berarti setiap pemegang 45 saham biasa MPPA akan mendapatkan tujuh HMETD (hak memesan efek terlebih dahulu) dimana satu HMETD berhak untuk membeli satu saham baru dengan harga pelaksanaan di Rp760 per lembarnya.

Hasil dana right issue yang dilakukan oleh MPPA pada Desember 2021, sekitar 16,9% akan digunakan oleh perseroan untuk membayar sebagian pokok utang. Sekitar 8,5% akan digunakan untuk belanja modal perseroan, antara lain untuk antara lain renovasi toko, pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan omni-channel, serta ekspansi toko baru.

Sisanya, sekitar 74,6% akan digunakan untuk modal kerja perseroan, antara lain untuk keperluan peningkatan kualitas persediaan melalui pembelian barang dagangan dari pemasok.

Dalam hal ini MPPA tidak menambah hutang pada periode 2022 dikarenakan sudah mendapatkan dana dari hasil right issue tersebut.

Laporan Keuangan MPPAFoto: Laporan Keuangan MPPA

Jika melihat dari persediaan pada catatan kaki laporan keuangan MPPA per 31 Desember 2022. MPPA tidak menambah barang yang sekiranya akan dijadikan stok lebih. Sehingga MPPA memanfaatkan persediaan yang ada. Dimana persediaan MPPA terdiri dari barang kebutuhan sehari-hari (groceries), peralatan dan tekstil (non-food) dan produk segar. Persediaan MPPA turun dari Rp1,05 triliun pada Desember 2021 menjadi Rp927,8 milyar pada Desember 2022.

Jika melihat dari sisi arus kas MPPA terjadi penurunan, dimana per Desember 2021 kas dan setara kas akhir tahun Rp752 milyar menjadi Rp320 milyar per Desember 2022.

Jika melihat secara lebih dalam di arus kas aktivitas operasi MPPA, terjadi penurunan kas dari Rp411,7 milyar pada Desember 2021 menjadi Rp216,7 milyar pada Desember 2022.

Dimana penerimaan dari pelanggan memang naik dari Rp6,6 triliun pada Desember 2021 menjadi Rp7 triliun pada Desember 2022. Namun tingginya biaya-biaya yang membuat kas pada aktivitas operasi tergerus. Dimana terjadinya peningkatan biaya kas kepada pemasok, beban operasional, gaji karyawan dan beban lainnya.

Selanjutnya dalam arus kas aktivitas investasi terjadi peningkatan biaya dimana per Desember 2021 sebesar Rp26,2 milyar menjadi Rp64,3 milyar per Desember 2022.

Dimana kenaikan biaya diakibatkan dari turunnya aset tetap pada penjualan dari Rp2,3 milyar menjadi Rp1,5 milyar. Dan naiknya pengurangan pada aset tetap pada pembelian dari Rp9,8 milyar menjadi Rp18,1 milyar. Serta naiknya pengurangan pada penambahan aset tidak lancar lainnya dari Rp27,3 milyar menjadi Rp41 milyar.

Kemudian dalam arus kas aktivitas pendanaan, paling menonjol adalah pada bagian penerimaan dari penawaran umum terbatas VI, dimana pada Desember 2021 MPPA menerima dana dari hasil right issue sebesar Rp720,9 milyar, dan pada Desember 2022 MPPA tidak menggelar right issue kembali sehingga tidak ada penerimaan dari penawaran umum terbatas.

Sehingga pengurangan pada arus kas aktivitas pendanaan cukup tinggi berada di Rp584 milyar per Desember 2022.

Bisnis

PT Matahari Putra Prima Tbk ("Perseroan") didirikan di Negara Republik Indonesia pada tanggal 11 Maret 1986.

Perseroan melakukan kegiatan usaha utama berupa jaringan toko swalayan yang menyediakan berbagai macam barang seperti barang kebutuhan sehari-hari hingga barang elektronik. Sampai dengan akhir tahun pelaporan ini, Perseroan mengoperasikan gerai Hypermart, Primo, Foodmart, Hyfresh, Boston Health & Beauty dan FMX di lebih dari 130 lokasi di Jakarta dan kota-kota lainnya di Indonesia.

Prospek Bisnis

MPPA berencana akan berekspansi gerai untuk meningkatkan transaksi dan perluasan pasar. Namun dari management MPPA sendiri mengatakan belum membuka target jumlah gerai baru dan brand ritel apa saja yang akan ditambah MPPA pada 2023.

MPPA juga akan mendesain ulang sejumlah gerai dengan format yang lebih compact. Hal ini guna untuk menarik perhatian para calon customer.

Selain itu, MPPA juga akan memperkuat saluran penjualan secara online, melalui strategi omni-channel dan marketplace. Dimana strategi ini dinilai ampuh dalam menjaga kinerja MPPA selama pandemi, dengan kontribusi mencapai 15%-16% terhadap total penjualan.

MPPA juga menjalin kerja sama dengan Perum Bulog terkait pendistribusian cadangan beras pemerintah. Salah satunya Hypermart akan bekerjasama dalam memasarkan beras medium untuk menjaga stabilisasi harga terutama menjelang Ramadhan nantinya.

Layak beli atau tidak?

Melihat dari hasil laporan keuangan per Desember 2022 memang MPPA belum berhasil menunjukkan kinerja yang positif. Kembalinya membukukan kerugian masih menjadi PR untuk MPPA terus meningkatkan kinerjanya.

Sehingga untuk saat ini memang MPPA belum begitu menarik. Namun investor bisa menunggu hasil dari prospek bisnis MPPA dimana akan melakukan ekspansi dan perbaikan bisnis. Jika hal ini berhasil dilakukan oleh MPPA dan menunjukkan pada hasil laporan keuangan yang positif nantinya, tentu ini akan menjadi hal menarik untuk di lirik oleh para investor nantinya.

Investor bisa menilai pada laporan keuangan kuartal I 2023 apakah bertumbuh atau sebaliknya.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Keuangan Lagi Gak Oke, Saham BRPT Prajogo Pangestu Mahal!


(saw/saw)
Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading