Newsletter
Hari Kejepit Nasional, Kemana Arah Pasar Keuangan RI?

- - Saat pasar keuangan RI libur Hari Nyepi, pergerakan pasar keuangan global cenderung volatile
- Wall Street kembali menghijau, meski The Fed menaikkan suku bunganya lagi
- Sentimen terkait kebijakan The Fed diperkirakan akan mendominasi pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Rabu dan Kamis (22-23/3/2023) ditutup dalam rangka libur dan cuti bersama Hari Nyepi Tahun Baru Saka 1945, sehingga perdagangan terakhir yakni Selasa lalu.
Pada perdagangan Selasa lalu, pasar keuangan RI mencatatkan kinerja yang cukup gemilang, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan harga obligasi pemerintah kompak menguat.
Pasar keuangan Tanah Air diharapkan melanjutkan kinerja positifnya pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Menurut data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG pada perdagangan Selasa lalu ditutup melonjak 1,2% ke posisi 6.691,61. IHSG nyaris menyentuh kembali level psikologis 6.700.
Nilai transaksi indeks pada perdagangan Selasa lalu mencapai sekitar Rp 8 triliun dengan melibatkan 20 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,2 juta kali. Sebanyak 332 saham terapresiasi, 202 saham terdepresiasi, dan 175 saham lainnya stagnan.
Investor asing pun mencatatkan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 494,25 miliar di seluruh pasar pada perdagangan Selasa lalu.
Dikala IHSG libur, sementara di kawasan Asia-Pasifik, pada perdagangan Kamis kemarin (23/3/2023) cenderung bervariasi. Untuk indeks Shanghai Composite China, Hang Seng Hong Kong, KOSPI Korea Selatan, SET Index Thailand, dan TAIEX Taiwan ditutup menghijau.
Sedangkan sisanya yakni ASX 200 Australia, BSE Sensex India, Nikkei 225 Jepang, KLCI Malaysia, PSEI Filipina, dan Straits Times Singapura ditutup melemah.
Berikut pergerakan IHSG pada Selasa lalu dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Kamis kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah, pada perdagangan Selasa lalu berhasil ditutup menguat di hadapan dolar AS, atau The Greenback.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan Selasa lalu di Rp 15.340/US$, naik 0,1% di pasar spot.
Saat rupiah libur, di kawasan Asia pada perdagangan Kamis kemarin secara mayoritas mampu mengalahkan sang greenback. Hanya dolar Hong Kong saja yang kalah melawan The Greenback kemarin, sedangkan dolar Taiwan cenderung stagnan.
Berikut pergerakan rupiah pada Selasa lalu dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Kamis kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan Selasa lalu harganya kompak menguat, menandakan bahwa imbal hasil (yield) melandai dan investor ramai memburunya.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun 1,9 basis poin (bp) menjadi 6,883%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin kemarin.
Saat pasar keuangan RI libur, pergerakan pasar keuangan global sejatinya cenderung bervariasi, di mana bursa saham cenderung lesu, tetapi pasar mata uang cenderung bergairah.
Hal ini terjadi setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 basis poin (bp) pada dini hari kemarin waktu Indonesia.
Meski tetap menaikkan suku bunga, tetapi kenaikan ini sudah sesuai dengan prediksi pasar berdasarkan alat CME FedWatch.
Namun, kenaikan suku bunga The Fed ini terjadi di tengah krisis perbankan AS yang mengguncang dunia. Keputusan The Fed tersebut menegaskan jika inflasi tetap menjadi pertimbangan utama The Fed.
Inflasi AS sebenarnya sudah melandai ke 6% (year-on-year/yoy) pada Februari 2023, dari 6,4% (yoy) pada Januari 2023. Namun, masih jauh di atas target The Fed di kisaran 2%.
Chairman The Fed, Jerome Powell mengatakan rapat Federal Open Market Committee (FOMC) mempertimbangkan untuk menahan kenaikan suku bunga karena adanya krisis perbankan.
Namun, rapat tetap memutuskan kenaikan karena inflasi masih kencang dan pasar tenaga kerja masih panas.
Dalam sepekan terakhir, AS tengah diguncang krisis yang menimpa tiga bank mereka. Silicon Valley Bank (SVB), Signature Bank, dan Silvergate Bank.
Selain keputusan The Fed, pelaku pasar juga bereaksi negatif terhadap pernyataan Menteri Keuangan AS, Janet Yellen.
Berbicara di depan senat pada Rabu kemarin waktu AS, Yellen mengatakan tidak akan ada 'blanket insurance" atau jaminan kepada nasabah bank di atas ketentuan.
Dia menegaskan Lembaga Penjamin Simpanan AS (FDIC) akan tetap mempertahankan batas simpanan yang dilindungi di angka US$ 250.000 per nasabah atau sekitar Rp 3,84 miliar.
Saham First Republic Bank kembali ambruk 15,5% kemarin setelah pernyataan Yellen. Saham Pacific Western Bank juga jeblok 17,1% sementara Western Alliance Bancorp turun 5,0 %.
Meski ada yang kecewa, tetapi ada juga yang menerimanya, karena kenaikannya sudah sesuai dengan prediksi pasar sebelumnya.
Namun, sebagian besar pelaku pasar global masih mengharapkan bahwa The Fed dapat terus melunak, jika memang mereka mempertimbangkan krisis perbankan di AS.