Sectoral Insight
Penting! Morgan Stanley Bilang Prospek Saham Asia Menjanjikan

Jakarta, CNBC Indonesia - Analis Morgan Stanley percaya diri dan bersikap bullish ke saham Asia dan pasar berkembang (EM), terutama growth stock.
Bank investasi asal Amerika Serikat (AS) tersebut yakin, pelonggaran pengetatan finansial oleh bank sentral bisa menjadi kabar baik untuk pasar kawasan tersebut.
"Dengan volatilitas pasar dan imbal hasil obligasi yang mulai moderat, kami langsung kembali bullish pada saham Pertumbuhan (Growth stock) dibandingkan saham Nilai (Value stock) di Asia/EM setelah mengambil sikap netral taktis pada 23 Februari," menurut catatan Morgan Stanley, dikutip CNBC International, Selasa (21/3).
Asal tahu saja, dalam dunia investasi, ada istilah growth stock dan value stock.
Growth stock berarti perusahaan yang punya potensi mengungguli pasar secara keseluruhan lantaran memiliki potensi pertumbuhan keuangan ke depan.
Sedangkan, value stock adalah saham perusahaan yang saat ini diperdagangkan di bawah nilai wajarnya (undervalued) dan berpotensi punya tingkat pengembalian (return) investasi yang baik.
Ahli strategi Morgan Stanley tersebut mengatakan, pasar obligasi berjangka mengharapkan bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga pada pengumuman hasil rapat FOMC pada Kamis dini hari nanti, yang kemudian diikuti oleh penurunan suku bunga pada akhir tahun.
Dalam rapat FOMC pada Rabu waktu AS tersebut, The Fed memang akhirnya memutuskan untuk tetap menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 4,75-5,0%.
Seiring dengan itu, growth stock akan mendapat manfaat dari pelonggaran kebijakan finansial semacam itu.
"Dari perspektif quant, kami yakin likuiditas sekarang ada di pihak kita," tulis para ahli strategi Morgan Stanley.
Mereka melanjutkan, "Dengan momentum Purchasing Manufaktur (PMI) yang kuat di Asia/EM, dan ekspektasi suku bunga terminal AS yang memuncak, kami yakin ini saatnya untuk menyematkan [rating] overweight pada Growth stock di Asia/EM lagi."imbuhnya.
Morgan Stanley menyebut, keputusan bank sentral China untuk memotong persyaratan rasio cadangan wajib (RR)--jumlah yang harus disimpan bank sebagai cadangan--sebesar 25 basis poin (bps) pada minggu lalu juga memberikan dukungan lebih lanjut untuk sentimen bullish terhadap pasar negara berkembang.
Sebelumnya, Morgan Stanley dalam catatan terpisah pada Jumat pekan lalu menulis, pasar saham Asia di luar Jepang kemungkinan akan mengungguli pasar negara maju.
Itu karena, jelas mereka, ekonomi global bersiap untuk dampak lebih lanjut dari masalah di sektor perbankan yang melanda AS (SVB hingga First Republic) dan Swiss (kasus Credit Suisse).
"Tekanan keuangan baru-baru ini di AS dan UE [Uni Eropa] telah mengalihkan perdebatan dari potensi skenario 'tidak ada pendaratan' [no landing scenario], dan kembali ke persoalan risiko perlambatan [ekonomi] dan pendaratan keras [hard landing]," kata ahli strategi Morgan Stanley minggu lalu.
"Tetapi, mengingat tantangan inflasi yang relatif dapat dikendalikan dan siklus kebijakan suku bunga untuk Asia, kami pikir orang juga harus memfokuskan kembali perhatian pada kinerja pertumbuhan yang lebih baik di kawasan ini," imbuh mereka.
Morgan Stanley pun memproyeksikan, indeks Hang Seng Hong Kong berpotensi melonjak 28% dari level saat ini pada akhir 2023 dan indeks CSI 300 China melesat 14% pada periode yang sama.
"Kami melihat sejumlah faktor yang akan menjaga permintaan domestik Asia tetap kuat, sehingga membantu pertumbuhannya mengungguli kinerjanya," kata analis Morgan Stanley.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)[Gambas:Video CNBC]