Newsletter

Waspada! IHSG Bisa Kena Guncang "Gempa" Wall Street

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
21 February 2023 06:13
Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi Bursa (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • Surplus transaksi berjalan tidak ada efek ke pasar keuangan Indonesia
  • Wall street diprakirakan kena guncangan, bisa turun 6%
  • The Fed Bisa menaikkan suku bunga 3 kali lagi, waspada outflow 

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia terpantau stabil pada perdagangan kemarin meskipun transaksi berjalan (current account) mampu mencatat surplus sepanjang 2022. 

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Senin (20/2/2023) berakhir di 6.894,71 atau terkoreksi tipis 0,01% secara harian.

Parahnya 309 saham turun, 203 saham mengalami kenaikan dan 208 lainnya stagnan. Perdagangan menunjukkan nilai transaksi sekitar Rp 8,95 triliun dengan melibatkan 21,59 miliar saham.

Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia via Refinitiv, enam dari sepuluh sektor melemah. Sektor energi menjadi sektor yang paling merugikan indeks dengan penurunan 1,08%. Sementara itu, sektor konsumen non-primer menjadi sektor penahan koreksi, menguat 0,80%.

Saham-saham energi yang tumbang termasuk Borneo Olah Sarana ambles 6,49% disusul Garda Tujuh Buana melorot 3,21%. Selain itu Indika Energy dan Bumi Resources turun 2% lebih. Usaha milik konglomerat, Bayan Resources juga melemah 1,48%. Terakhir, Golden Energy melandai 1,14%

Tumbangnya IHSG juga tak lepas dari pelemahan saham-saham dengan kapitalisasi raksasa. GOTO membebani indeks sebesar 5,69 indeks poin sementara Astra International dan Bank Indonesia menjadi beban sebesar 5,33 dan 3,52 indeks poin

Kinerja IHSG bergerak anomali saat mayoritas bursa utama Asia-Pasifik menguat di tengah sikap investor yang menanti rilis data ekonomi dan agenda penting pekan ini, termasuk rapat bank sentral Amerika Serikat (AS).

Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup naik tipis 0,07% ke posisi 27.531,9, Hang Seng Hong Kong melesat 0,81% ke 20.886,96, Shanghai Composite China melejit 2,06% ke 3.290,34, ASX 200 Australia juga naik tipis 0,06% ke 7.351,5, dan KOSPI Korea Selatan menguat 0,16% menjadi 2.455,12.

Sedangkan untuk indeks Straits Times Singapura ditutup melemah 0,59% ke 3.308,75.

Sementara itu nilai tukar rupiah menguat tipis 0,3% ke Rp 15.155/US$ di pasar spot karena transaksi berjalan (current account) Indonesia mampu mencatat surplus sepanjang 2022. 

Namun, devisa hasil ekspor (DHE) yang tidak berada di dalam negeri membebani rupiah untuk lebih diapresiasi oleh investor.

Hal ini yang membuat rupiah masih kesulitan menguat. Dengan pasokan valas yang tiris tercermin dari kondisi cadangan devisa, saat permintaan dolar AS sedang tinggi maka rupiah akan tertekan.

Di sisi lain, tekanan dari eksternal kembali besar, sebab bank sentral AS (The Fed) diprediksi akan menaikkan suku bunga dengan agresif lagi tahun ini.

Indeks utama Wall Strett libur pada perdagangan Senin (20/2/2023). Sementara pada perdagangan Jumat (17/2), Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 0,39% ke 33.826,69 poin. Sedangkan S&P 500 ditutup turun 0,28% ke 4.079,09 dan Nasdaq Composite juga melemah 0,58% menjadi 11.787,27.

Kinerja dalam sepekan kemarin Dow Jones koreksi 0,1%, S&P 500 turun 0,3%, dan Nasdaq naik 0,6%.

Kan tetapi ada prediksi mengerikan oleh Bank of America (BofA) yang mengatakan bahwa indeks S&P 500 pada awal Maret bisa anjlok 6% ke bawah 3.800-an.

"Hati-hati, penguatan indeks S&P 500 pada 2023 akan lenyap awal bulan depan," kata Michael Hartnett, kepala ahli strategi investasi Bank of America dalam sebuah catatan kepada nasabah mereka, sebagaimana dikutip Business Insider, Jumat (17/2/2023).

Hal ini karena bank sentral AS (The Fed) yang jauh dari kata selesai dalam melawan inflasi sehingga potensi tren kenaikan suku bunga acuan akan terus berlanjut.

Goldman Sachs dan Bank of America memperkirakan masih akan ada tiga kenaikan suku bunga lagi masing-masing naik 25 basis poin (bp).

Selaras dengan Sachs, pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga tiga kali lagi pada Maret, Mei dan Juni masing-masing sebesar 25 basis poin hingga menjadi 5,25% - 5,5%. Ini artinya pasar melihat suku bunga bisa lebih tinggi dari proyeksi yang diberikan The Fed 5% - 5,25%.

Perkiraan tersebut tak lepas dari ekonomi Amerika Serikat yang masih solid dan inflasi Januari yang tumbuh di atas ekspektasi pasar.

Untuk diketahi inflasi Amerika Serikat pada Januari tumbuh 6,4% year-on-year (yoy). Angka tersebut berada di atas ekspektasi yakni 6,2% yoy dan berada jauh dari target The Fed yaitu 2%.

Selain itu Amerika Serikat dilaporkan mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, jauh lebih tinggi dari sebelumnya yakni 260.000 orang. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dan merupakan angka terndah sejak Mei 2969.

Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Ekonomi yang solid dipandang menjadi momentum bagus untuk terus menaikkan suku bunga dalam upaya menurukan angka inflasi.

Pasar saham Indonesia tampaknya masih akan diselimuti sentimen yang cenderung kelabu, terutama dari luar negeri.

Amerika Serikat akan mengumumkan kinerja manufakturnya pada malam nanti. Berdasarkan konsensus Trading Economics, PMI Manufacture AS berada di level 47,1. Angka ini bertumbuh dari posisi sebelumnya yakni 46,9 pad Januari.

Hal ini memiliki arti bahwa aktivitas manufaktur AS mampu bangkit selama dua bulan beruntun dan menjadi indikasi bahwa ekonomi AS baik-baik saja.

Sebelumnya, AS dilaporkan mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, jauh lebih tinggi dari sebelumnya yakni 260.000 orang. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dan merupakan angka terendah sejak Mei 2969.

Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.

Masalahnya data-data yang positif ini membuat para pelaku pasar tidak tenang. Pasalnya ekonomi yang solid dipandang menjadi momentum bagus untuk terus menaikkan suku bunga dalam upaya menurunkan angka inflasi.

Goldman Sachs dan Bank of America memperkirakan masih akan ada tiga kenaikan suku bunga lagi masing-masing naik 25 basis poin (bp).

Selaras dengan Sachs, pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga tiga kali lagi pada Maret, Mei dan Juni masing-masing sebesar 25 basis poin hingga menjadi 5,25% - 5,5%. Ini artinya pasar melihat suku bunga bisa lebih tinggi dari proyeksi yang diberikan The Fed 5% - 5,25%.

Hal ini memicu Bank of America membuat prakiraan wall street akan terguncang, indeks bisa turun 6% pada Maret.

Efeknya akan terasa ke Indonesia sebab indeks As adalah acuan dunia dan ada potensi dana mengalir keluar dari pasar ekuitas ke safe haven seperti dolar AS. Rupiah pun juga bisa terkena imbas.

Di sisi lain meskipun Indonesia mencatatkan surplus neraca pembayaran, investor tidak terlalu mengapresiasi sebab valuta asing yang masih terparkir di luar negeri.

Bank Indonesia (BI) mencatat surplus transaksi berjalan tahun 2022 naik signifikan mencapai 13,2 miliar dolar AS atau 1,0% dari PDB. Angka surplus ini lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus tahun 2021 sebesar 3,5 miliar dolar AS atau 0,3% dari PDB.

Sejalan dengan ini, Transaksi berjalan pada akhir triwulan IV juga kembali mencatat surplus sebesar 4,3 miliar dolar AS atau 1,3% dari PDB, tetapi capaian surplus sedikit melambat pada triwulan sebelumnya sebesar 4,5 miliar dolar AS atau 1,3% dari PDB.

NPI secara keseluruhan tahun 2022 kembali membukukan surplus sebesar 4,0 miliar dolar AS, setelah pada tahun sebelumnya mencatat surplus 13,5 miliar dolar AS.

Berikut sejumlah agenda dan rilis ekonomi yang terjadwal untuk hari ini:

  • Risalah Bank Sentral Australia (7.30 WIB)
  • PMI Manufaktur Flash Jepang (7.30 WIB)
  • PMI Manufaktur Flash Amerika Serikat (7.30 WIB)

Agenda Event:

  • Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono akan menjadi pembicara dalam CNBC Food Agri Outlook 2023 (Pk 09:00 WIB)
  • Capital Market Outlook 2023 digelar oleh CNBC Indonesia  (Pk 12:00)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

Indikator

Tingkat

Pertumbuhan Ekonomi (Q4-2022 YoY)

5,01%

Inflasi (Januari 2023 YoY)

5,28%

BI-7 Day Reverse Repo Rate (Januari 2023)

5,75%

Defisit Anggaran (APBN Desember 2022)

-2,38% PDB

Surplus Transaksi Berjalan (2022)

1,0% PDB

Surplus Neraca Pembayaran Indonesia (Q4-2022 YoY)

US$ 4,7 miliar

Cadangan Devisa (Januari 202)

US$ 139,4 miliar

CNBC INDONESIA RESEARCH

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular