
Waspada! IHSG Bisa Kena Guncang "Gempa" Wall Street

Pasar saham Indonesia tampaknya masih akan diselimuti sentimen yang cenderung kelabu, terutama dari luar negeri.
Amerika Serikat akan mengumumkan kinerja manufakturnya pada malam nanti. Berdasarkan konsensus Trading Economics, PMI Manufacture AS berada di level 47,1. Angka ini bertumbuh dari posisi sebelumnya yakni 46,9 pad Januari.
Hal ini memiliki arti bahwa aktivitas manufaktur AS mampu bangkit selama dua bulan beruntun dan menjadi indikasi bahwa ekonomi AS baik-baik saja.
Sebelumnya, AS dilaporkan mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, jauh lebih tinggi dari sebelumnya yakni 260.000 orang. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dan merupakan angka terendah sejak Mei 2969.
Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.
Masalahnya data-data yang positif ini membuat para pelaku pasar tidak tenang. Pasalnya ekonomi yang solid dipandang menjadi momentum bagus untuk terus menaikkan suku bunga dalam upaya menurunkan angka inflasi.
Goldman Sachs dan Bank of America memperkirakan masih akan ada tiga kenaikan suku bunga lagi masing-masing naik 25 basis poin (bp).
Selaras dengan Sachs, pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga tiga kali lagi pada Maret, Mei dan Juni masing-masing sebesar 25 basis poin hingga menjadi 5,25% - 5,5%. Ini artinya pasar melihat suku bunga bisa lebih tinggi dari proyeksi yang diberikan The Fed 5% - 5,25%.
Hal ini memicu Bank of America membuat prakiraan wall street akan terguncang, indeks bisa turun 6% pada Maret.
Efeknya akan terasa ke Indonesia sebab indeks As adalah acuan dunia dan ada potensi dana mengalir keluar dari pasar ekuitas ke safe haven seperti dolar AS. Rupiah pun juga bisa terkena imbas.
Di sisi lain meskipun Indonesia mencatatkan surplus neraca pembayaran, investor tidak terlalu mengapresiasi sebab valuta asing yang masih terparkir di luar negeri.
Bank Indonesia (BI) mencatat surplus transaksi berjalan tahun 2022 naik signifikan mencapai 13,2 miliar dolar AS atau 1,0% dari PDB. Angka surplus ini lebih tinggi dibandingkan dengan capaian surplus tahun 2021 sebesar 3,5 miliar dolar AS atau 0,3% dari PDB.
Sejalan dengan ini, Transaksi berjalan pada akhir triwulan IV juga kembali mencatat surplus sebesar 4,3 miliar dolar AS atau 1,3% dari PDB, tetapi capaian surplus sedikit melambat pada triwulan sebelumnya sebesar 4,5 miliar dolar AS atau 1,3% dari PDB.
NPI secara keseluruhan tahun 2022 kembali membukukan surplus sebesar 4,0 miliar dolar AS, setelah pada tahun sebelumnya mencatat surplus 13,5 miliar dolar AS.
(ras/ras)