
Lebih Mahal Dari Kompetitor, InI Dia Risiko Bisnis PGEO

PGEO belum layak beli jika dilihat dari sisi bisnisnya yang masih terbilang butuh banyak pengembangan karena PGEO masih termasuk bauran energi baru terbarukan (EBT). Diketahui PLN mencatatkan kontribusi energi baru terbarukan dalam penggunaan bahan bakar pembangkit listrik hingga November baru mencapai 12,6%. Sementara non-EBT masih sangat besar yakni 87,4%.
Menurut Direktur Mega Project PLN Muhammad Ikhsan Asaad saat Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII DPR RI pada Rabu (25/11/2022), dari data yang dipaparkannya menunjukkan bahwa kontribusi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbahan bakar batu bara masih mendominasi yakni mencapai 50,4% atau sebesar 31.827 mega watt (MW). Terbesar kedua berbahan bakar gas dari pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) sebesar 19,2% atau 12.137 MW, kemudian disusul pembangkit listrik tenaga gas/ mesin gas sebesar 10,7% atau 6.765 MW, dan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) sebesar 7,1% atau 4.487 MW.
Maka dari itu, subtotal untuk pembangkit listrik berbahan bakar fosil atau non-EBT mencapai 87,4% atau 55.216 MW.
Sambungnya, kondisi kelistrikan kita sampai 2020 didominasi pembangkit batu bara, apalagi kita tahu ada proyek 35 ribu MW dan sudah masuk ke sistem PLN kami. Namum kami tetap berkomitmen mengejar target 23% EBT di 2025.
Namun jika melihat dari sisi rasio dan pertumbuhan labanya, PGEO bisa dipertimbangkan.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/pap)