Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah melanjutkan kinerja impresif melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan lalu. Mata Uang Garuda tercatat menguat menguat 0,6% ke Rp 14.890/US$, dan sukses membukukan penguatan empat pekan beruntun.
Sepanjang tahun berjalan penguatannnya sekitar 4,5% dan menjadi mata uang dengan kinerja terbaik ke-enam di dunia. Selain itu posisnya juga berada di dekat level terkuat dalam nyaris 5 bulan terakhir.
Dengan kinerja tersebut dan melihat kondisi eksternal, ada risiko rupiah akan terkoreksi di pekan ini, bahkan tidak menutup kemungkinan terpuruk.
Tekanan besar datang dari eksternal, indeks dolar AS akhirnya bangkit pasca rilis data tenaga kerja Negeri Paman Sam.
Amerika Serikat yang kuat, begitu juga dengan pasar tenaga kerja.
Secara mengejutkan perekonomian Paman Sam mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 517 ribu orang sepanjang Januari, jauh lebih tinggi di atas survei Reuters sebanyak 185 ribu orang.
Kemudian, tingkat pengangguran yang diprediksi naik menjadi 3,6% malah turun menjadi 3,4%. Rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.
Pasar tenaga kerja yang kuat, begitu juga dengan rata-rata upah berisiko membuat inflasi semakin sulit turun ke target The Fed 2%. Artinya ada risiko The Fed kembali akan agresif menaikkan suku bunga, dan indeks dolar AS pun melesat lebih dari 1% pada perdagangan Jumat pekan lalu. Ini membuatnya mencatat penguatan mingguan setelah menurun dalam 3 pekan beruntun
Sementara itu dari dalam negeri, akan dirilis data produk domestik bruto (PDB). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi mencapai 5,03% year-on-year (yoy). Hasil polling Reuters bahkan lebih rendah lagi, yakni 4,84%
Jika terealisasi, maka produk domestik bruto tersebut akan melambat dari pada kuartal III-2022 sebesar 5,72% ( yoy).
Data pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya akan berdampak pada pergerakan pasar finansial Indonesia. Jika realisasinya di bawah 5% atau bahkan di bawah polling Reuters, maka akan memberikan dampak negatif, sementara jika jauh di atas konsensus bisa memberikan dampak yang bagus.
Meski demikian, efeknya tidak akan berkepanjangan, alias hanya di awal pekan saja. Sebab pelaku pasar kini berfokus pada pertumbuhan ekonomi tahun ini. 2022 sudah lewat dan jadi masa lalu.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cadangan Devisa dan Tingkat Keyakinan Konsumen
Beberapa indikator yang bisa menentukan arah perekonomian ke depannya akan dirilis pekan ini, dan akan memberikan dampak lebih panjang.
Data cadangan devisa yang akan dirilis pada hari Selasa bisa berdampak pada pergerakan rupiah. Seperti diketahui pemerintah sedang gencar berupaya menarik devisa hasil ekspor (DHE) yang banyak parkir di luar negeri. Jika sukses, maka cadangan devisa akan meningkat, dan berdampak positif ke rupiah.
Stabilitas rupiah akan menjadi sangat penting untuk mengarungi 2023.
Selain itu ada laporan tingkat keyakinan konsumen Indonesia juga pekan ini. Pada bulan Desember angka indeksnya mencapai 120, dan jika meningkat artinya konsumen semakin optimistis, dan belanja rumah tangga bisa meningkat.
Mengingat konsumsi rumah tangga berkontribusi sekitar 50% dari PDB, maka kenaikan tingkat keyakinan konsumen bisa memberikan sentimen positif.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Analisis Teknikal
Secara teknikal, belum ada perubahan level-level yang harus diperhatikan. Rupiah masih jauh di bawah Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Penguatan rupiah sebelumnya terakselerasi setelah menembus Rp 15.450/US$, yang merupakan Fib. Retracement 38,2%.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50), MA 100 dan 200 yang tentunya memberikan peluang penguatan lebih lanjut.
Namun, beberapa indikator juga menunjukkan risiko koreksi rupiah.
Indikator Stochastic pada grafik harian berada di wilayah jenuh jual (oversold) dalam waktu yang lama.
 Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakanleading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayahoverbought(di atas 80) atauoversold(di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Stochastic yang mencapai jenuh jual tentunya memperbesar risiko koreksi.
Selain itu, penguatan tajam dalam beberapa pekan terakhir membuat rupiah berkali-kali membentuk gap, atau posisi pembukaan perdagangan yang jauh lebih rendah dari penutupan hari sebelumnya.
Gap besar juga terjadi Kamis (2/2/2023) kemarin, sehingga risiko koreksi cukup besar. Secara teknikal, pasar biasanya akan menutup gap tersebut, yang artinya risiko koreksi bertambah.
Support terdekat berada di kisaran Rp 14.840/US$ - Rp 14.830/US$, selama tertahan di atasnya rupiah berisiko melemah ke Rp 14.900/US$ - Rp 14.930/US$.
Penembuan ke atas level tersebut akan membawa rupiah menguji kembali level psikolgis Rp 15.000/US$, sebelum menuju level kunci Fib. Retracement 50%.
Sementara jika support tersebu ditembus dengan konsisten, rupiah berpeluang menguat ke Rp 14.800/US$. Target penguatan di pekan ini jika level tersebut ditembus ke Rp 14.730/US$ yang merupakan Fib. Retrcement 61,8% dan menjadi support kuat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]