FX Insight
Kian Nyata! Suku Bunga The Fed Bisa 6%, Awas Rupiah Merana

- Rupiah sudah tiga pekan beruntun tidak mampu menguat, bahkan ada risiko pelemahan lebih besar minggu ini.
- Inflasi PCE di Amerika Serikat kembali menanjak, sehingga kemungkinan The Fed kembali agresif menaikkan suku bunga kembali meningkat.
- Pasar mulai melihat puncak suku bunga The Fed bisa mencapai 6%, meski probabilitasnya masih kecil.
Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sepanjang pekan lalu mencatat pelemahan tipis 0,13% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.220/US$. Dengan demikian, rupiah mencatat pelemahan tiga pekan beruntun bahkan berisiko berlanjut minggu ini, tekanan bisa lebih besar lagi sebab inflasi di Amerika Serikat kembali menanjak.
Artinya, bank sentra AS (The Fed) kemungkinan akan kembali agresif dalam menaikkan suku bunga.
CEO JPMorgan, Jamie Dimon pada Januari lalu bahkan menyatakan The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga (Federal Funds Rate/FFR) hingga ke level 6% untuk melawan inflasi
"Inflasi tidak akan turun seperti yang diharapkan orang," katanya. "Tapi yang pasti akan turun sedikit."
Jika kondisinya masih urung membaik, Dimon berpendapatan The Fed dapat mulai menaikkan suku bunga pada kuartal keempat dan menyebut kenaikan suku bunga acuan tersebut "mungkin saja 6%."
Suku bunga 6% akan menjadi yang tertinggi sejak 2021. Jika itu terjadi, pasar finansial global akan mengalami "Gempa".
Aliran modal bisa kembali keluar dari negara emerging market seperti Indonesia menuju Amerika Serikat. Dolar AS menjadi perkasa lagi dan nilai tukar mata uang lainnya berisiko kembali terpuruk.
Pelaku pasar pun mulai melihat risiko FFR bisa mencapai 6% meski probabilitasnya masih kecil. Berdasarkan perangkat FedWacth milik CME Group, pelaku pasar melihat suku bunga mencapai level tersebut pada Juli dengan probabilitas sebesar 7%.
![]() |
Memang sangat kecil, tetapi probabilitas suku bunga mencapai 5,5% - 5,75% cukup besar, sekitar 31%. Itu sudah lebih tinggi 50 basis poin ketimbang proyeksi yang diberikan The Fed akhir tahun lalu 5% - 5,25%.
Peningkatan probabilitas tersebut terjadi setelah inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) kembali naik pada Januari. Inflasi ini merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter.
Inflasi PCE dilaporkan naik menjadi 5,4% (year-on-year/yoy) dari sebelumnya 5,3%, sementara inflasi inti PCE tumbuh 4,7% dari sebelumnya 4,6%.
Isu tersebut akan mempengaruhi pergerakan rupiah sepanjang pekan ini. Dari dalam negeri, juga akan ada rilis data inflasi serta aktivitas sektor manufaktur yang juga bisa mempengaruhi pergerakan rupiah.
Secara teknikal, rupiah masih jauh di atas Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Rupiah yang disimbolkan USD/IDR juga bergerak di atas rerata pergerakan 200 hari (moving average 200/MA 200), yang memberikan tekanan lebih besar.
Resisten terdekat berada di kisaran Rp 15.270/US$ - Rp 15.280/US$. Jika Ditembus, ada risiko rupiah merosot ke Rp 15.400/US$ - Rp 15.450/US$ di pekan ini.
![]() Foto: Refinitiv |
Indikator Stochastic pada grafik harian kini berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama.
Stochastic merupakanleading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayahoverbought(di atas 80) atauoversold(di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Dengan stochastic berada di wilayah overbought, ruang penguatan rupiah tentunya lebih besar.
Support berada di kisaran Rp 15.150/US$ - Rp 15.130/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat lebih jauh menuju level kunci psikologis Rp15.090/US$. Rupiah harus menembus konsisten ke bawah level tersebut untuk menguat lebih jauh di pekan ini.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]indonesia.com
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]