FX Insight

Di Balik Transaksi Berjalan Yang Sehat, Rupiah Tak Tentu Kuat

Research - Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 February 2023 08:30
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki) Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
  • Rupiah mencetak pelemahan dua pekan beruntun melawan rupiah, dan tekanan masih cukup besar di pekan ini. 
  • Bank Indonesia menegaskan suku bunga saat ini sudah cukup untuk meredam inflasi, di sisi lain pasar melihat The Fed akan kembali agresif di pekan ini.
  • Transaksi berjalan RI diprediksi surplus pada 2022, tetapi kemungkinan besar tidak akan memberikan dampak ke pergerakan rupiah.

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) pada pekan lalu menegaskan suku bunga saat ini 5,75% sudah memadai untuk mengendalikan inflasi. Memang pengumuman tersebut tidak memberikan tekanan bagi rupiah, tetapi juga tidak mampu mendongkrak kinerjanya.

"Kita memandang meyakini suku bunga acuan memadai dalam arti tidak dibutuhkan kenaikan lagi, itulah stance dari kebijakan moneter," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023).

Rupiah sepanjang pekan lalu tercatat melemah 0,46% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.200/US$ sepanjang pekan lalu. Rupiah juga membukukan pelemahan dua pekan beruntun dengan total sekitar 2%.

Di pekan ini, ada rilis data transaksi berjalan (current account) yang biasanya penting bagi pergerakan rupiah. Sebab, transaksi berjalan menggambarkan pasokan devisa yang tidak mudah berubah (dari aktivitas ekspor-impor barang dan jasa).

Transaksi berjalan pada kuartal IV dan setahun penuh 2022 diperkirakan akan mencatat surplus, tetapi tidak serta merta akan membuat rupiah perkasa.

Sebab, meski neraca perdagangan mencetak surplus 33 bulan beruntun, devisa hasil ekspor (DHE) tidak berada di dalam negeri. Artinya, di atas kertas surplus, tetapi duitnya di luar negeri.

Hal ini yang membuat rupiah masih kesulitan menguat. Dengan pasokan valas yang tiris tercermin dari kondisi cadangan devisa, saat permintaan dolar AS sedang tinggi maka rupiah akan tertekan.

Di sisi lain, tekanan dari eksternal kembali besar, sebab bank sentral AS (The Fed) diprediksi akan menaikkan suku bunga dengan agresif lagi tahun ini.

Pasar melihat The Fed akan menaikkan suku bunga 3 kali lagi di tahun ini, pada Maret, Mei dan Juni masing-masing 25 basis poin. Probabilitas kenaikan pada Juni pun lumayan tinggi, 53%, berdasarkan data perangkat FedWatch milik CME Group.

Jika terealisasi, maka suku bunga The Fed pada Juni akan mencapai 5,25% - 5,5%, lebih tinggi dari proyeksi The Fed 5% - 5,25% dan bakal dipertahahankan dalam waktu yang lama, higher for longer.

CEO JPMorgan, Jamie Dimon pada Januari lalu bahkan menyatakan The Fed mungkin perlu menaikkan suku bunga hingga ke level 6% untuk melawan inflasi

"Inflasi tidak akan turun seperti yang diharapkan orang," katanya. "Tapi yang pasti akan turun sedikit."

Jika kondisinya masih urung membaik, Dimon berpendapatan The Fed dapat mulai menaikkan suku bunga pada kuartal keempat dan menyebut kenaikan suku bunga acuan tersebut "mungkin saja 6%."

Semakin kuat ekspektasi The Fed agresif, maka tekanan bagi rupiah akan semakin besar.

Secara teknikal, rupiah semakin jauh di atas Rp 15.090/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.

Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 50%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.

Rupiah yang disimbolkan USD/IDR juga bergerak di atas rerata pergerakan 200 hari (moving average 200/MA 200), yang memberikan tekanan lebih besar.

Indikator Stochastic pada grafik harian kini berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama.

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.

idrGrafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Foto: Refinitiv

Dengan stochastic yang mulai masuk overbought, tekanan pelemahan tentunya sedikit mereda, peluang penguatan juga terbuka.

Support berada di kisaran Rp 15.150/US$ - Rp 15.130/US$, jika ditembus rupiah berpeluang menguat lebih jauh menuju level kunci psikologis Rp15.090/US$. Rupiah harus menembus konsisten ke bawah level tersebut untuk menguat lebih jauh di pekan ini.

Sementara resisten di kisaran Rp 15.250/US$ hingga Rp 15.280/US$ jika ditembus ada risiko rupiah melemah menuju Rp 15.400/US$.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(pap/pap)

[Gambas:Video CNBC]