FX Insight
Dolar AS Milik RI "Ditilep" Tetangga, Rupiah Bisa Apa?

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah tercatat melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan pertama 2023. Pelemahannya tidak besar 0,42% ke Rp 15.630/US$, tetapi kemungkinan rupiah untuk menguat tajam masih kecil pekan ini. Sebabnya, pasokan dolar AS sedang kering.
Ketika supply sedang kering, orang-orang berani membayar lebih mahal mendapatkan dolar AS, alhasil nilainya pun kuat.
Isu kelangkaan dolar AS terus berhembus dalam beberapa bulan terakhir, terlihat dari cadangan devisa yang sebelumnya dalam tren menurun saat neraca perdagangan justru mencatat surplus dalam 31 bulan beruntun.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada periode Januari - November 2022 surplus neraca perdagangan tercatat lebih dari US$ 50 miliar.
Bank Indonesia (BI) Jumat lalu melaporkan posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Desember 2022 mencapai US$ 137,2 miliar, naik US$ 3,2 miliar dari posisi November.
Dengan demikian, cadangan devisa sudah naik 2 bulan beruntun setelah sebelumnya merosot pada periode Maret - Oktober 2022.
Namun, pada Desember lalu terjadi karena pemerintah melakukan penarikan pinjaman luar negeri.
"Peningkatan posisi cadangan devisa pada Desember 2022 antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa, serta penarikan pinjaman pemerintah," tulis Bank Indonesia (BI) dalam keterangan resminya, Jumat (6/1/2022).
Terlihat, ketika neraca perdagangan surplus, tetapi cadangan devisa malah menurun. Para eksportir menempatkan valuta asing mereka di luar negeri.
BI pun sudah "mengakui" hal tersebut, melihat langkah yang diambil belakangan ini guna bisa menahan Devisa Hasil Impor (DHE) lebih lama di dalam negeri.
Pada pengumuman kebijakan moneter Desember lalu, BI meluncurkan instrumen operasi moneter valuta asing (valas) baru. Instrumen tersebut diharapkan bisa memulangkan DHE yang banyak diparkir di Singapura.
Selain itu, pemerintah juga menerbitkan global bond pada pekan lalu, nilainya mencapai US$ 3 miliar, atau setara sekitar Rp 47 triliun dari pasar obligasi luar negeri, dicatatkan Singapore Stock Exchange dan Frankfurt Stock Exchange.
Biaya penerbitan pun terbilang mahal, sebab imbal hasil (yield) yang diberikan dua kali lipat ketimbang tahun lalu.
Global bond dengan tenor 5 tahun yield-nya sebesar 4,80%, tenor 10 tahun sebesar 5,10% dan 30 tahun sebesar 5,75%.
Sebagai pembanding, untuk tenor acuan 10 tahun, persentasenya dua kali lipat lebih mahal dari penerbitan global bond tenor serupa pada 2021 yang hanya 2,2%.
Meski ada tekanan dari keringnya dolar AS di dalam negeri, situasi eksternal membuat rupiah punya peluang menguat. Pelaku pasar kini sudah menimbang-nimbang apakah bank sentral AS (The Fed) akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya, atau bisa memangkas suku bunganya lebih cepat.
Sebabnya, data ekonomi AS sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan. Institute for Supply Management (ISM) Jumat lalu melaporkan sektor jasa Amerika Serikat mengalami kontraksi untuk pertama kalinya dalam dua setengah tahun terakhir.
ISM melaporkan purchasing managers' index (PMI) jasa turun menjadi 49,6 jauh dari bulan sebelumnya 56,5. Angka di bawah 50 berarti kontraksi, sementara di atasnya adalah ekspansi.
Indeks dolar AS pun langsung jeblok lebih dari 1% pada perdagangan Jumat, dan membuka ruang penguatan rupiah.
Analisis Teknikal
Secara teknikal, rupiah masih tertahan di atas Rp 15.450/US$, yang akan menjadi kunci pergerakan.
Level tersebut merupakan Fibonacci Retracement 38,2%, yang ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Namun, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sukses kembali ke bawah rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA 50) yang tentunya memberikan peluang penguatan lebih lanjut.
Indikator Stochastic pada grafik harian mulai bergerak mendatar dekat wilayah jenuh jual (oversold).
![]() Foto: Refinitiv |
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Support terdekat kini berada di kisaran Rp 15.600/US$ - Rp 15.590/US$, jika ditembus ada peluang rupiah menguat ke Rp 15.550/US$ - Rp 15.530/US$.
Mata uang Garuda berpeluang menguat level kunci Rp 15.45/US$ jika mampu menembus ke bawah level tersebut.
Sementara selama tertahan di atas support, ada risiko rupiah melemah ke Rp 15.630/US$ hingga Rp 15.650/US$. Resisten selanjutnya berada di kisaran Rp 15.700/US$, sebelum level terlemah dalam dua setengah tahun Rp 15.760/US$.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]