
Ekonomi Amerika Masih Melaju Kencang, Berkah Apa Musibah?

Meningkatnya perang Rusia-Ukraina dan penyebaran kasus Covid-19 juga bisa menahan laju pasar keuangan RI hari ini. Seperti diketahui, perang makin memanas setelah Jerman dan AS mengirim tank-tank mereka untuk membantu Ukraina melawan AS.
Jika perang memanas maka perlambatan ekonomi global bisa berjalan lebih cepat dan ancaman resesi menjadi kenyataan.
Sementara itu, Chinese Center for Disease Control (CDC) pekan lalu melaporkan hampir 13.000 orang telah meninggal akibat terjangkit Covid pada periode 13-19 Januari.
China memang mengklaim jika jumlah kematian kini sudah turun 80% tetapi angkanya tetap tinggi.
Jika kasus Covid-19 terus meningkat maka hal itu bisa membuat ekonomi China melemah. Padahal, China diharapkan mampu bangkit setelah melonggarkan banyak kebijakan Covid-19.
Dari dalam negeri, sentimen positif datang dari proyeksi pertumbuhan ekonomi. Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BS) akan mengumumkan data pertumbuhan kuartal IV-2022 dan full year 2022 pada 6 Februari mendatang.
Gubernur Bank Indonesia (BI) memperkirakan ekonomi Indonesia masih tumbuh di sekitar 5% pada 2022.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2022 akan mencapai 5,3% pada 2022. Angka ini lebih baik dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,2%.
"Fondasi perekonomian masih kuat. Konsumsi, investasi, dan ekspor menggerakkan perekonomian nasional," kata Airlangga dalam Rapat Koordinasi Nasional Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC PEN) di Jakarta, Kamis (26/1/2023).
Pemerintah dan BI juga menegaskan jika mereka tengah menggodok aturan baru untuk menahan devisa hasil ekspor (DHE). Kebijakan tersebut diharapkan bisa menambah pasokan dolar AS sekaligus memperkuat posisi rupiah.
Selama ini, eksportir hanya diwajibkan melaporkan dan memasukkan DHE ke perbankan dalam negeri. Namun, tidak ada kewajiban untuk menahannya sehingga DHE bisa langsung keluar begitu dilaporkan.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) kemarin menaikkan suku bunga penjaminan sebesar 25 bps. Bunga untuk bank umum naik menjadi sebesar 4%, valas 2% dan BPR 6,5%.
Kenaikan bunga simpanan valas diharapkan semakin menarik eksportir untuk menahan dolar mereka di perbankan dalam negeri. Kendati demikian, angkanya masih jauh kecil dibandingkan yang ditawarkan perbankan Singapura di kisaran 4%.
Sentimen lain datang dari kembali menguatnya harga batu bara. Setelah melemah enam hari beruntun, harga batu bara naik sekitar 2,37% menjadi US$ 259 per ton.
Kenaikan harga batu bara ini diharapkan mampu menopang saham-saham emiten batu bara.
(mae/mae)