Newsletter

Inflasi di Amerika Turun! Dunia Tak Jadi Resesi?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
14 December 2022 06:13
Bendera Inggris
Foto: Inggris (AP Photo/Alastair Grant)

Setelah melihat data inflasi AS yang kembali melandai, pelaku pasar juga akan memantau rilis data inflasi di Inggris pada periode November 2022.

Konsensus pasar dalam survei Trading Economics memperkirakan inflasi berdasarkan consumer price index (CPI) Inggris pada bulan lalu cenderung menurun sedikit menjadi 10,9% secara tahunan (yoy).

Meski diprediksi menurun, tetapi inflasi Inggris masih akan tinggi yakni berada di atas 10% pada bulan lalu.

Sedangkan secara bulanan (mtm), inflasi Inggris diperkirakan turun menjadi 0,6% pada bulan lalu, dari sebelumnya pada Oktober lalu sebesar 2%.

Pada Oktober lalu, inflasi mencapai level tertinggi dalam 41 tahun terakhir karena harga gas alam dan listrik memberikan kontribusi terbesar inflasi Inggris.

Sementara itu, survei publik pada Jumat lalu menunjukkan bahwa ekspektasi publik untuk inflasi Inggris dalam satu hingga dua tahun ke depan naik menjadi 3,4% pada November dari 3,2% pada Agustus, sesuai dengan pembacaan Mei yang merupakan yang tertinggi sejak November 2013.

Ekspektasi inflasi dalam waktu lima tahun naik menjadi 3,3% pada November dari 3,1%, tetapi berada di bawah puncak dua setengah tahun di bulan Mei sebesar 3,5% dan tidak jauh di atas rata-rata jangka panjangnya sebesar 3,2%.

Beberapa ukuran ekspektasi inflasi lainnya telah menunjukkan lebih banyak penurunan ekspektasi daripada survei bank sentral Inggris (Bank of England/BoE).

Sebuah survei dari Citi dan YouGov, yang dilakukan pada 22 November dan 23 November, menunjukkan ekspektasi inflasi untuk waktu lima hingga 10 tahun kedepan telah turun menjadi 3,9% pada November dari puncaknya 4,8% pada Agustus.

Sebelumnya, Inggris menorehkan catatan ekonomi positif pada awal kuartal IV-2022 setelah membukukan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) sebesar 0,5% pada Oktober secara bulanan (month-to-month/mtm).

Hasil positif tersebut membalikkan kontraksi yang terjadi pada bulan sebelumnya, yakni sebesar -0,6% (mtm). Pertumbuhan itu juga berada di atas ekspektasi para ekonom sebesar 0,4% (mtm).

Menurut Kantor Statistik Nasional (ONS), ekonomi Inggris menyusut pada bulan sebelumnya dikarenakan sejumlah bisnis tutup seiring dengan prosesi pemakaman Ratu Elizabeth II.

Adapuh, sepanjang periode Agustus-Oktober, ekonomi Inggris masih kontraksi 0,3% mtm.

Sementara itu, secara tahunan (year-on-year/yoy) ekonomi inggris pada Oktober 2022 tumbuh 1,5%, naik dari laju pertumbuhan pada bulan sebelumnya sebesar 1,3% yoy dan juga di atas ekspektasi 1,4% yoy.

Namun, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) telah memperkirakan ekonomi Inggris akan berkontraksi pada kuartal terakhir 2022, yang berarti ekonomi Negeri Raja Charles III tersebut berada dalam resesi.

Sementara itu dari dalam negeri, Arah angin bagi pasar finansial Indonesia khususnya obligasi mulai berubah.

Investor asing yang sebelumnya sempat getol melakukan aksi jual, di tahun ini kini kembali memborong Surat Berharga Negara (SBN). Alhasil, Indonesia kembali menikmati aliran modal masuk (capital inflow) puluhan triliun rupiah.

Spread atau selisih imbal hasil (yield) antara obligasi AS (Treasury) dengan SBN menjadi menyempit, investor asing pun menarik dananya dalam dalam negeri. Namun, sejak November lalu investor asing kembali memborong SBN.

Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) sepanjang November terjadi inflow di pasar obligasi sebesar Rp 23,7 triliun.

Inflow tersebut menjadi yang terbesar di tahun ini. Tercatat sejak awal tahun, inflow hanya terjadi pada Februari dan Agustus saja.

Hingga 9 Desember 2022, inflow asing sudah sebesar Rp 19,3 triliun. Sehingga sejak November, total inflow di pasar SBN tercatat sekitar Rp 43 triliun.

Dengan kembali masuknya investor asing, maka capital outflow yang terjadi pada tahun ini terus terpangkas menjadi Rp 135 triliun.

The Fed yang diperkirakan akan mengendurkan laju kenaikan suku bunganya saat pengumuman Kamis dini hari waktu Indonesia menjadi pemicu kembalinya dana investor asing ke dalam negeri.

Dengan mengendurnya laju kenaikan suku bunga, dan jika diimbangi dengan kenaikan suku bunga Bank Indonesia (BI), selisih yield bisa jadi tidak akan menyempit lagi.

Hal ini tentunya menarik kembali minta investor asing, apalagi di tahun depan Indonesia menjadi salah satu dari sedikit negara yang akan terlepas dari resesi.

Jika inflasi AS terus melandai, bukan tidak mungkin The Fed akan semakin hawksih, dan hal ini tentunya dapat menjadi sentimen positif, karena nilai dolar AS akan kembali menurun dan rupiah berpotensi menguat kembali, serta SBN akan kembali diburu oleh asing karena yield-nya sudah cukup menarik.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular