Ancaman resesi masih menghantui pasar global namun kabar baik dari bursa Amerika Serikat (AS) serta ekspektasi dikendurkannya laju kenaikan suku bunga The Fed (bank sentral AS) diharapkan segera membangkitkan IHSG hari ini.
Deretan sentimen dan faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar hari ini akan dibahas pada halaman 4 dan 5.
Pada penutupan perdagangan kemarin, Kamis (8/12/2022), IHSG ditutup melemah 14,53 poin atau 0,21% ke posisi 6.804,23. Pelemahan kemarin juga memperpanjang tren negatif IHSG. Bursa Tanah Air tersebut sudah melemah dalam enam hari perdagangan terakhir dengan total pelemahan mencapai 3,07%.
Pelemahan enam hari beruntun ini adalah kali pertama sejak 7-14 Oktober 2022.
Sebanyak 226 saham menguat, 316 saham melemah sementara 156 bergerak stagnan. Nilai perdagangan yang tercatat kemarin mencapai Rp 15,2 triliun dan melibatkan 23,1 miliar saham.
Sektor energi, dan barang konsumen non-primer menjadi pendorong utama pelemahan IHSG hari ini masing-masing sebesar 2,50%, dan 0,80%, secara berurutan.
Lagi-lagi, saham emiten teknologi membebani pergerakan IHSG dengan melemah 0,89%. Sektor kesehatan menyusut 0,79% sementara konsumsi primer melemah 0,64%.
Salah satu saham dengan penurunan tertajam adalah PT Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Pada perdagangan kemarin, saham GOTO anjlok 6,54%. Dengan demikian, saham tersebut sudah anjlok selama 14 hari perdagangan secara beruntun dengan total pelemahan mencapai 54,9%.
Menanggapi ambruknya saham mereka, manajemen GOTO menggelar konferensi pers kemarin. Menurut mereka ada tiga alasan mengapa saham GOTO anjlok setelah periode lock up. Presiden GoTo Group Patrick Cao menjelaskan setelah periode lock-up, ada kenaikan dalam jumlah saham yang beredar di pasar, yang mengakibatkan peningkatan transaksi jual beli saham.
Sementara itu, bursa Asia ditutup bervariasi pada perdagangan Kamis (8/12/2022). Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melesat 3,38%, Straits Times Singapura menguat 0,33%, dan KOSPI Korea Selatan naik 0,49%.
Sedangkan untuk indeks Nikkei 225 Jepang melemah 0,40% dan Shanghai Composite China terkoreksi 0,07%.
Berbeda dengan bursa saham, nilai tukar rupiah sukses menguat melawan dolar AS pada perdagangan kemarin, Kamis (8/12/2022). Meski tipis saja, tetapi rupiah mampu menghentikan penurunan 3 hari beruntun.
Melansir data Refinitiv, rupiah menguat 0,1% ke Rp 15.620/US$ di pasar spot. Sebelumnya di awal sesi rupiah sempat menguat hingga ke bawah Rp 15.600/US$. Tetapi tekanan berat membuat penguatannya terpangkas.
Faktor penopang penguatan rupiah adalah ekspektasi jika bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) akan mulai melakukan moderasi kenaikan suku bunga acuan pekan depan. Pasar kini bertaruh jika The Fed hanya akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps pekan depan.
Rencana Bank Indonesia (BI) segera membuat kebijakan yang dapat menahan dolar hasil ekspor di dalam negeri. Setiap devisa hasil ekspor (DHE) dalam bentuk dolar harus ditahan di dalam negeri untuk beberapa waktu sehingga pasokan dolar meningkat.
Dari pasar SBN, obligasi pemerintah mulai dilirik dilepas investor sehingga harganya merangkak naik. Kenaikan harga SBN membuat yield melandai. Hanya seri SBN tenor lima tahun yang masih mengalami kenaikan yield.
Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 10 tahun yang menjadi benchmark menjadi seri dengan penurunan yield terbesar, yakni melandai 5,2 bp ke posisi 6,948%.
Beralih ke bursa Amerika Serikat (AS), ketiga bursa utama mereka akhirnya mengakhiri perdagangan di zona hijau setelah ambruk dalam beberapa hari terakhir.
Indeks Dow Jones ditutup menguat 183,56 poin atau 0,55% di posisi 33.781,48. Sementara itu, indeks Nasdaq melonjak 123,45 poin atau 1,13% ke 11.082 sementara indeks S&P 500 menguat 29,59 poin atau 0,75% ke 3.963,51. Penguatan mengakhiri tren negatif indeks S&P yang melemah pada lima hari perdagangan sebelumnya.
Saham-saham yang mengalami kenaikan cukup besar adalah dari emiten berbasis semikonduktor dan teknologi. Saham Nvidia melonjak 6,5% sementara Amazon sempat naik 2,1%.
Quincy Krosby, analis LPL Financial, mengatakan aksi bargain buying sedikit membantu pergerakan bursa Wall Street. Penopang utama dari kenaikan adalah kabar buruk dari sektor tenaga kerja.
AS baru saja mengumumkan data initial job claims atau klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir pada 3 Desember 2022 mencapai 230.000. Jumlah ini sesuai dengan ekspektasi pasar. Jumlah tersebut juga naik dibandingkan pada pekan sebelumnya yakni 226.000.
Meningkatnya angka klaim tunjangan pengangguran menunjukkan jika pasar tenaga kerja AS mulai 'mendingin' dan ada sinyal perlambatan ekonomi.
Pada situasi saat ini, berita buruk pada data ekonomi AS akan menjadi berita baik. Pasalnya, ini meningkatkan harapan jika The Fed akan melakukan moderasi kenaikan suku bunga.
"Aksi selloff dalam jumlah besar sudah terjadi pada beberapa hari terakhir dan (ada pembalikan tetapi) itu tak cukup menopang rally yang kuat pada hari ini. Sekali lagi, kita kembali mengandalkan bad news is good news untuk membuat bursa menguat," tutur Krosby, dikutip dari CNBC International.
Investor kini menunggu data inflasi AS yang akan keluar pada Selasa pekan depan (13/12/2022). Jika inflasi melandai maka harapan The Fed melonggarkan kebijakan moneternya akan semakin kuat.
Inflasi AS mecapai 7,7% (year on year/yoy) pada Oktober 2022, melandai dari 8,5% (yoy) pada September. Kendati melandai, inflasi masih jauh dari target The Fed yakni di kisaran 2%.
Chief Economist Goldman, Sachs Jan Hatzius, memperkirakan penjualan ritel melandai 0,2% pada November dibandingkan bulan sebelumnya. Data Adobe juga menunjukkan jika ada penurunan penjualan sebesar 4% (yoy) selama pesta diskon Black Friday November lalu.
The Fed akan menggelar Federal Open Market Committee (FOMC) pada 13-14 Desember mendatang. Polling Reuters menunjukkan 93% responden memperkirakan The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 50 bps.
The Fed sudah menaikkan suku bunga acuan secara agresif sebesar 375 bps sepanjang tahun ini menjadi 3,75-4,0%.
Pada perdagangan terakhir pekan ini, investor perlu mencermati sejumlah sentimen yang menggerakkan pasar hari ini.
Penguatan bursa Wall Street diharapkan mampu menyuntikkan tenaga pada IHSG hari ini. Semakin tingginya ekspektasi pasar mengenai kenaikan suku bunga The Fed yang lebih moderat juga diharapkan menjadi penopang bagi pergerakan IHSG, rupiah, hingga SBN.
Kendati demikian, ada bayangan resesi yang bisa membuat pasar keuangan dalam negeri loyo hari ini.
Sentimen positif dari Wall Street diharapkan segera menular ke IHSG hari ini. Bangkitnya saham-saham emiten teknologi Amerika Serikat juga diharapkan mampu mendorong pergerakan saham sektor teknologi dalam negeri.
Seperti diketahui, saham sektor teknologi tumbang sepekan terakhir dan membebani gerak IHSG. Kondisi tersebut diharapkan berbalik arah pada hari ini mengikuti kebangkitan saham emiten teknologi di bursa Wall Street.
Pada penutupan perdagangan semalam, saham-saham emiten teknologi di AS menunjukkan kinerja yang impresif setelah loyo beberapa hari sebelumnya.
Saham Apple menguat 1,21%, saham Meta naik 1,23%, saham Nvidia melonjak 6,51%, saham Amazon menguat 2,14% dan saham Microsoft merangkak naik 1,24%.
Sementara itu, ekspektasi pasar mengenai kenaikan suku bunga The Fed yang lebih moderat diharapkan mampu menjaga appetite investor terhadap rupiah dan SBN.
Ekspektasi tersebut juga diharapkan mampu mengurangi arus deras capital outflow di bursa saham dalam negeri.
Dalam tiga hari terakhir, net sell investor asing selalu tembus di atas Rp 1 triliun yakni Rp 1,34 triliun pada Selasa, sebesar Rp 1,68 triliun pada Rabu dan mencapai Rp 2,02 triliun pada Kamis kemarin.
Ekspektasi kenaikan suku bunga The Fed yang lebih moderat meningkat setelah sebagian data ekonomi AS memburuk.
Klaim pengangguran meningkat dan permintaan kredit rumah melandai. Awal bulan lalu, AS juga mengumumkan tingkat pengangguran mereka ada di angka 3,7% pada November, stagnan dibandingkan Oktober.
Chief Economist Goldman, Sachs Jan Hatzius, memperkirakan penjualan ritel melandai 0,2% pada November dibandingkan bulan sebelumnya. Data Adobe juga menunjukkan jika ada penurunan penjualan sebesar 4% (yoy) selama pesta diskon Black Friday November lalu.
Data-data di atas menjadi sinyal jika ada perlambatan ekonomi AS meskipun beberapa data mendukung sebaliknya. Termasuk masih kencangnya PMI sektor jasa AS.
Namun, di tengah sentimen positif yang menaungi IHSG hari ini. Pelaku pasar mesti mencermati jika ancaman resesi masih menaungi pasar keuangan global, termasuk Indonesia. China sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia juga terus melaporkan data negatif.
Setelah melaporkan penurunan ekspor dan impor November pada Rabu (7/12/2022), China melaporkan jika penjualan kendaraan untuk penumpang anjlok 9,5% (year on tear/yoy) menjadi 1,67 juta pada November 2022. Penurunan ini adalah yang pertama kalinya sejak Mei 2022 atau dalam enam bulan terakhir.
Perlambatan ekspor dan penjualan kendaraan untuk penumpang China merupakan sinyal ada perlambatan permintaan di tingkat global.
Pada hari ini, China akan mengumumkan data inflasi November. Inflasi Negara Tirai Bambu melandai ke 2,1% (yoy) pada Oktober 2022, dari 2,8% pada September. Jika inflasi melandai maka sinyal perlambatan ekonomi China akan semakin nyata.
Dari dalam negeri, hari ini, Bank Indonesia akan mengumumkan data penjualan eceran untuk Oktober 2022.
Pertumbuhan penjualan ritel yang dicerminkan oleh Indeks Penjualan Riil (IPR) anjlok pada September 2022 melandai ke 4,56% pada September. Survei BI juga menunjukkan IPR masih akan tumbuh lebih landai 4,5% pada Oktober 2022.
Jika proyeksi menjadi kenyataan dan IPR makin melandai maka ini bisa menjadi alarm bagi pertumbuhan ekonomi domestik.
Indonesia menggantungkan 53% Porduk Domestik Bruto (PDB) nya kepada konsumsi rumah tangga. Penjualan eceran yang melambat mencerminkan mulai lemahnya konsumsi masyarakat.
Malam nanti, Amerika Serikat akan mengumumkan dua data penting yakni Indeks Harga Produsen untuk November dan survei sentimen konsumen Universitas Michigan untuk Desember.
Kedua data tersebut akan menjadi pertimbangan The Fed dalam menentukan kebijakan moneter pekan depan. Jika kedua data tersebut memburuk maka ekspektasi pasar untuk melihat pelonggaran The Fed akan semakin kencang.
CEO PT Yugen Bertumbuh Sekuritas William Surya Wijaya memperkirakan tekanan IHSG mulai menurun, Bahkan, ada peluang rebound. IHSG diproyeksi akan bergerak di kisaran 6721 -7027.
"PergerakanIHSG masih terlihat cenderung terkonsolidasi dengan potensi tekanan yang mulai menurun, peluang teknikal rebound mulai terlihat walaupun kenaikan yang mungkin terjadi masih berada dalam rentang terbatas," tutur William dalam analisisnya.
Berikut agenda ekonomi dan rilis data ekonomi yang akan keluar hari ini:
Rilis data ekonomi
China akan mengumumkan data inflasi November (Pukul 08: 30 WIB)
Bank Indonesia akan mengumumkan data penjualan eceran Oktober (Pukul 10:00 WIB)
Amerika Serikat akan mengumumkan data Indeks Harga Produsen untuk November
(Pukul 20: 30 WIB) dan Michigan Consumer Sentiment untuk Desember (22:00 WIB)
Agenda korporasi
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Barito Pacific Tbk (BRPT)
Tanggal pembaran Dividen Tunai PT Organon Pharma Indonesia Tbk (SCPI
Tanggal Cum Dividen Tunai Interim PT Golden Eagle Energy Tbk (SMMT )
Tanggal Cum Dividen Tunai Interim PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA)
Tanggal Cum Dividen Tunai Interim PT Multifiling Mitra Indonesia Tbk (MFMI)
Tanggal ex HMETD PT Bank Bisnis Internasional Tbk (BBSI)BBSI
Tangal cum Dividen Tunai PT Cikarang Listrindo Tbk. (POWR)
Tanggal ex HMETD PT Bank MNC Internasional Tbk (BABP)
Tanggal ex HMETD PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA)
Tanggal ex HMETD PT Bank Ganesha Tbk (BGTG)
Tanggal akhir perdagangan hmetd PT Bank Bumi Arta Tbk (BNBA)
Terakhir, berikut adalah sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q III-2022 YoY) | 5,72% |
Inflasi (November 2022 YoY) | 5,42% |
BI 7 Day Reverse Repo Rate (November 2022) | 5,25% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2022) | (3,92% PDB) |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q III-2022) | 1,3% PDB |
Surplus/Defisit Neraca Pembayaran Indonesia (Q II-2022) | (US$ 1,3 miliar) |
Cadangan Devisa (November 2022) | US$ 134 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA