Polling CNBC Indonesia

Party is Over! Cuan Dagang RI Mulai Melorot

Maesaroh, CNBC Indonesia
14 October 2022 13:25
Pekerja dengan menggunakan alat berat melakukan bongkar muat Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (2/8/2022). (CNBC Indoensia/Andrean Kristianto)
Foto: Pekerja dengan menggunakan alat berat melakukan bongkar muat Electric Multiple Unit (EMU) atau kereta untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) yang tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jumat (2/8/2022). (CNBC Indoensia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Melandainya harga komoditas dan melambatnya perekonomian China diperkirakan sudah berimbas banyak kepada ekspor Indonesia. Surplus neraca perdagangan September pun diproyeksi akan semakin tergerus.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada September sebesar US$ 4,85 miliar. Surplus jauh lebih rendah dibandingkan Agustus 2022 yang mencapai US$ 5,76 miliar.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan tumbuh 27,47% (year on year/yoy) sementara impor meningkat 34,31%. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 29 bulan beruntun.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode September 2022 pada Senin (17/10/2022). 

Sebagai catatan, nilai ekspor Agustus 2022 mencapai US$ 27,91 miliar atau melonjak 30,15% (year on year/yoy). Impor tercatat US$ 22,15 miliar atau melesat 32,81% (yoy).
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro menjelaskan ekspor akan melandai pada September sejalan dengan anjloknya harga minyak sawit mentah.

Menurut data Refinitiv, rata-rata harga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) ambles 10,3% sebulan pada September lalu. CPO berkontribusi terhadap 13% total ekspor Indonesia sehingga penurunan harga CPO bisa berdampak besar terhadap total ekspor.

Andry menambahkan penurunan PMI Manufaktur China bisa berimbas pada melambatnya permintaan impor Negara Tirai Bambu. PMI China melambat ke 48,1 pada September dari 49,5 pada Agustus. Artinya, PMI China sudah tidak berada dalam fase ekspansif selama dua beruntun.

Perlambatan permintaan dari China tengah banyak disorot. Konsumsi warga China selama libur panjang Golden Week pada awal Oktober 2022 adalah yang terendah dalam tujuh tahun terakhir.

Dilansir dari Hellenic Shipping News.com, rata-rata pengiriman barang ke pesisir Pasifik dengan tujuan utama China turun 17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu menjelang libur Golden Week.

Padahal, pada tahun-tahun sebelumnya, sepekan menjelang Golden Week adalah masa-masa sibuk lalu lintas kargo demi mengejar permintaan serta mengejar sebelum penutupan pabrik pada masa liburan. China adalah mitra dagang utama terbesar Indonesia. Perlambatan permintaan dari China akan berdampak besar ke ekspor Indonesia.

"Perlambatan ekspor masih bisa ditekan oleh tingginya permintaan CPO dari India menjelang perayaan Dilwali," tutur Andry, kepada CNBC Indonesia.





Komoditas ekspor andalan Indonesia yakni batu bara, harganya masih melejit pada September. Rata-rata harga batu bara menembus US$ 430,8 per ton pada September. Harganya naik 6,2% dibandingkan Agustus.

Harga batu bara bahkan mencapai rekor tertingginya pada 5 September 2022 di angka US$463,75 per ton. Batu bara berkontribusi 19% terhadap total ekspor Indonesia  sehingga kenaikan harga akan berdampak kepada kinerja ekspor.  

Namun, ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengingatkan ancaman resesi global bisa semakin mengancam ekspor Indonesia ke depan.

"Risiko resesi global akan membebani prospek ekspor dalam jangka menengah," tutur Damhuri, kepada CNBC Indonesia.

Sebaliknya, nilai impor diperkirakan bakal melonjak sejalan dengan pemulihan ekonomi global. Pemulihan tersebut tercermin dari peningkatan PMI Manufaktur Indonesia dari 51,7 pada Agustus menjadi 53,7 pada September.

Baik ekspor ataupun impor sama-sama mencetak rekor tertingginya pada Agustus lalu. Lonjakan ekspor terutama ditopang oleh kenaikan ekspor besi dan baja, batu bara, dan minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO).

Sementara itu, impor terbesar masih berupa mesin/peralatan mekanis dan bagiannya dan mesin/perlengkapan elektrik dan bagiannya.

Nilai impor Indonesia terus merangkak naik sejak pertengahan tahun, dari US$ 18,61 miliar menjadi US$ 22,15 miliar. Selain pemulihan ekonomi, ekspor juga meningkat karena pelemahan nilai tukar rupiah.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular