
Surplus Dagang RI Diramal Menciut, Imbas China Memang Dahsyat

- Surplus neraca perdagangan diproyeksi melemah menjadi US$ 2,66 miliar pada Juli 2023
- Surplus menyusut karena melemahnya harga komoditas
- Melemahnya perekonomian China dan Amerika Serikat ikut menekan surplus
Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan diperkirakan menyusut tajam pada Juli 2023 sejalan melambatnya ekonomi mitra dagang utama serta melemahnya harga komoditas.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juli 2023 pada Selasa (15/8/2023).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli 2023 akan mencapai US$ 2,66 miliar.
Surplus tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Juni 2023 yang mencapai US$ 3,45 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 39 bulan beruntun.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 19,01% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 15,31% pada Juli 2023.
Sebagai catatan, nilai ekspor Juni 2023 terkoreksi 21,18% (yoy) dan turun 5,08% (month to month/mtm) menjadi US$ 20,61 miliar. Impor terkontraksi 18,35 (yoy) dan jeblok 19,4% (mtm) menjadi US$ 17,15 miliar.
Ekspor diperkirakan jeblok pada Juli seiring dengan melambatnya perekonomian di negara mitra dagang, terutama dari China. Melemahnya harga komoditas juga ikut menekan surplus perdagangan Indonesia.
Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Juli 2023 tercatat US$ 140,92 per ton, harganya lebih tinggi dibandingkan US$ 139,42 per ton pada Juni 2023. Namun, harganya jauh di bawah Juli tahun lalu yang tercatat US$ 400,97 per ton.
Rata-rata harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merangkak naik menjadi MYR 3.953,2 per ton pada Juli 2023, dari MYR 3.534,64 per ton pada Juni tahun ini.
Kendati demikian, harganya lebih rendah dibandingkan pada Juli 2022 yang tercatat MYR 3.961,9 per ton.
CPO dan batu bara merupakan dua komoditas andalan Indonesia dan menyumbang ekspor sekitar 30% dari total ekspor Indonesia.
Sementara itu, ekonomi mitra dagang utama Indonesia seperti China dan Amerika Serikat (AS) terus melandai.
Badan Statistik Nasional China melaporkan PMI Manufaktur Caixin Tiongkok turun menjadi 49,2 pada Juli 2023 dari 50,5 pada Juni.
Angka tersebut adalah yang terendah dalam enam bulan terakhir. dan menandai jika aktivitas pabrik China dalam fase kontraksi. PMI lebih rendah dibandingkan proyeksi pasar yakni 50,3.
Ekspor China terkontraksi 14,5% (yoy) sedangkan ekspor terkoreksi 12,4% (yoy) pada Juli. Kontraksi impor lebih dalam dari 6,8% pada Juni, atau dengan kata lain hampir dua kali lipat jika dibandingkan dengan periode Juni.
Jepang juga melaporkan koreksi impor sebesar 12,9% pada Juni 2023. AS pun melaporkan adanya koreksi harga impor sebesar 6,1% (yoy).
Ekspor Indonesia ke Jepang sudah turun 7,15% (yoy) menjadi US$ 11 miliar pada Januari-Juni tahun ini. Sementara itu, ekspor Indonesia ke AS jeblok 22,66% menjadi US$ 11,41 miliar pada Januari-Juni 2023.
"Menipisnya surplus disebabkan oleh menurunnya aktivitas perdagangan global. Membandelnya inflasi serta suku bunga tinggi membuat permintaan global melemah. Permintaan global yang terus melemah ini akan membahayakan harga komoditas," tutur ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, kepada CNBC Indonesia.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)