Newsletter

IMF dan AS Bawa Kabar Buruk, Awas IHSG Nyungsep Lagi

Maesaroh, CNBC Indonesia
12 October 2022 06:00
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Luxury Valuta Perkasa, Blok M, Jakarta, Kamis, 21/7. Rupiah tertekan pada perdagangan Kamis (21/7/2022) (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jokowi mengingatkan dunia saat ini diselimuti sejumlah persoalan pelik mulai dari ketidakpastian global, perubahan iklim, serta konfrontasi geopolitik.  Eskalasi perang Rusia-Ukraina kembali meningkat setelah pada Senin (10/10/2022)  Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan serangan baru ke Ukraina.

Rusia menembakkan total 80 rudal ke kota-kota di seluruh Ukraina, termasuk ibu kota Kyiv, Senin waktu setempat. Sedikitnya ada 19 warga sipil tewas dan 96 lainnya terluka.

Dari dalam negeri, survei Bank Indonesia juga memperkirakan penjualan eceran akan melandai pada September. Indeks Penjualan Riil pada Oktober diperkirakan ada di angka 200, terendah sejak Oktober 2021 atau dalam setahun.
BI juga memperkirakan penjualan eceran pada Oktober 2022 akan menurun sementara tekanan inflasi akan meningkat.

Mayoritas bursa Asia-Pasifik juga kembali berjatuhan. Hanya indeks Shanghai Composite China yang ditutup di zona hijau pada hari ini, yakni naik 0,19% ke posisi 2.979,79

Sedangkan sisanya ditutup di zona merah. Indeks Nikkei 225 Jepang ditutup ambruk 2,64%, Hang Seng Hong Kong ambrol 2,23%, Straits Times Singapura turun tipis 0,08%, ASX 200 Australia melemah 0,34% dan KOSPI Korea Selatan ambles 1,83%. 

Di pasar currency, rupiah belum mampu keluar dari tekanan. Pada perdagangan kemarin, rupiah ditutup melemah 0,29% ke posisi Rp 15.355/US$. Posisi tersebut adalah yang terendah sejak April 2020.

Nilai tukar rupiah juga sudah melemah sejak Jumat pekan lalu. Secara keseluruhan, dalam sepekan rupiah ambruk 0,72% sepekan. Rupiah tertekan karena perkasanya dolar AS. Indeks dolar menguat 0,11% ke posisi 113,28 pada penutupan perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 27 September 2022.

Dolar AS menguat karena kencangnya ekspektasi pasar mengenai kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed). Pasar berekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis points (bps) pada November mendatang.

Ketegangan perang Rusia-Ukraina juga membuat dolar AS sebagai aset aman makin dicari sehingga nilainya terus menguat.

Di pasar SBN, yield mayoritas SBN melonjak kemarin. Kenaikan yield yang tajam ini mencerminkan jika investor memilih menjual SBN sehingga harga nya melemah.   

Hanya SBN tenor 30 tahun yang turun 2,5 basis poin (bps) ke posisi 7,295%. Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara melonjak 10,2 bp menjadi 7,400%. Yield Seri FR0090 tenor 5 tahun juga melonjak 13,8 bp menjadi 6,962%.

Kurang menariknya SBN juga tercermin dari hasil lelang Surat Utang Negara (SUN) Selasa kemarin.  Jumlah penawaran yang masuk pada lelang hanya menyentuh Rp 15 triliun. Jumlah tersebut menyamai catatan pada 21 November 2018. Jika dilihat lebih jauh, jumlah penawaran yang masuk pada lelang SUN hari ini adalah yang terendah sejak 8 Mei 2018 atau empat tahun dan lima bulan.

Dari jumlah penawaran yang masuk, pemerintah hanya menyerap sebesar Rp 8,22 triliun atau terendah dalam 11 lelang terakhir. Jumlah tersebut juga jauh di bawah target indikatifnya yakni Rp 10-15 triliun.

"Investor cenderung berhati-hati karena masih tingginya ekspektasi inflasi ke depan, dan adanya kekhawatiran terkait potensi terjadinya resesi global. Investor masih menunggu rilis data inflasi AS pada hari Kamis pekan ini. Selain itu, The Fed masih bersikap hawkish," tutur Direktur SUN Kementerian Keuangan Deni Ridwan dalam keterangannya.


 

(mae/luc)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular