Polling CNBC Indonesia

Ekspor Loyo, Surplus Perdagangan Agustus Diramal Tergerus

Tim Riset CNBC Indonesia, CNBC Indonesia
14 September 2022 09:10
Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pekerja melakukan aktivitas bongkar muat kontainer di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (4/3/2022). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan Indonesia diperkirakan semakin tergerus pada Agustus karena melandainya kinerja ekspor, sementara di sisi lain impor terus menjulang.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Agustus sebesar US$ 4,12 miliar. Surplus menurun tipis dibandingkan Juli 2022 yang mencapai US$ 4,23 miliar.


Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan tumbuh 19,09% (year on year/yoy) sementara impor meningkat 27,9%.

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Agustus 2022 pada Kamis (15/9/2022).

BPS mencatat ekspor Indonesia pada Juli mencapai US$ 25,57 miliar. Nilai tersebut turun 2,20% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm) tetap masih melonjak 32,03% dibandingkan Juli 2021 (yoy). Sementara itu, impor Juli tercatat US$ 21,35 miliar atau naik 1,64% (mtm) dan melonjak 39,86% (yoy).

Konsensus memperkirakan pertumbuhan ekspor hanya 19,09% (yoy) pada Agustus. Bila perkiraan ini benar maka itu akan menjadi terendah sepanjang tahun ini,
Merujuk daya BPS, ekspor Indonesia bahkan selalu naik di atas 20% (yoy) sepanjang Januari-Juli 2022.

Secara tahunan, ekspor melesat 25,31% pada Januari, melonjak 34,14% pada Februari, terbang 44,36% pada Maret, melesat 47,76% pada April, meningkat 27% pada Mei, melonjak 40,68% pada Juni, dan melesat 32,03% pada Juli.

Ekonom BNI Sekuritas Damhuri Nasution mengatakan ekspor akan melambat pada Agustus sejalan dengan melemahnya aktivitas manufaktur di negara mitra dagang, mulai dari China, Jepang, hingga Amerika Serikat (AS).

Adapun, data Caixin/Markit manufacturing purchasing managers' index (PMI) menunjukkan PMI China terkontraksi ke 49,5 pada Agustus tahun ini, dari fase ekspansif 50,4 pada Juli.

Sementara itu, PMI Manufaktur Jepang melandai menjadi 51,5 pada Agustus dari 52,1 pada Juli. PMI Manufaktur AS melemah menjadi 51,5 pada bulan lalu dibandingkan 52,2 pada Juli. PMI Manufaktur India melemah menjadi 56,2 pada Agustus dari 56,4 pada Juli.

China, AS, India, dan Jepang merupakan empat besar pasar ekspor Indonesia dan berkontribusi sekitar 47% terhadap total ekspor Indonesia.

"Output, permintaan baru, aktivitas pembelian, dan rekrutmen tenaga kerja di sektor manufaktur China terkontraksi. Outlook ekspor  Indonesia juga masih akan menantang untuk jangka menengah karena lonjakan inflasi dan kenaikan suku bunga," tutur Damhuri, kepada CNBC Indonesia.




Ekonom Bank Danamon Irman Faiz mengatakan kinerja ekspor Indonesia akan melambat karena berkurangnya ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya.

"Dari sisi ekspor, kami lihat harga batubara cenderung stabil sementara CPO sedikit terkoreksi. Ini menyebabkan ekspor diperkirakan melambat pertumbuhannya," ujar Irman.

Kontribusi CPO kepada ekspor dipekirakan turun pada Agustus sejalan dengan berakhirnya program percepatan ekspor atau flush out per 31 Juli 2022. Melandainya ekspor CPO setidaknya terlihat dari penerimaan bea keluar (BK) Agustus tahun ini.

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, penerimaan BK dari kelompok CPO dan turunannya hanya Rp 2,7 triliun pada Agustus 2022. Jumlah tersebut anjlok 64,9% dibandingkan Juli.

Harga batu bara pada Agustus rata-rata di kisaran US$ 405,9 per ton, sedikit lebih tinggi dibandingkan pada Juli yang etrcatat US$ 402,2 per ton.

Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman menjelaskan ancaman resesi dan kenaikan suku bunga dikhawatirkan memperlembat pertumbuhan global sehingga permintaan komoditas melandai.

"Harga komoditas dalam tren yang melandai di tengah kekhawatiran resesi global," tutur Faisal dalam MacroBief.

Berbanding terbalik dengan ekspor, impor diperkirakan akan terus menggeliat ke depan sejalan dengan pemulihan ekonomi Indonesia.

Impor Indonesia secara nominal terus mengalami peningkatan dari US$ 18,61 milair pada Mei 2022 menjadi US$ 21 miliar pada Juni dan US$ 21,34 miliar pada Juli.
Dalam dua bulan terakhir, impor sudah bergerak di kisaran US$ 21 miliar setelah berada di bawah US$ 20 miliar di hampir sepanjang 2019-2022.

"Kami memperkirakan impor akan terus merangkak naik sejalan dengan akselerasi pemulihan ekonomi domestik. Pertumuhan ekonomi kuartal II-2022 yang lebih tinggi dari ekspektasi membuktikan ekonomi domestik terus membaik dari sisi prOduksi dan konsumsi," tutur Faisal.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular