Newsletter

IHSG Sudah Jeblok 7%, Indonesia Tak Lagi "Surga" Investasi?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 July 2022 06:10
Philip Lowe
Foto: REUTERS/Jason Reed

Selain dari dalam negeri, data aktivitas sektor jasa China versi Caixin bisa berdampak pada pergerakan pasar. Pada Mei lalu, sektor jasa China mengalami kontraksi, terlihat dari purchasing managers index (PMI) sebesar 41,4.

PMI menggunakan angka 50 sebagai ambang batas. Di bawahnya berarti kontraksi, sedangkan di atasnya ekspansi.

Jika sektor jasa tersebut kembali berekspansi (ke atas 50) maka akan menjadi sentimen positif ke pasar finansial.

Data yang dirilis Jumat lalu menunjukkan manufaktur China kembali berekspansi, dengan angka PMI 51,7, bahkan lebih tinggi dari prediksi Reuters 50,1.

Selain itu, pengumuman kebijakan moneter bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) juga menjadi perhatian. Hasil survei Reuters menunjukkan RBA diperkirakan akan menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 1,35%.

Jika prediksi tersebut benar, RBA artinya sudah menaikkan suku bunga 3 bulan beruntun. Hal ini bisa menjadi indikasi bagaimana bahaya inflasi tinggi, sehingga bank sentral bertindak agresif.

RBA di awal tahun ini sebenarnya masih menyatakan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat. Suku bunga disinyalkan akan naik pada 2023.

Nyatanya, di semester I-2022, RBA sudah menaikkan suku bunga 2 kali, bahkan lebih tinggi dari prediksi. Pada Juni, Reuters memprediksi RBA di bawah pimpinan Philip Lowe akan menaikkan 25 basis poin, ternyata sebesar 50 basis poin. Begitu juga di Mei, prediksi 15 basis poin, RBA ternyata menaikkan 25 basis poin.

Semakin agresif bank sentral menaikkan suku bunga, ekspansi dunia usaha akan semakin melambat, maka ancaman resesi dunia semakin nyata.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data Ekonomi & Agenda Emiten Hari Ini

(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular