
IHSG Sempat Karam, Ini Penyebabnya Menurut 5 Analis

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham Indonesia terguncang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun nyaris 2% pada perdagangan kemarin (26/10/2023). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup ambles 1,75% ke posisi 6.714,52. IHSG pun terkoreksi kembali ke level psikologis 6.700, setelah kemarin bangkit ke level psikologis 6.800.
Pasar saham yang lesu terjadi akibat beberapa hal, diantaranya karena pelemahan rupiah dan kenaikan yield obligasi Amerika Serikat tenor 10 tahun.
"Memang hari ini sentimen sangat negatif, Rupiah kembali melemah, dan yield juga naik," terang Rully Wisnubroto, Analis Mirae Asset Sekuritas.
Selain itu, CEO at PT YUGEN Bertumbuh Sekuritas mengatakan bahwa capital outflow yang tercatat secara ytd serta fluktuasi nilai tukar Rupiah maka adanya potensi koreksi wajar tetap perlu diwaspadai.
Kepala ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro juga menjelaskan bahwa penyebab IHSG tumbang pada sesi I perdagangan hari ini disebabkan oleh sentimen dari sentimen eksternal terutama dari Amerika Serikat.
Sementara analis senior Mitra Andalan Sekuritas kejatuhan IHSG berkaitan dengan kondisi inflasi yang masih konsolidatif, kebijakan suku bunga ke depan yang relatif hawkish, dolar yang cenderung menguat dan perlambatan ekonomi. Menurutnya salah satu faktor terbesar adalah terkait kenaikan Yield Treasury US
Alamsyah menuturkan kinerja keuangan dua big bank melambat sehingga tidak terlalu mempengaruhi keyakinan investor terhadap sektor perbankan.
"Sampai dengan saat ini saham big bank yang telah merilis Laporan Keuangan 3Q2023 yaitu BBCA (+12,15% YoY) dan BBRI (+1,4 % YoY), yang mana menurut saya hal tersebut walaupun masih positif namun relatif dibawah pertumbuhan kinerja rerata beberapa periodik belakangan ini, maka hal tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat harga saham big bank saat ini (relatif) belum terapresiasi (terlepas faktor perkembangan perekonomian, yield treasury, moneter dan lainnya saat ini)," tutur Alamsyah kepada CNBC Indonesia.
Biang Keladi IHSG Jatuh: Yield AS Tertinggi Sejak Krisis 2008
Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun melejit bahkan mencapai 5% pada awal pekan ini. Saat ini US10 treasury berada di 4,97%. Posisi ini merupakan yang tertinggi sejak Juli 2007.
Kenaikan US Treasury tenor 10 tahun, yang dianggap sebagai tempat berlindung yang aman di tengah ketidakpastian perekonomian dan menjadi acuan biaya pinjaman di seluruh dunia, didorong oleh para investor yang memperkirakan pertumbuhan AS terus bertahan dalam menghadapi siklus kenaikan suku bunga agresif Federal Reserve.
![]() US10Y vs IHSG |
Ekonomi Amerika Serikat diperkirakan akan tumbuh 4,3% qoq menurut konsensus Trading Economics pada kuartal ketiga 2023.
Ketua Fed Jerome Powell mengatakan pekan lalu bahwa bank sentral mungkin perlu mempertahankan kenaikan suku bunga untuk mengembalikan inflasi ke tingkat target 2%.
The Fed mengambil langkah dengan hati-hati dan para pembuat kebijakan akan membuat keputusan mengenai sejauh mana kebijakan tambahan akan diperkuat dan berapa lama kebijakan akan tetap bersifat restriktif berdasarkan totalitas data yang masuk, prospek yang berkembang, dan keseimbangan risiko,kata Ketua Fed Powell di Economic Klub New York.
Ketua Fed menambahkan bahwa kebijakan ketat memberikan tekanan pada aktivitas ekonomi dan inflasi. Namun, bukti tambahan mengenai pertumbuhan yang terus-menerus berada di atas tren, atau bahwa pengetatan pasar tenaga kerja tidak lagi berkurang, dapat menempatkan kemajuan inflasi lebih lanjut dalam risiko dan memerlukan pengetatan kebijakan moneter lebih lanjut.
Powell juga mencatat bahwa inflasi masih terlalu tinggi dan bahwa pengembalian berkelanjutan ke sasaran inflasi 2% kemungkinan memerlukan periode pertumbuhan di bawah tren dan kondisi pasar tenaga kerja yang lebih lemah.
The Fed mempertahankan kisaran target suku bunga dana federal pada level tertinggi dalam 22 tahun sebesar 5,25% - 5,5% pada pertemuan September 2023.
Laju imbal hasil obligasi 10 tahun dengan harga saham berbanding terbalik. Sehingga saat yield meningkat, harga saham cenderung turun. Hal ini yang kemudian tercermin pada saat ini.
"Sedikit banyaknya perubahan Yield akan pengaruh terhadap instrumen/pasar lainnya semisal saham, karena Yield Treasury langsung/ tidak langsung berkaitan dengan suku bunga, pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan bisnis dan pada akhirnya berdampak terhadap pasar saham," jelas Alamsyah.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(ras/ras)