
Dunia Diramal Resesi Tahun Depan, Amankan Duit di Mana Nih?

Meski dunia terancam mengalami resesi, Indonesia bisa dikatakan masih aman. Sebabnya inflasi yang masih terjaga, tetapi pelambatan ekonomi pasti terjadi.
Tanda-tanda pelambatan sudah mulai terlihat. Ekspansi sektor manufaktur mulai melambat, bahkan nyaris mengalami kontraksi.
S&P Global mengumumkan aktivitas manufaktur yang diukur dengan Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia periode Juni 2022 berada di 50,2. PMI menggunakan angka 50 sebagai tolok ukur. Kalau masih di atas 50, maka artinya berada di zona ekspansi.
Akan tetapi, pencapaian Juni turun dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat 50,8. Skor PMI manufaktur Indonesia memang sudah 10 bulan beruntun di atas 50, tetapi Juni menjadi yang terendah.
"PMI berada di posisi terendah selama periode ekspansi, hanya tipis di atas zona netral 50. Hanya ada sedikit perbaikan, yaitu di sektor kesehatan," ungkap laporan S&P Global.
Industri pengolahan merupakan kontributor terbesar produk domestik bruto (PDB) berdasarkan lapangan usaha. DI kuartal I-2022 kontribusinya lebih dari 19% dari total PDB. Sehingga, ketika sektor manufaktur berkontraksi, pastinya akan berdampak ke pelambatan pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, inflasi yang terus merangkak naik bisa berdampak pada penurunan daya beli masyarakat. Berdasarkan pengeluaran, belanja rumah tangga merupakan kontributor terbesar PDB, dengan porsi mencapai 53,65% di kuartal I-2022.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk menjaga inflasi tetap tindak meroket. Hal ini membuat pemerintah menambah subsidi energi, sehingga harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite dan gas 3 kg tidak dinaikkan.
Selain itu, Bank Indonesia (BI) juga masih belum mengeluarkan "senjata pamungkas" untuk meredam inflasi, yakni suku bunga.
Hingga saat ini, BI masih enggan menaikkan suku bunga. Namun, BI siap menaikkan suku bunga ketika inflasi inti terus menanjak.
Selain itu, nilai tukar rupiah meski belakangan ini tertekan tetapi kinerjanya masih cukup bagus ketimbang mata uang Asia lainnya. Tingginya harga komoditas membuat neraca perdagangan Indonesia surplus 25 bulan beruntun.
Alhasil, transaksi berjalan juga ikut surplus dan membuat pasokan devisa mengalir ke dalam negeri. Kinerja rupiah pun tidak terlalu buruk bahkan di akhir semester I-2022 saat permintaan valuta asing biasanya besar.
Di kuartal II-2022, Bank Indonesia (BI) memperkirakan transaksi berjalan masih akan surplus.
"Transaksi berjalan pada kuartal II diperkirakan surplus, melanjutkan surplus pada kuartal sebelumnya," ungkap Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (23/6/2022).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Rilis Data Ekonomi & Agenda Emiten Hari Ini