Penguatan tersebut berpeluang berlanjut lagi pada perdagangan Rabu (27/4/2022) terutama jika aturan resmi pelarangan ekspor sudah terbit. Faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan pasar finansial Indonesia hari ini dibahas pada halaman 3 dan 4.
Di awal perdagangan kemarin IHSG berfluktuasi dan sempat jeblok hingga 0,75%. Namun, pada sesi II IHSG mantap di zona hijau hingga mengakhiri perdagangan di 7.232,153, menguat 0,22%.
Investor asing masih belum absen memborong saham di dalam negeri. Data pasar menunjukkan asing net buy sebesar Rp 1,08 triliun di pasar reguler, dan jika ditambah pasar tunai dan nego nilainya menjadi Rp 1,27 triliun.
Rupiah juga mampu mencatat penguatan tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS). Sempat kembali ke bawah Rp 14.400/US$, rupiah akhirnya menutup perdagangan di Rp 14.410/US$, menguat 0,31% pasar spot, melansir data Refinitiv.
Penguatan rupiah bahkan terjadi saat indeks dolar AS terus menanjak. Kemarin, indeks dolar AS naik lagi 0,2% ke 101,943 yang merupakan level tertinggi sejak Maret 2020 lalu.
Ekspektasi The Fed akan menaikkan suku bunga yang sangat agresif terus membuat indeks dolar AS menanjak.
Pasar melihat The Fed bulan depan akan menaikkan suku bunga 50 basis poin, bahkan di bulan Juni diperkirakan lebih tinggi lagi. Hal tersebut terlihat di perangkat FedWatch milik CME Group, di mana ada probabilitas sebesar 75% The Fed akan menaikkan suku bunga 75 basis poin menjadi 1,5% - 1,75% di bulan Juni.
Di sisi lain, agresifnya The Fed menaikkan suku bunga memunculkan risiko pelambatan ekonomi di Amerika Serikat.
Adanya risiko pelambatan ekonomi tersebut membuat investor kembali masuk ke pasar obligasi, yang membuat laju kenaikan yield Treasury tertahan. Alhasil, tekanan di SBN pun berkurang, dan beberapa tenor mampu menguat kemarin, terlihat dari yield yang mengalami penurunan.
Bursa saham Amerika Serikat (Wall Street) ambrol lagi pada perdagangan Selasa waktu setempat setelah sempat rebound di awal pekan. Kekhwatiran akan pelambatan ekonomi Paman Sam serta kemungkinan earning emiten yang mengecewakan terus memicu aksi jual.
Indeks Nasdaq memimpin kemerosotan sebesar 3,95% ke 12.490,74 dan menyentuh level terendah dalam 52 pekan terakhir. Indeks S&P 500 merosot 2,8% ke 4.175,2 dan Dow Jones minus 2,4% ke 33.240,18.
Sepanjang April Nasdaq jeblok 12,2%, S&P 5000 7,8% dan Dow Jones 4,2%.
Saham-saham teknologi memimpin kemerosotan meski para raksasanya baru akan melaporkan earning setelah perdagangan ditutup. Namun, investor berkaca dari Netfilx yang mengecewakan pada pekan lalu.
Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah Netflix melaporkan penurunan jumlah subscriber di kuartal I-2022. Alhasil saham Netflix ambrol hingga 35% dalam sehari dan terus berlanjut hingga kemarin turun lagi 5,5%.
Saham Aphabet dan Microsoft juga turun lebih dari 3%.
Kekhawatiran investor memang terbukti, setelah penutupan perdagangan Aphabet yang merupakan induk Google melaporkan pendapatan dan laba di bawah ekspektasi pasar. Laba dilaporkan sebesar US$ 68,01 miliar sedikit di bawah ekspektasi US$ 68,11 miliar, sementara laba sebesar US$ 24,62/lembar saham lebih rendah dari prediksi US$ 25,91/lembar saham.
Selain laporan earning, aksi jual juga terus melanda akibat kecemasan akan risiko pelambatan ekonomi AS akibat inflasi yang sangat tinggi dan langkah bank sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga agresif untuk meredamnya.
Kepala Penelitian Fundstrat Global Advisor Tom Lee telah memprediksikan bahwa kuartal I-2022 akan 'berbahaya', tapi ternyata pasar lebih buruk dari yang dia prediksikan, di mana inflasi yang memburuk sejalan dengan ekspektasi pasar. Meski demikian, dia tetap optimis.
"Ketika pasar obligasi berteriak agar bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sedikit lebih ketat, sulit bagi pasar saham untuk bertahan dan saya pikir itulah yang sedang kita alami sekarang, tapi saya tidak berpikir untuk menjual ekuitas. Saya tidak berpikir bahwa inflasi akan terus menjadi masalah bahkan di kuartal II-2022" tambahnya.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Pergerakan IHSG sepanjang tahun ini tidak terlalu terpengaruh dengan Wall Street. Terlihat saat kiblat bursa saham dunia itu jeblok, IHSG malah beberapa kali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Meski demikian, ambrolnya Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin tetap saja akan memberikan sentimen negatif. Apalagi, salah satu penyebabnya kecemasan akan pelambatan ekonomi baik di Amerika Serikat maupun di China.
Ketika peekonomian dua raksasa dunia tersebut melambat, negara-negara lain tentunya akan terkena imbasnya, termasuk Indonesia.
Dari dalam negeri titik terang pelarangan ekspor CPO akhirnya muncul di awal pekan ini dari Surat Edaran bertanda tangan Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil.
Surat tertanggal 25 April itu ditujukan kepada gubernur 21 provinsi penghasil kelapa sawit di Indonesia. Surat ini memberi secuil petunjuk terkait rencana larangan ekspor yang diumumkan Presiden Jokowi.
Di mana, kalimat pembuka surat berbunyi 'sehubungan dengan pengumuman Presiden RI pada tanggal 22 April 2022 tentang Pelarangan Ekspor bahan baku minyak goreng (RBD Palm Olein/ RBDPO) yang akan diberlakukan pada tanggal 28 April 2022'.
"Perlu ditegaskan bahwa CPO tidak termasuk ke dalam produk sawit yang dilarang ekspor. Pelarangan hanya pada RBDPO yang terbagi ke 3 pos tarif yakni RBPDPO dalam kemasan berat bersih tidak melebihi 25 kg, lain-lain dengan Iodiene 55 atau lebih tapi kurang dari 60, serta kode HS lain-lain," begitu bunyi poin kedua surat tersebut.
Artinya, merujuk surat tersebut, yang akan dilarang ekspornya adalah RBDPO yang sebenarnya adalah juga minyak goreng. Sementara CPO masih bisa diekspor.
Hal ini membuat emiten CPO yang sebelumnya jeblok hingga menyentuh auto reject bawah (ARB) sukses rebound kemarin. Tidak hanya itu, IHSG pun ikut terkerek, sebab ekspor CPO memberikan kontribusi yang besar terhadap neraca perdagangan Indonesia.
"Di sepanjang tahun 2022 ini, ekspor minyak nabati RI mencapai hampir US$ 8 miliar, artinya per bulan sumbangsihnya sebesar US$ 3 miliar, jadi ada kemungkinan kehilangan ekspor sebesar itu. Surplus neraca dagang mungkin turun, ini secara makro kalau berkepanjangan tentu tidak akan oke terhadap stabilitas eksternal," ungkap ekonom MNC Sekuritas Tirta Citradi saat dihubungi CNBC Indonesia.
Kepastian aturan pelarangan ekspor pun akhirnya diumumkan Menko Perekonomian
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kemarin malam. Ia menyatakan pelarangan ekspor hanya diperuntukkan untuk produk Refined, Bleached, Deodorized (RBD) palm olein. CPO tidak dilarang untuk diekspor.
Larangan ekspor RBD palm olein mulai diberlakukan 28 April 2022. Larangan ini berlaku sampai harga minyak goreng curah turun menjadi Rp 14.000 per liter.
"Pelarangan ekspor RBD palm olein yang merupakan bahan baku minyak goreng sejak 28 April pukul 00.00 WIB sampai tercapainya harga minyak goreng curah Rp 14.000 per liter di pasar tradisional," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers singkat di saluran YouTube, Selasa (26/4/2022).
Airlangga melanjutkan, mekanisme larangan ekspor RBD palm olein akan diatur melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag). Sementara itu, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan akan mengawasi agar tidak terjadi penyimpangan dalam penerapan larangan ekspor tersebut.
Kepastian CPO masih bisa diekspor tersebut tentunya memberikan sentimen positif ke IHSG pada hari ini.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)
Rupiah yang kemarin sukses menguat tajam perjuangannya hari ini tidak akan mudah. Sebab laju kenaikan indeks dolar AS masih belum terhenti.
Indeks yang mengukur kekuatan dolar AS tersebut melesat 0,54% ke 102,3 yang merupakan level tertinggi sejak 23 Maret 2020, atau beberapa hari setelah penyakit akibat virus corona dinyatakan sebagai pandemi.
Untuk diketahui, level tertinggi saat itu 102,97, artinya sedikit lagi akan dilewati.
Selain indeks dolar AS, indeks volatilitas (VIX) juga melesat 24% ke 33,52. Indeks ini juga dianggap sebagai indeks ketakutan, semakin tinggi nilainya maka pelaku pasar semakin khawatir akan gejolak di pasar finansial.
Rata-rata indeks ini berada di bawah level 30, ketika berada di atasnya dan terus menanjak bursa saham global biasanya mengalami aksi jual. Rekor tertinggi VIX di atas 80 dicapai pada awal pandemi Covid-19.
Kecemasan akan pelambatan ekonomi serta jebloknya bursa saham membuat investor kembali masuk ke pasar obligasi. Yield Treasury tenor 10 tahun turun 8,9 basis poin ke 2,7281 pada perdagangan Selasa, melanjutkan penurunan 8,6 basis poin di awal pekan.
Penurunan yield tersebut bisa meredakan tekanan SBN, dan tidak menutup kemungkinan ada aliran modal yang masuk yang bisa menjaga kinerja rupiah.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Simak Rilis Data dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Rapat Umum Pemegang Saham PT Nusa Konstruksi Enjiniring Tbk (DGIK)
- Rapat Umum Pemegang Saham PT Trisula International Tbk (TRIS)
- Rapat Umum Pemegang Saham PT Global Sukses Solusi Tbk (RUNS)
- Rapat Umum Pemegang Saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO)
- Rapat Umum Pemegang Saham PT Trisula Textile Industries Tbk (BELL)
- Rapat Umum Pemegang Saham PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO)
- Rapat Umum Pemegang Saham PT Jasa Marga Tbk (JSMR)
- Rapat Umum Pemegang Saham PT Multipolar Technology Tbk (MLPT)
- Rilis realisasi investasi Indonesia kuartal I-2022
- Rilis data inflasi Australia (8:30 WIB)
- Laba industri China (8:30 WIB)
- Stok minyak mentah AS (21:30 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
TIM RISET CNBC INDONESIA