CPO Masih Boleh Diekspor, Harga Minyak Goreng Batal Turun?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 April 2022 17:35
KELAPA SAWIT
Foto: REUTERS/Samsul Said

Jakarta, CNBC Indonesia - Tingginya harga minyak goreng membuat Presiden Joko Widodo mengambil langkah tegas. Ekspor minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan minyak goreng mulai 28 April mendatang, meski aturan mengenai pelarangan tersebut masih belum dirilis.

"Saya akan terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini agar ketersediaan minyak goreng melimpah dengan harga terjangkau," kata Jokowi dalam keterangan pers lewat akun Youtube Sekretariat Presiden, Jumat (22/4/2022).

Meski pelarangan ekspor belum berlaku, tetapi harga minyak goreng sudah mulai menurun.

Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga minyak goreng kemasan bermerk I di pasar modern rata-rata semua provinsi hari ini Rp 26.850/liter, turun dari kemarin Rp 26.900/liter. Pada Jumat lalu, harganya di Rp 27.000/liter, sebelum Jokowi mengumumkan pelarangan ekspor CPO dan minyak goreng.

CPO merupakan bahan dasar minyak goreng, dan Indonesia memiliki supply yang melimpah. Bagaimana tidak, Indonesia merupakan produsen CPO terbesar di dunia.

Data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (GAPKI) menunjukkan sepanjang 2021 total produksi CPO Indonesia sebanyak 46,89 juta ton, dan produksi minyak inti sawit kasar (crude palm kernel oil/CPKO) 4,41 juta ton, sehingga totalnya 51,3 juta ton.

Sementara total konsumsi CPO sepanjang tahun 2021 sebesar 18,42 juta ton. Dari jumlah tersebut, sebanyak 8,95 juta ton digunakan untuk kebutuhan pangan, 7,34 juta ton untuk biodiesel dan 2,12 juta ton untuk oleokimia.

Untuk tahun ini, Ketua Umum GAPKI, Joko Supriyono, memprediksi produksi CPO akan naik 1 juta ton, sementara demand juga masih akan kuat.

"Paling sekitar 1 juta ton. Biasanya kita itu naiknya sekitar 2 - 2,5 juta ton," ungkap Joko, dalam Squawk Box, CNBC Indonesia pada Kamis (6/01/2022).

"Jadi demand-nya akan kuat. Sejalan dengan beberapa negara akan mengalami pemulihan ekonomi yang sangat cepat," kata Joko.

Melihat tingkat produksi dan demand tahun lalu saja, ada surplus supply lebih dari 30 juta ton.

Jika pemerintah mengambil langkah ekstrim dengan melarang ekspor semua CPO, tentunya akan banjir supply, jika mekanisme pasar bekerja harganya tentu akan merosot tajam.

Ketika CPO merosot tajam, harga minyak goreng akan menyusul.

Namun, surplus 30 juta ton tersebut sangatlah besar dan bisa dipastikan tidak akan mampu diserap di dalam negeri. Sehingga langkah pemerintah untuk melarang ekspor semua CPO tentunya sangat ekstrim, dan sepertinya tidak akan dilakukan.

Negara juga akan dirugikan, sebab CPO merupakan salah satu pendorong neraca perdagangan Indonesia mampu mencatat surplus hingga 23 bulan beruntun.

Putera Satria Sambijantoro, ekonom Bahana Sekuritas memperkirakan Indonesia bisa kehilangan US$ 3 miliar atau Rp 42,9 triliun belum dengan pajak ekspor.

"Setiap bulan, CPO dan produk turunannya menyumbang USD3 miliar dari ekspor Indonesia, selain Rp 4 triliun dari pendapatan pajak ekspor," ujar Satria.

Satria juga mengatakan bahwa akibat lebih serius dari hubungan dagang dengan negara yang membeli CPO dari Indonesia seperti China, India, Pakistan, dan AS. Larangan ekspor CPO bisa menimbulkan aksi balasan terkait impor barang manufaktur Indonesia.

Setelah beberapa hari tanpa kesejalasan, akhirnya seidkit titik terang pelarangan ekspor akhirnya muncul pada Senin kemarin dari Surat Edaran bertanda tangan Plt Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian (Kementan) Ali Jamil.

Surat tertanggal 25 April itu ditujukan kepada gubernur 21 provinsi penghasil kelapa sawit di Indonesia. Surat ini memberi secuil petunjuk terkait rencana larangan ekspor yang diumumkan Presiden Jokowi.

Dimana, kalimat pembuka surat berbunyi 'sehubungan dengan pengumuman Presiden RI pada tanggal 22 April 2022 tentang Pelarangan Ekspor bahan baku minyak goreng (RBD Palm Olein/ RBDPO) yang akan diberlakukan pada tanggal 28 April 2022'.

"Perlu ditegaskan bahwa CPO tidak termasuk ke dalam produk sawit yang dilarang ekspor. Pelarangan hanya pada RBDPO yang terbagi ke 3 pos tarif yakni RBPDPO dalam kemasan berat bersih tidak melebihi 25 kg, lain-lain dengan Iodiene 55 atau lebih tapi kurang dari 60, serta kode HS lain-lain," begitu bunyi poin kedua surat tersebut.

Artinya, merujuk surat tersebut, yang akan dilarang ekspornya adalah RBDPO yang sebenarnya adalah juga minyak goreng. Sementara CPO masih bisa diekspor.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Masalah Ada di Harga CPO Yang Tinggi 

Tingginya harga CPO merupakan alasan utama harga minyak goreng menjadi sangat mahal. Masalahnya, meski Indonesia merupakan produsen terbesar di dunia, tetapi tidak mampu mendikte harga.

Harga CPO yang menjadi acuan justru di Bursa Derivatif Malaysia. Pada perdagangan Selasa (26/4/2022) pukul 14:27 WIB, CPO untuk kontrak 3 bulan ke depan diperdagangkan di 6.417 ringgit/ton, melesat lebih dari 3%.

Sepanjang tahun ini, harga CPO sudah meroket lebih dari 36%, lebih tinggi dari kenaikan sepanjang 2021 sebesar 30%.

Tingginya harga CPO tersebut tentunya membuat para pengusaha sawit lebih memilih menjual produknya ke luar negeri. Apalagi pemerintah pada pertengahan Maret lalu mencabut kebijakan domestic market obligation (DMO).

Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi mengatakan, langkah itu menindaklanjuti keputusan pemerintah melepaskan harga minyak goreng (migor) ke pasar.

"DMO dicabut, saat ini Permendag-nya (Peraturan Menteri Perdagangan) sedang diharmonisasi. Akan diundangkan hari ini. Jadi, selesai," kata dalam rapat kerja (Raker) Komisi VI

DPR RI dengan Menteri Perdagangan RI terkait Pembahasan Mengenai Harga Komoditas dan Kesiapan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam Stabilisasi Harga dan Pasokan Barang Kebutuhan Pokok Menjelang Puasa dan Lebaran, Kamis, (17/3/2022).

Bersamaan dengan pencabutan DMO, ujar Lutfi, pemerintah menaikkan pungutan ekspor untuk minyak sawit mentah (crude palm oil/ CPO) dan turunannya.

Untuk memastikan pasokan CPO ke dalam negeri aman, pungutan ekspor akan dinaikkan secara progresif.

Namun, tetap saja dengan harga CPO di Internasional yang sangat tinggi, pengusaha sawit akan memilih mengekspor. Jika menjual di dalam negeri, harganya tentu saja juga akan tinggi.

Harga CPO KBP Nusantara pada 22 April misalnya, berada di Rp 16.325/kg, bandingkan dengan 22 April 2021 di Rp 11.227/kg, ada kenaikan lebih dari 45% dalam setahun. Alhasil, harga minyak goreng pun ikut melambung.

TIM RISET CNBC INDONESIA 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular