
Bye Dolar! Arab Saudi dan Israel Perbanyak Gunakan Yuan China

Jakarta, CNBC Indonesia - Peran dolar Amerika Serikat (AS) di dunia ini semakin lama semakin menyusut. Banyak negara kini mulai mengurangi ketergantungannya terhadap dolar AS.
Indonesia memiliki perjanjian bilateral Local Currency Settlement (LCS) dengan beberapa negara.
Dengan LCS ini maka kedua negara yang bekerja sama bisa menggunakan mata uang lokal tidak perlu menukar dolar AS terlebih dahulu jika ingin melakukan transaksi perdagangan dan investasi.
China sudah jauh-jauh hari melakukan dedolarisasi, begitu juga dengan Rusia apalagi setelah ketegangan kedua negara semakin meningkat akibat berperang dengan Ukraina.
Dedolarisasi kini semakin meluas lagi, pada bulan lalu Arab Saudi dikabarkan berbicara dengan China untuk menjual minyaknya dengan mata uang yuan.
Wall Street Journal (WJS) pada Selasa (15/3) melaporkan pembicaraan Arab Saudi dengan China untuk menggunakan yuan dan denominasi minyak mentahnya sebenarnya timbul tenggelam dalam 6 tahun terakhir tetapi di tahun ini, tetapi di tahun ini semakin terakselerasi.
WJS mengutip salah satu sumber yang mengetahui hal tersebut menyatakan jika pembicaraan tersebut semakin intens sebab Arab Saudi kecewa dengan komitmen Amerika Serikat menjaga keamanan Arab Saudi.
"Potensi kesepakatan penggunaan yuan menjadi tanda dunia sedang mencari penyeimbang terhadap dolar AS," kata ekonom Aleksandar Tomic kepada Business Insider, Sabtu (19/3/2022).
Setelah Arab Saudi, pada pekan lalu giliran Israel yang memasukkan yuan China ke dalam cadangan devisanya. Selain itu, Israel yang memiliki hubungan dekat dengan Amerika Serikat justru mengurangi porsi dolar AS dalam cadangan devisanya.
Cadangan devisa Israel menembus US$ 200 miliar, dengan dimasukkannya yuan menandai reshuffle terbesar dalam satu dekade terakhir.
Business Insider melaporkan dalam laporan tahunan bank sentral Israel akan memasukkan yuan sebanyak 2% dari total cadangan devisanya. Selain yuan, ada lagi dolar Kanada dan dolar Australia yang porsinya dinaikkan masing-masing menjadi 3,5%.
Sementara itu porsi dolar AS yang sebelumnya 66,5% diturunkan menjadi 61%. Mata uang euro porsinya diturunkan paling signifikan menjadi 20% dari sebelumnya 30%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Goldman Sachs Peringatkan Dolar AS Bisa Tak Lagi Mendominasi