Semua Mata Tertuju ke "Menara Kembar Thamrin", IHSG Menguat?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan Senin (18/4/2022) kemarin secara mayoritas mencatatkan koreksi. Hanya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang bergerak menguat pada perdagangan kemarin.
Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI), IHSG ditutup menguat 0,55% ke level 7.275,289. Bahkan, IHSG kembali mencetak rekor tertinggi (all time high/ATH) barunya lagi. Sepanjang perdagangan kemarin, IHSG konsisten bergerak di zona hijau tanpa menyentuh zona merah sedikitpun.
Nilai transaksi indeks pun mencapai sekitaran Rp 15 triliun dengan melibatkan 24 miliaran saham yang berpindah tangan sebanyak 1,4 juta kali. Sebanyak 289 saham naik, 249 saham turun, dan 155 saham mendatar.
Investor asing pun kembali melakukan aksi beli bersih (net buy) hingga mencapai Rp 694,15 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 619,52 miliar di pasar reguler dan sebesar Rp 74,63 miliar di pasar tunai dan negosiasi.
Dari Asia, secara mayoritas ditutup terkoreksi pada perdagangan kemarin. Hanya indeks saham Filipina dan IHSG yang ditutup di zona hijau. Sedangkan untuk indeks Hang Seng Hong Kong tidak dibuka karena sedang libur memperingati Hari Paskah.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Senin kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan Senin kemarin ditutup melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,12% ke Rp 14.360/US$. Setelahnya pelemahan rupiah terus terpangkas hingga nyaris stagnan di Rp 14.345/US$. Di penutupan perdagangan rupiah berada di Rp Rp 14.353/US$, melemah 0,07% di pasar spot.
Dibandingkan mata uang Asia lainnya, pelemahan rupiah tersebut menjadi yang terkecil ketiga. Hanya kalah dari rupee India yang pelemahannya lebih rendah. Sedangkan untuk dolar Hong Kong dan yuan China ditutup menguat kemarin.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS pada Senin kemarin.
Sementara di pasar surat berharga negara (SBN), secara mayoritas kembali mengalami pelemahan harga pada perdagangan kemarin, menandakan bahwa investor masih melepas SBN.
Hanya SBN bertenor 1 tahun dan 25 tahun yang yield-nya turun dan harganya menguat. Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 1 tahun turun cukup besar yakni sebesar 253,5 basis poin (bp) ke level 2,837%. Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 25 tahun melemah 0,3 bp ke level 7,354%.
Sementara untuk yield SBN bertenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara kembali menguat 3,5 bp ke level 6,957%. Yield SBN tenor 10 tahun semakin mendekati kisaran level 7%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Senin kemarin.
Dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan nilai impor Indonesia Maret lalu mencapai US$ 21,97 miliar. Tumbuh 32,02% dibandingkan Februari 2022 (month-to-month/mtm) dan 30,85% dibandingkan Maret 2021 (year-on-year/yoy).
Sebelumnya, BPS mengungkapkan nilai ekspor Maret 2022 adalah US$ 26,5 miliar. Dengan demikian, neraca perdagangan Indonesia membukukan surplus US$ 4,53 miliar.
Surplus ini adalah yang ketiga terbesar sepanjang sejarah Indonesia merdeka. Hanya kalah dari Oktober 2021 (US$ 5,74 miliar) dan Agustus 2021 (US$ 4,75 miliar).
Indonesia sudah membukukan surplus neraca perdagangan sejak April 2020, atau selama 23 bulan terakhir. Ini baru kali pertama terjadi di era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Rekor surplus perdagangan tanpa putus kali terakhir terjadi pada Agustus 2008-Juni 2010 yang juga berlangsung selama 23 bulan. Kala itu Indonesia masih dipimpin oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Neraca perdagangan yang terus mengalami surplus membantu transaksi berjalan (current account) Indonesia mampu membukukan surplus di tahun 2021.
(chd/sef)