Tunggu Angin Segar dari Global, IHSG Incar Level 7.100
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal mencetak kinerja yang bervariasi sepanjang pekan lalu di mana bursa saham menguat sementara rupiah dan obligasi tertekan. Pemodal hari ini bakal memperhatikan faktor global sebelum menjajal level psikologis baru di 7.100.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengakhiri perdagangan sepekan terakhir dalam penguatan, dengan reli 1,09% atau 76,23 poin ke level 7.078,76 pada penutupan perdagangan Jumat (1/4/2022), yang merupakan level penutupan tertinggi sepanjang masa.
Sepanjang pekan, indeks acuan utama bursa nasional ini sempat beberapa kali menyentuh rekor tertinggi harian di angka 7.099 meski kemudian surut di penutupan. Investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) Rp 4,6 triliun sepanjang 5 hari perdagangan di pasar reguler.
Penguatan IHSG sepekan terakhir ditopang oleh saham-saham teknologi dan energi dengan indeks sektoralnya yang menguat masing-masing 4,29% dan 2,75%. Indeks sektoral lain yang mencatatkan penguatan adalah indeks konsumen non-siklikal yang terpantau naik 2,68%.
Di sisi lain, rilis data ekonomi yang solid juga menjadi katalis positif bagi bursa saham domestik. Indeks PMI manufaktur RI kembali menunjukkan adanya aktivitas ekspansi. PMI manufaktur Indonesia di bulan Maret 2022 berada di 51,3 atau 0,1 poin lebih tinggi dari bulan sebelumnya.
Kondisi ini terjadi seiring dengan tren penurunan kasus Covid-19 yang terus berlanjut. Pemerintah juga mulai melonggarkan pembatasan. Jelang puasa Ramadhan tahun ini, pemerintah memutuskan mengizinkan mudik dengan syarat harus sudah mendapat vaksin penguat (booster).
Namun di sisi lain, perbaikan ekonomi yang juga dibarengi dengan kenaikan harga komoditas membuat inflasi terpantau melonjak. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebagai acuan inflasi naik 0,66% secara bulanan dan 2,64% secara tahunan.
Di tengah fenomena kurva inversi imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS 5 tahun dan 30 tahun serta inflasi belanja konsumsi perorangan (Personal Consumption Expenditure/PCE) yang tembus 6,4%, sentimen positif datang dari perkembangan Rusia dengan Ukraina.
Harga obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) pun melemah, sebagaimana ditandai dari penguatan imbal hasil SBN di seluruh tenor, khususnya tenor 1 tahun yang melesat 145,5 basis poin (Bp) ke 4,045% dari posisi akhir pekan sebelumnya di 2,59%.
Imbal hasil berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Artinya, pasar obligasi sedang tertimpa aksi jual. Berdasarkan data DJPPR Kementerian Keuangan, kepemilikan investor asing di SBN turun Rp 8,3 triliun pada periode 28-31 Maret 2022 sehingga secara neto asing mencetak net sell sebesar Rp 3,7 triliun.
Aliran dana asing yang keluar dari pasar obligasi membuat nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS. Sepanjang pekan lalu. Mata uang Garuda melemah 0,17% terhadap dolar AS di pasar spot, dengan berakhir di Rp 14.365/US$ pada Jumat.
(ags/ags)