
Tunggu Angin Segar dari Global, IHSG Incar Level 7.100

Sepanjang hari ini, perhatian pelaku pasar di bursa nasional bakal lebih tertuju pada dinamika global, mengingat masih sepinya sentimen dari dalam negeri. Faktor harga minyak mentah dan krisis Ukraina masih akan menjadi sentimen mayor penggerak pasar.
Pada Senin (4/4/2022), IHSG akan merespon pergerakan bursa saham AS (Wall Street) yang menguat di hari Jumat. Penguatan tersebut secara psikologis mempertebal keyakinan investor domestik untuk melancarkan aksi beli atas aset berisiko tinggi seperti saham.
Oleh karenanya, indeks acuan utama bursa nasional tersebut berpeluang kembali menyentuh rekor tertinggi sepanjang masa, dengan menembus level psikologi 7.100 pada hari ini. Namun demikian, aksi profit taking juga masih kental membayangi.
Sebaliknya SBN dan rupiah kemungkinan akan tertekan, sebab penguatan Wall Street tersebut dipicu data yang menunjukkan pasar tenaga kerja AS semakin membaik dengan tingkat pengangguran yang membaik menjadi 3,6%.
Penurunan angka pengangguran kian mendorong pertaruhan bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bakal agresif mendongkrak suku bunga acuannya (Fed Funds Rate) hingga 50 basis poin (Bp) secepatnya pada pertemuan bulan ini.
Kebijakan tersebut bakal semakin memberikan tekanan bagi obligasi pemerintah Indonesia dan rupiah. The Fed akan merilis notula rapat kebijakan moneter edisi Maret pada Kamis (7/4/2022) yang bakal memberikan gambaran seberapa agresif kenaikan suku bunga di tahun ini.
Risiko lain yang masih membayangi adalah lonjakan kasus virus corona (Covid-19) di China, sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia. Negeri Panda ini melaporkan ada 13.287 kasus Covid-19 baru yang terdata per Sabtu (2/4/2022) waktu setempat.
Terus menanjaknya kasus Covid-19 bakal mendorong karantina wilayah (lockdown) yang lebih ketat di beberapa wilayah China, sehingga bisa mengaburkan ekspektasi pemulihan ekonomi yang saat ini masih diperberat efek konflik Ukraina.
Di sisi lain, pasar juga akan memperhatikan pergerakan harga minyak mentah dunia. Harga minyak mentah jenis Brent yang menjadi acuan dunia ambrol 13,5% ke US$ 104,39/barel sepekan lalu, sementara minyak acuan AS jenis West Texas Intermediate (WTI) merosot 12,8% ke US$ 99,27/barel.
Penurunan tersebut menjadi yang terbesar bagi WTI sejak pekan kedua April 2020 ketika ambrol nyaris 20%. Sementara bagi Brent menjadi yang terburuk sejak pertengahan Maret 2020, di mana saat itu penurunan harganya lebih dari 20% dalam sepekan.
Berlanjutnya penurunan harga minyak mentah bisa menjadi kabar bagus, sebab tekanan inflasi akibat kenaikan harga energi tentunya akan mereda. Seperti diketahui, negara Barat sedang mengalami masalah inflasi tinggi, sehingga dikhawatirkan akan memicu stagflasi atau pertumbuhan ekonomi stagnan dengan inflasi yang tinggi.
(ags/ags)