NEWSLETTER

Good News! Ada Potensi Rusia-Ukraina Damai Sebentar

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
04 March 2022 06:30
kapal tongkang
Foto: Detikcom

Wall Street yang melemah tentunya memberikan sentimen negatif ke pasar Asia pada perdagangan hari ini. Tetapi jika dilihat pergerakan yang berfluktuasi dan sempat menghijau, peluang penguatan tentunya tidak tertutup.

Apalagi jika situasi di Ukraina mulai membaik. Perundingan antara Rusia dan Ukraina kembali berlanjut, meski belum menemukan kata damai, tetapi kedua negara memiliki sikap yang sama terkait perlunya "koridor kemanusiaan" yang kemungkinan dilakukan dengan gencatan senjata sementara.

CNBC International melaporkan negosiator dari Ukraina mengatakan kedua belah pihak mencapai sailing pengertian untuk mengevakuasi warga sipil.
Hal senada juga diungkapkan negosiator Rusia.

"Menteri Pertahanan Rusia dan Ukraina sudah setuju untuk mempertahankan koridor kemanusiaan, dan kemungkinan gencatan senjata sementara di area koridor kemanusiaan selama periode evakuasi warga sipil," kata kepala negosiator Rusia, Vladimir Mendinsky, sebagaimana dilansir CNBC International.

"Saya pikir ini kemajuan yang signifikan," tambahnya.

Perang yang terjadi dalam dua pekan terakhir sudah membuat harga komoditas meroket. Komoditas energi tentu yang paling menjadi perhatian. Minyak mentah dan gas alam terus menanjak, batu bara bahkan terus mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.

Harga minyak mentah kemarin sempat menyentuh level tertinggi sejak tahun 2008, sebelum akhirnya terkoreksi. Minyak mentah jenis Brent mengakhiri perdagangan Rabu di US$ 110,46 atau merosot 2,19%, setelah sebelumnya sempat menyentuh US$ 119,84/barel.

Begitu juga dengan minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI), sempat menyentuh US$ 116,57/barel kemudian berbalik merosot 2,64% ke US$ 107,67/barel.

Harga batu bara kemarin ambrol nyaris 20% ke US$ 358,45/ton, tetapi sehari sebelumnya meroket lebih dari 46% ke US$ 446/ton yang menjadi rekor tertinggi sepanjang masa.

Selain itu ada juga minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang bisa menjadi substitusi minyak mentah dalam bentuk bio diesel, yang menembus RM 8.000/ton pada Rabu lalu.

Sementara itu, kenaikan harga minyak mentah juga turun mengerek Indonesian Crude Price (ICP) yang tentunya akan berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Namun, Ekonom Bank Permata, Josua Pardede memperkirakan tekanannya tidak akan begitu besar. Sebab Indonesia masih ekspor minyak dan gas, sehingga ketika ada kenaikan harga maka bisa berdampak positif terhadap penerimaan.

"Di nota keuangan APBN 2022 di sini pemerintah bikin simulasi, setiap kenaikan minyak mentah RI, naik 1 dolar AS per barel akan dongkrak penerimaan PPnBM dan PPh Migas Rp 3 triliun," jelasnya kepada CNBC Indonesia.

"Di sisi lain memang spending akan meningkat Rp 2,6 triliun. Tapi net-nya masih ada Rp 400 miliar efek surplus ke APBN," tambah Josua.

Meski masih surplus, tetapi tentunya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) non-subsidi berisiko mengalami kenaikan.

Selain itu yang paling ditakuti dari kenaikan harga minyak mentah dan komoditas energi lainnya yakni inflasi yang berisiko semakin tinggi.

Goldman Sachs bahkan memperingatkan dampak stagflasi dari reli komoditas yang saat ini sedang terjadi.

Stagflasi merupakan fenomena tingginya inflasi tanpa disertai dengan pertumbuhan ekonomi.

Senada, Morgan Stanley juga mengatakan bahwa reli harga komoditas, khususnya minyak, dapat memberikan ancaman stagflasi untuk kawasan Asia.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini (2)



(pap/pap)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular