Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan terbaru virus corona varian Omicron membuat sentimen pelaku pasar membaik pada pekan lalu. Sayangnya, pasar finansial dalam negeri bervariasi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat melemah, sementara rupiah mampu membukukan penguatan cukup tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS).
Dari pasar obligasi, nyaris semua tenor Surat Berharga Negara (SBN) mengalami penguatan.
Pada perdagangan hari ini, Senin (27/12) pasar finansial Indonesia berpeluang menghijau sebab hari ini merupakan awal Santa Rally. Dalam 20 tahun terakhir, IHSG mengalami penguatan selama Santa Rally. Seberapa sering dan besar penguatannya dibahas pada halaman 3.
Pada pekan lalu sentimen pelaku pasar semakin membaik setelah 3 hasil studi yang menunjukkan virus corona varian Omicron menyebabkan pasien yang terinfeksi harus dirawat di rumah sakit lebih rendah ketimbang varian lainnya. Artinya, pasien yang positif Omicron menunjukkan gejala yang lebih ringan ketimbang varian lainnya.
Studi tersebut dilakukan di Afrika Selatan yang merupakan asal Omicron, di Inggris yang saat ini kasusnya sedang meledak, dan di Skotlandia.
Merespon kabar tersebut IHSG sebenarnya mampu menguat dalam 3 dari 5 perdagangan sepanjang pekan lalu. Tetapi pelemahan yang tajam dalam dua perdagangan membuatnya membukukan mengakhiri pekan di 6.562,900 atau melemah 0,59%.
Sementara itu rupiah sukses menguat 4 hari beruntun hingga Jumat (24/12), dengan persentase lebih dari 1% ke Rp 14.220/US$.
Sementara dari pasar obligasi, hanya SBN tenor 3 tahun yang mengalami pelemahan, terlihat dari penurunan imbal hasilnya (yield) sebesar 2,9 basis poin. Sementara yield SBN tenor lainnya mengalami penurunan.
Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi, saat harga naik maka yield akan turun begitu juga sebaliknya. Ketika harga naik artinya sedang ada aksi beli.
Membaiknya sentimen pelaku pasar juga berdampak pada pergerakan obligasi. Meski kasus Omicron dilaporkan hanya bergejala ringan, tetapi banyak yang memberikan peringatan agar tetap waspada.
"Bagi kita sebagai individu, hasil studi tersebut menjadi sesuatu yang bagus," kata Relf Reintjes, profesor epidemiologi di Hamburg University of Applied Sciences, sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (23/12).
Tetapi ia juga menyatakan jika dilihat dari sudut pandang epidemiologi, penyebaran Omicron lebih cepat ketimbang varian sebelumnya. Jadi masyarakat dan sistem kesehatan masih dalam risiko tinggi.
Hal senada juga diungkapkan dr. Jim McMenamin, direktur di Publik Health Scotland, menyebut riset tersebut sebagai "kabar baik yang memenuhi syarat", tetapi ia juga memperingatkan jangan menganggap remeh.
"Penting bagi kita untuk tetap berhati-hati. Dampak serius yang bisa ditimbulkan Omicron tidak bisa dianggap remeh," kata McMenamin sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (22/12).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Wall Street Menghijau, Indeks S&P 500 Cetak Rekor
Bursa saham AS (Wall Street) sukses membukukan penguatan pada sepanjang pekan lalu. Indeks S&P 500 bahkan mampu mencatat rekor tertinggi sepanjang masa.
Melansir data dari Refinitiv, indeks S&P 500 sukses melesat 2,28% sepanjang pekan lalu, berada di 4.725.79, yang merupakan rekor penutupan tertinggi sepanjang sejarah.
Kemudian indeks Dow Jones sukses menguat 1,65% ke 35.950,56, dan Nasdaq naik memimpin penguatan sebesar 3,19% ke 15.653,37.
Selain studi yang menunjukkan Omicron tidak menyebabkan gejala yang berat, Kamis lalu Balai Obat dan Makanan (Food and Drug Administration/FDA) AS menyetujui peredaran obat Covid-19 besutan Pfizer. Studi menunjukkan bahwa pil tersebut memiliki efektivitas hingga 89% untuk meringankan gejala Covid sehingga penderita tak perlu mondok di rumah sakit. Pada Kamis, izin serupa diterbitkan bagi Merck.
Alhasil, pelaku pasar kembali masuk ke aset-aset berisiko yang memberikan imbal hasil tinggi.
"Sekali pasar berbalik menguat, mereka yang memborong saham di kala koreksi [dip buyers] tak akan mau melewatkan kesempatan ketika Santa Rally terjadi," tutur Jim Paulsen, Kepala Perencana Investasi Leuthold Group, seperti dikutip CNBC International.
Reli Wall Street bahkan masih berlanjut saat data menunjukkan inflasi berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) kembali menanjak.
Departemen Perdagangan AS kemarin melaporkan inflasi PCE di bulan November melesat 5,7% year-on-year (yoy). Inflasi di bulan November tersebut merupakan pertumbuhan tertinggi sejak Juli 1982.
Sementara inflasi inti PCE tumbuh 4,7%, tertinggi sejak September 1983.
Inflasi PCE merupakan acuan bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter. Penguatan Wall Street menjadi indikasi pasar tidak merespon negatif kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga sebanyak 3 kali di tahun depan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cermati Sentimen Penggerak Pasar Hari Ini
Wall Street yang mampu reli pada pekan lalu tentunya memberikan sentimen positif ke pasar saham dunia, dan masih bisa berlanjut di awal pekan ini, bahkan tikda menutup kemungkinan sepanjang pekan ini hingga 2 hari perdagangan awal tahun 2022.
Hal tersebut tidak lepas dari fenomena Santa Rally di bursa saham Amerika Serikat. Santa Rally merupakan momen spesifik, di aman ada kecenderungan Wall Street akan mengalami kenaikan di 5 hari terakhir perdagangan setiap tahunnya, dan berlanjut di 2 hari pertama tahun yang baru.
Artinya, Santa Rally di Amerika Serikat akan dimulai pada hari ini, Senin (27/12), dan berakhir pada 4 Januari 2022.
Mengutip CNBC International, Santa Rally pertama kali diamati oleh Yale Hirsch, pendiri The Stock Trader's Alamac. Dalam 45 tahun terakhir, Santa Rally menghasilkan return positif sebanyak 34 kali, dengan rata-rata sebesar sebesar 1,4%.
Penguatan kiblat bursa saham dunia tersebut tentunya memberikan sentimen positif ke bursa saham global lainnya, termasuk IHSG. Kabar baiknya, dalam 20 tahun terakhir Santa Rally membuat IHSG mencatat return positif selama 18 kali, hanya 2 kali saja negatif.
Berikut pergerakan IHSG dalam 20 tahun terakhir selama Santa Rally di Amerika Serikat (AS).
Jika Santa Rally berlangsung selama 7 hari, untuk IHSG jumlahnya lebih sedikit. Sebab di dalam negeri hari libur Natal dan Tahun Baru lebih banyak ketimbang di Amerika Serikat, dimana bursa sahamnya biasanya libur hanya di tanggal 25 Desember dan 1 Januari saja.
Dalam 20 tahun terakhir, rata-rata selama Santa Rally di Amerika Serikat, IHSG mencatat kinerja positif sebesar 1,65%. Kenaikan tertinggi terjadi pada tahun 2008 ketika IHSG melesat lebih dari 7,5%.
Sementara kinerja negatif hanya tercatat pada tahun 2002, dan di 2017. Pada tahun lalu, dalam kondisi pandemi Covid-19, IHSG juga mampu mencatat penguatan 0,72%.
Di penghujung tahun ini, Santa Rally juga diperkirakan akan kembali datang, bahkan saat dibayangi virus corona varian Omicron.
"Jika anda menunggu semua selesai, anda akan ketinggalan rally. Anda harus mempertimbangkan kemungkinannya, dan kita tidak perlu takut dengan The Fed karena Omicron tidak akan memperburuk masalah rantai pasokan," kata Alec Young, kepala investasi di Tactical Alpha, sebagaimana diwartakan CNBC International, Kamis (23/12).
Artinya menurut Young, The Fed masih akan tetap pada panduannya yakni kenaikan suku bunga 3 kali di tahun depan, yang sudah diantisipasi pelaku pasar, tidak akan lebih banyak dari itu.
Kemudian Jessica Rabe, co-founder dari DataTreck Research mengatakan indeks S&P 500 cenderung mencapai puncaknya pada pekan terakhir atau hari terakhir perdagangan bulan Desember.
"Sejak 1980, indeks S&P 500 cenderung mencapai puncak tertinggi Desember di pekan terakhir" kata Rabe dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
"Yang patut digarisbawahi, sejarah menunjukkan Indeks S&P 500 akan kembali mencetak rekor tertinggi sepanjang masa di bulan ini," tambah Rabe.
Saat bursa saham global menguat, rupiah tentunya akan mendapat sentimen positif karena menjadi indikasi sentimen pelaku pasar yang bagus. Ada peluang rupiah akan melanjutkan penguatan di awal pekan ini. Hal yang sama juga bisa terjadi di obligasi Indonesia.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Berikut Rilis Data Ekonomi dan Agenda Hari Ini
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Initial public offering (IPO) PT Adaro Minerals Indonesia Tbk. (ADMR)
- Data penjualan ritel Jepang (pukul 7:50 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Indikator | Tingkat |
Pertumbuhan Ekonomi (Q3-2021 YoY) | 3,51% |
Inflasi (November 2021, YoY) | 1,75% |
BI-7 Day Reverse Repo Rate (Desember 2021) | 3,50% |
Surplus/Defisit Anggaran (APBN 2021) | 5,82% PDB |
Surplus/Defisit Transaksi Berjalan (Q3-2021) | 1,5% PDB |
Cadangan Devisa (November 2021) | US$ 145,9 miliar |
TIM RISET CNBC INDONESIA