'Kado Natal' Sudah Diberikan, Investor Masih Ogah Ambil?
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar saham dan pasar mata uang bersorak menyambut kabar positif terkait Omicron pada perdagangan Kamis (23/12/2021), tetapi sebagian investor masih memilih mengamankan dana di pasar obligasi. Jelang libur Natal, kado kabar positif disodorkan.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat 0,4% atau 25,96 poin ke 6.555,55 pada perdagangan kemarin. Namun, ada lebih banyaK saham yang terkoreksi, yakni sebanyak 307 unit saham, sementara 207 menguat, dan 159 sisanya stagnan.
Nilai transaksi tercatat masih tipis yakni sebesar Rp 11,7 triliun, jauh dari posisi di awal tahun yang mencapai Rp 15 triliun. Dari angka tersebut, investor asing mencetak pembelian bersih (net buy) senilai Rp 135 miliar.
Sentimen positif juga mendorong pelaku pasar memuru rupiah, sehingga sukses membukukan penguatan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah bahkan sempat menyentuh Rp 14.200/US$ yang merupakan level terkuat sejak 19 November lalu.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melesat 0,6% di Rp 14.200/US$. Sayangnya selepas itu energi penguatan rupiah mengendur hingga kemudian berakhir di levelRp 14.247/US$, atau menguat 0,27% di pasar spot.
Ketika sentimen pelaku pasar membaik, rupiah memang menjadi perkasa. Dengan kondisi fundamental ekonomi yang cukup bagus, penyebaran penyakit akibat virus corona (Covid-19) terkendali, serta imbal hasil tinggi membuat rupiah bersinar.
Di sisi lain, harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) masih menguat yang mengindikasikan aksi beli masih menerpa, dan terindikasi dilakukan oleh investor asing yang kian berani masuk ke aset pendapatan tetap di pasar negara berkembang.
Mayoritas investor ramai memburu SBN acuan kemarin, ditandai dengan melemahnya imbal hasil (yield) di tenor SBN acuan. Hanya SBN bertenor 1, 15, dan 30 tahun cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan kenaikan yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun naik 2,9 basis poin (bp) ke 3,32%, sedangkan yield SBN berjatuh tempo 15 tahun naik tipis (0,1 bp) ke 6,291%, dan yield SBN berjangka waktu 30 tahun menguat 0,6 bp ke 6,822%.
Sementara itu, yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan di pasar surat utang melemah 1,1 bp ke level 6,389%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga penurunan yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
(ags/ags)