Newsletter

Wall Street Sepertinya Lelah, IHSG Bisa Kuat?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Rabu, 15/12/2021 06:11 WIB
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kembali ditutup bervariasi pada perdagangan Selasa (14/12/2021) kemarin. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan harga surat berharga negara (SBN) ditutup terkoreksi, sedangkan rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan kemarin.

IHSG ditutup merosot 0,71% ke level 6.615,64 pada perdagangan kemarin. Pada awal perdagangan sesi I kemarin, IHSG dibuka naik tipis 0,04% ke level 6.665,38. Namun selang beberapa menit, IHSG langsung terpelanting ke zona merah hingga akhir perdagangan kemarin.

Data perdagangan mencatat nilai transaksi indeks kemarin cenderung kembali turun menjadi Rp 11,3 triliun. Sebanyak 171 saham menguat, 353 saham melemah dan 153 lainnya stagnan. Investor Asing tercatat kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 210 miliar di pasar reguler.

Adapun secara mayoritas, bursa Asia kemarin ditutup terkoreksi. Nikkei Hang Seng Hong Kong memimpin koreksi bursa Asia pada perdagangan kemarin. Hanya indeks Philippine Stock Exchange Filipina, Straits Times Singapura, dan Set Index Thailand yang mampu bertahan di zona hijau pada perdagangan kemarin.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia pada perdagangan Selasa:

Sedangkan untuk rupiah pada perdagangan kemarin ditutup cenderung menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data dari Bank Indonesia (BI), kurs tengah atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin ditutup di level Rp 14.348/US$, melemah tipis 0,01%.

Sementara di pasar spot, rupiah sempat berfluktuasi dan sempat lama tertahan di zona merah. Namun pada akhir perdagangan, rupiah mampu menguat tipis 0,07% ke Rp 14.330/US$.

Sementara di Asia, mayoritas mata uang di kawasan tersebut terpantau menguat dihadapan dolar AS pada perdagangan kemarin, di mana won Korea Selatan menjadi yang paling besar penguatannya. Hanya dolar Hong Kong, rupee India, ringgit Malaysia, dan dolar Taiwan yang melemah terhadap sang greenback kemarin.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang utama Asia melawan dolar AS kemarin:

Adapun untuk pergerakan harga mayoritas SBN pada perdagangan kemarin ditutup melemah, ditandai dengan menguatnya imbal hasil (yield) di mayoritas SBN acuan. Mayoritas investor di pasar obligasi pemerintah RI pun melepas kepemilikannya kemarin.

Hanya SBN bertenor 1, 20, dan 30 tahun yang masih ramai diburu oleh investor, ditandai dengan melemahnya yield. Melansir data dari Refinitiv, yield SBN bertenor 1 tahun turun sebesar 5,5 basis poin (bp) ke level 3,339%.

Sedangkan yield SBN berjatuh tempo 20 tahun melemah 0,6 bp ke level 7,094%, dan yield SBN berjangka waktu 30 tahun juga turun 0,1 bp ke level 6,801%.

Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan yield acuan obligasi negara kembali naik sebesar 1,6 bp ke level 6,33% pada perdagangan kemarin.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.

Berikut pergerakan yield SBN acuan pada perdagangan Selasa:

Sentimen tak menggembirakan datang dari perkembangan baru varian Omicron. Di Inggris, varian Omicron dilaporkan telah merenggut nyawa satu orang pasien. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson.

"Sayangnya ya, Omicron menyebabkan rawat inap dan sayangnya lagi ada satu pasien telah dipastikan meninggal akibat terinfeksi Omicron," kata Johnson kepada wartawan dalam kunjungan ke klinik vaksinasi dekat Paddington, London, menurut Sky News.

Selain itu dari China, pemerintah setempat melaporkan kasus pertama Covid-19 varian Omicron di negaranya pada Selasa kemarin, seperti yang dilaporkan oleh Reuters dan media lokal setempat.

Infeksi Omicron pertama di Negeri Panda tersebut terindikasi dari imported case, yakni berasal dari wisatawan asing yang tiba di kota Tianjin dari luar negeri pada 9 Desember lalu. Saat ini, pasien tersebut sedang dirawat dan diisolasi di rumah sakit setempat.

Investor juga cenderung wait and see jelang jelang rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang dilaksanakan selama dua hari, yakni dari Selasa (14/12/2021) hari ini hingga Rabu (15/12/2021) waktu AS.

Dalam rapat FOMC kali ini, para pembuat kebijakan diperkirakan akan membahas percepatan dari program pengurangan pembelian obligasi atau tapering.


(chd/chd)
Pages